Chapter 11

5.5K 38 0
                                    

"BONUS?" Aku mendesah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"BONUS?" Aku mendesah. "Kurasa itu terlalu berlebihan, Mr. Susnjar."

Cassilas akhirnya meremas bahuku dengan lembut. "Kau pantas mendapatkannya. Kau sangat sempurna untuk menerima bonus itu." katanya, kemudian menarik tangannya dari bahuku. "Aku berjanji bahwa masih ada bonus-bonus lain apabila kau bekerja dengan sepenuh hatimu, Miranda."

Kurasa saat ini aku tersenyum sangat kaku. "Baiklah, aku akan datang lagi nanti malam."

Sudut bibirnya terangkat mengulas senyum. "Aku akan menunggumu. Tapi apakah kau yakin tidak ingin ikut bersamaku?"

Berupaya melawan daya tariknya yang besar ternyata teramat menguras kekuatanku. Aku tidak tahu sampai kapan bisa bertahan untuk tidak menjatuhkan diri di depannya sementara aku menggeleng. "Ah.. tidak perlu. Itu akan merepotkan Anda karena aku harus singgah di beberapa tempat untuk mencari keperluan adik-adikku."

Cassilas menyahutiku dengan sopan. "Aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Ada sopir pribadi yang akan menyetir untuk kita berdua."

Sebelum sempat melontarkan beberapa alasan lagi, Cassilas berbalik menutup pintu lalu menyambar pinggulku dengan sentakan berani namun juga lembut. Aku tidak menyangka pria itu menuntunku masuk ke dalam Bentley yang sudah menunggu kami. Dia adalah bos paling menawan yang pernah kutemui.

Aku duduk dengan waspada di dalam mobilnya. Tersentak ketika Cassilas mencondongkan tubuh dan berbicara padaku. "Apakah kau selalu menyiapkan semua kebutuhan adik-adikmu seperti saat ini?"

Aku menjawabnya sambil tersenyum lebar. "Aku satu-satunya yang bisa diandalkan ibuku semenjak hilangnya ayahku. Dan aku satu-satunya yang bisa diandalkan adik-adikku setelah hilangnya ibuku."

Tatapan Cassilas yang tajam dan panas perlahan meredup. Itu membuatku sangat gugup karena dengan seketika pembawaannya menjadi hangat. "Kau selama ini pasti sudah bekerja dengan keras. Apakah kau tidak ingin seseorang membantumu untuk mengurus keluargamu?"

Ludahku terasa panas di tenggorokan sementara aku menjelaskan. "Aku senang bisa mengurus mereka sendiri. Tidak ada perasaan yang lebih melegakan selain melihat mereka tertidur dengan pulas di malam hari."

Tatapan Cassilas tidak bergerak. "Ya, adik-adikmu sangat beruntung bisa selalu dekat denganmu. Kau boleh mengajak mereka ke rumah. Aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk berkenalan dengan mereka."

Aku menyandarkan sebelah bahuku ke kaca mobil sementara kedua alis Cassilas terjungkit untukku. "Apakah kau pernah mengajak seseorang untuk berkenalan dengan adik-adikmu, Miranda?"

Mendengar pertanyaannya membuatku memilin bibir. Berpikir tentang apa motivasi di balik segala ucapan dan pertanyaannya. "Mm... aku tidak pernah melakukannya. Kecuali Paul, dia sahabatku."

Kepalanya terangguk dan terlihat sangat jelas kalau suasana hatinya sangat senang. "Bagus. Kalau begitu aku akan menjadi orang pertama yang akan bertemu dengan mereka."

Aku mengeluarkan suaraku yang gemetar. "Sebelumnya aku meminta maaf. Tetapi Anda tidak perlu melakukannya, Tuan."

Cassilas mengernyit. "Kenapa?"

Aku langsung menyampaikan alasannya. "Terkadang mereka menggemaskan, tetapi sesekali mereka juga merengek."

Penjelasanku sama sekali tidak mengubah apa pun pada dirinya. Cassilas masih tetap tangguh dan senyumnya yang tulus terulas. "Tidak masalah bagiku selama mereka tidak memintaku untuk memecatmu. Karena aku tidak akan pernah memecatmu, Miranda."

Itu sangat membuat terkejut sampai jantung dalam dadaku rasanya berguncang. "Jadi aku akan selamanya menjadi pelayan di rumah Anda?"

Cassilas berbalik bertanya padaku. "Apakah kau menginginkan posisi lain di rumahku? Katakan saja. Aku akan mempertimbangkannya dengan senang hati."

Aku bergegas menggeleng. "Ti-tidak. Aku menyukai pekerjaanku yang sekarang. Aku bersyukur bisa mendapatkannya. Tetapi aku hanya bekerja untuk Anda selama dua tahun sesuai perjanjian."

Bahu Cassilas menyentuh bahuku ketika dia menatapku lebih dekat. "Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dalam dua tahun itu, Miranda."

"Mungkin saja dua tahun ke depan justru kaulah yang menjadi pemilik rumah itu."

Aku terkekeh lemah. "Itu sama sekali tidak mungkin."

Tangan Cassilas turun menangkap punggung tanganku. Tatapannya mengobarkan semangat untukku. "Mungkin saja kalau aku melamarmu, bukan? Jadi jangan merasa kecil hati seperti itu. Kau tidak tahu kapan kejutan terindah hadir di hidupmu, Miranda."

Wajahku berpaling, memilih memandang kesibukan di sepanjang jalan sehingga Cassilas menarik dirinya dari sisiku. Lalu sewaktu melihat pusat perbelanjaan terdekat, aku menoleh padanya. "Sebaiknya aku berhenti di sini sekarang."

Cassilas mengangguk dan sopir di depan kami pasti mendengar permintaanku. Aku menggeser tubuhku ke samping tetapi masih menatap Cassilas. "Sampai jumpa, Mr. Susnjar."

"Sampai jumpa nanti malam, Miranda."

Sewaktu ingin melompat keluar, aku merasa seseorang menahan lenganku dan membalikkan tubuhku. Karena aku terkejut, aku terhuyung ke depan. Secara harfiah, akhirnya aku benar-benar jatuh ke dalam pelukannya. Seluruh jiwaku berguncang dan darahku menderu kencang.

Aku nyaris saja mencium Cassilas yang tampan dan seksi itu seandainya dia tidak menegurku sedetik kemudian. "Miranda, kau meninggalkan sesuatu,"

"tasmu."

Aku menjilat bibir, mundur, lalu pamit sambil membawa tasku. Sayang sekali... kau hampir saja bisa merasakannya, Miranda!

*****

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THIRSTY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang