Chapter 10

6.4K 39 0
                                    

"JANGAN lupa mengganti perban Anda nanti malam, Tuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"JANGAN lupa mengganti perban Anda nanti malam, Tuan." Aku menyunggingkan senyum di bingkai pintu pada Cassilas.

Kerutan di keningnya menyatakan kalau aku baru saja mengatakan hal yang salah. "Tapi kau tidak ada di sini malam nanti. Apakah aku harus memanggil seseorang untuk mengganti perbanku?"

Aku tidak ingin mengartikan perkataan Cassilas barusan adalah ajakan untuk bertemu denganku. Lagi pula aku memang salah dan dia benar. Cassilas tidak mungkin bisa mengganti perbannya sendiri. Dia membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukannya. Karena dia kaya raya, dia pasti punya seseorang untuk diperintah. Sopir pribadinya bisa dijadikan pilihan.

Aku masih tersenyum dengan sopan dan mengusulkan pilihan itu. "Ya... Anda pasti punya teman atau anak buah lain, Mr. Susnjar."

Mulutnya yang penuh itu menipis penuh perhitungan. "Baiklah. Aku akan memanggil teman wanitaku untuk datang membantuku. Dia akan senang membantuku melepas baju lalu menyentuh punggungku."

Kecemburuanku terbit tanpa bisa kuhadang. Entah kenapa pengumuman itu teramat mengguncang segenap jiwa dan perasaanku. Cassilas Susnjar... kalau dia memang berniat ingin berkencan denganku, dia sudah berhasil untuk memancingku. Perangkapnya sangat anggun, indah, dan menggoda.

"Aku akan datang nanti malam, Tuan." cetusku, akhirnya menyerah. Aku tidak bisa membiarkan siapa pun menggoda bosku yang kesepian di rumahnya yang sebesar itu.

Tetapi Cassilas menggeleng, menolak pengajuanku. Itu membuatku sangat terkejut dan patah hati. Cassilas mengaduk-aduk perasaanku dengan amat mudah. "Tidak. Bukankah kau harus menjaga adik-adikmu di rumah?"

Aku menggelengkan kepala. "Tapi aku harus menjaga Anda."

Sebelah alisnya terangkat. Aku bisa melihat matanya berkilat hangat menatapku. "Menjagaku?" gumamnya. "Menjagaku dari teman-teman wanitaku?"

Aku menyeringai. Debaran jantungku berdetak dua kali lipat lebih keras. Aku tidak bisa membayangkan pikirannya yang menangkap basah diriku cemburu kepada teman-teman wanitanya. Itu membuatku merasa kecil hati karena aku tidak bisa dibandingkan dengan wanita seksi dan kelas atas yang biasa mengelilingi hari-harinya.

Tetapi aku memilih diam untuk masa depan pekerjaanku. Aku tidak ingin dipecat dengan alasan kalau aku adalah pelayan yang suka mengatur tuan rumahnya. Dan berjauhan dari Cassilas Susnjar... akan menyiksaku. Aku tidak mengerti tentang perasaanku, mengingat sejak awal aku bertekad menghindarinya, tetapi aku tidak bisa menyangkal kalau aku menyukai getaran-getaran yang terjadi di tubuhku saat berdekatan dengannya.

Matanya masih menyoroti wajahku yang memanas karena malu sementara dia menganggukkan dagu. "Kalau begitu aku akan menunggumu."

Aku menahan desahanku yang gembira dengan menggigit bibirku. Aku tak percaya kalau dia tidak terganggu dengan kecemburuanku. Cassilas malah menampakkan senyum paling seksi yang pernah dilakukan seorang pria di muka bumi.

"Aku akan datang pukul delapan," kataku, tertunduk canggung. Merinding.

Kupikir percakapan kami sudah berakhir sebelum akhirnya Cassilas maju selangkah dari pintu. Tubuh dan auranya sangat panas dan bergelora. "Kalau begitu aku akan menyiapkan semuanya untuk kita berdua."

Aku mengangkat wajahku menatapnya. Seketika menyesal melakukan itu karena menyaksikan wajahnya lebih dekat membuatku jauh lebih mendamba. Kedua telapak tanganku ingin sekali menangkup tulang pipinya yang menawan. Tetapi aku langsung bertanya untuk memastikan segala kemungkinan yang akan terjadi nanti malam. "Maksud Anda? Menyiapkan semuanya?"

Kamar... Ranjang... Tubuhnya.... Tenaganya... semua itu berkeliaran di otakku. Sepertinya itu melenceng jauh dari apa yang direncanakan tadi.

Cassilas lagi-lagi mengerutkan kening padaku. Dia mungkin telah sadar kalau pelayannya satu ini sangat rapuh sekaligus gila dan genit. "Perban dan obat, Miranda."

Aku terkekeh. Kehangatan sikapnya membuatku lemas. Itu semua dipertegas dengan uluran tangannya di bahuku. Seketika aku berharap Cassilas meremas bahuku. Kedua matanya terpaku padaku dan dia menggumam dengan dalam dan lembut. "Miranda, terima kasih sudah berniat menjagaku. Aku merasa gembira dan tersanjung bahwa kau serius dengan pekerjaanmu. Lalu sekarang aku memikirkan..."

Cassilas menggigit bibir dan menutup matanya. Aku ingin sekali dunia di sekelilingku berhenti berputar agar aku bisa menciumnya. Tetapi keinginan itu tidak terwujud sampai pria tampan itu mengerjapkan matanya kembali. Ternyata dia juga tidak berpikir untuk menciumku. "Aku memikirkan bonus untukmu, Miranda."

"Kau akan mendapat bonus di akhir bulan nanti. Aku berjanji bonusnya tidak akan mungkin pernah bisa kaudapatkan di mana pun kau bekerja."

Aku tidak percaya... Cassilas baru mengerlingkan mata padaku? Apa bonusnya?

****

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THIRSTY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang