Asrama Walisongo Namanya ...

2 0 0
                                    

Sekali santri menyebut sebuah asrama bernama Walisongo, maka para santri yang berasal dari pesantren terbesar di Ibukota akan langsung mafhum dan paham. Pesan dari pak Kyai dan para guru-guru senior kenapa dinamakan asrama Walisongo konon agar para penghuni asramanya dapat mewarisi jejak-jejak perjuangan para Wali Sembilan itu. Mungkin ada benarnya, minimal pada tahun-tahun awal itu bangunan didirikan terkesan memang di peruntukan bagi mereka yang berjiwa sederhana seperti masa perjuangan para wali Sembilan tersebut... betapa tidak, terutama santri dan teman santri lainnya yang pernah merasa sebagai penghuni asrama tersebut. Sejak dari auranya saja, persis di belakang asrama kami tersebut adalah tempat pemakaman warga setempat, entah disengaja, atau berpegang pada prinsip kesederhanaan, atau memang saat itu sedang minimnya dana yang ada ... wallahu a'lam

_______________________________________________________________

Sementara dinding temboknya hanya berupa batako murni yang utuh tanpa plesteran sedikitpun, mungkin pak kyai benar-benar ingin mewariskan nilai kesederhanaan para wali yang Sembilan itu atau walisongo dahulu kala, atau memang minimnya dana yang dimiliki pesantren sehingga apapun yang ada dianggap jadi' dapat dihuni maka .. jadilah.

Adapun pembatas antara asrama "keramat" itu dengan tanah warga, bukanlah dinding atau tembok, karena seinget santri sewaktu masih dijadikan kelas dan kamar oleh santri di tahun 85-an hanya berupa pagar kawat besi yang suka digunakan untuk kandang ternak itu, yang setiap kali ada prosesi pemakaman, maka santri dan kami semua dapat melihat secara jelas. Walaupun tidak terlalu dekat, tetapi sangat jelas hingga sering suasana berbau mistis terasa, walaupun tidak kami hiraukan samasekali.

Namun seinget santri baru beberapa tahun kemudian akhirnya di tembok sehingga menyulitkan teman-teman santri yang suka kabur atau menyelinap untuk melihat dunia luar sana. Saat itu kemudian suasana menjadi lebih terlindungi dari pemandangan yang membuat bulu kuduk merinding terkurangi, berubah menjadi tempat untuk menjemur pakaian dan sarana fitness dadakan bagi yang hobi mengangkat barbell dan sejenisnya.

Sementara itu lantai yang digunakan pada tahun awal-awal, santri ingat betul masih berupa tanah merah, separoh ruangan yang sebenarnya berukuran untuk ruangan kelas itu digunakan untuk kamar, persisnya yang berada di bagian atas. Sementara sebagian lagi, terutama yang berada di bagian bawah, mulanya di gunakan sebagai ruang kelas, termasuk santri pernah mengalaminya kurang lebih selama setahun lamanya.

Namun demikian kelebihan yang dimiliki oleh penghuni ruang kelas kami itu, tidak perlu menggunakan AC karena daun jendela bahkan daun pintunya pun berbentuk udara, sehingga angin dan udara bebas hilir mudik di ruang kelas kami itu. Saat itu belum mengenal plafon sehingga tidak muncul kayu-kayu kaso, yang ada adalah kayu balok kuda-kuda dan reng, serta blandar untuk tumpangan genteng yang langsung menghadap ke udara bebas. Sehingga baik itu udara, dedaunan, debu, dan air hujan suka mampir dan menengki kami yang berada di bawahnya setiap saat.

Saat kami tempati sebagai ruangan kelas, setiap pagi kami sampai di ruang kelas itu' biasanya kami selalu membawa lap kain, Koran, kertas, atau bahan apa saja untuk membersihkan debu dan daun-daun kecil yang menghinggapi meja dan bangku kami dari pepohonan yang masih banyak menjulang sekitar asrama kami itu, karena atap ruang kelas kami tidak menggunakan plafon. Sebagaimana saat musim kemarau tiba, secara sukarela diantara kami mengambil ember dan meyiraminya lantai tanah ruang kelas itu secara perlahan dan sedikit-sedikit hingga lantai tanah itu tidak mengepul debunya ke atas atau berterbangan kesana-kemari.

Suasana seperti itu seakan santri dibawa ke suatu zaman agak kebelakang, dimana ruangan dan gedung dikondisikan seperti zaman awal rintisan yang masih serba apa adanya. Jika menarik kebelakang jauh ke belakang bagaimana perjuangan para wali Allah itu membangun masjid dengan bahan material yang diambil dari alam secara alamiah. Sebagaimana penentuan bahan-bahan material secara apa adanya, atau diambil secara unik, membuat kita dibawa ke alam dan zaman abad masa lampau yang serba original dan klasik.

Hikayat Cinta Seorang SantriWhere stories live. Discover now