Chapter 19

4.9K 29 0
                                    

AKU merasa canggung setengah mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


AKU merasa canggung setengah mati. Ketika kami turun dari mobil dan adik-adikku langsung menghambur ke pintu, Cassilas menempatkan tangannya di bawah punggungku. Sentuhannya mengirimkan getaran yang membuatku tak berdaya. Aku sangat rapuh di bawah pengaruh energi tubuh Cassilas yang menempel di tubuhku.

Dia menahanku melangkah dan menggumam. "Masih ada yang harus kita bicarakan, Miranda."

Detak jantungku berpacu. Sekelebat aku berpikir kalau aku akan dipecat lagi karena sudah ceroboh dengan mencium bosku sendiri. Tetapi mengingat selama ini Cassilas mencoba menarik hatiku, pipiku malah memanas. Mungkin saja sekarang dia meminta ciuman balasan padaku.

Napasnya yang panas masih menggelitik telinga dan tengkukku. "Kau tidak bisa menciumku lalu pergi begitu saja."

Cassilas memutar tubuhku dengan lembut dan perlahan untuk menghadapnya sehingga aku berhadapan lagi dengan wajahnya yang mengagumkan. Matanya mengintaiku seperti mata elang. "Aku harus memperingatkanmu tentang peraturan bekerja denganku. Kau tidak boleh sembarangan mencium seseorang."

Aku mendesah lirih. "Maaf... aku tadi hanya-"
Satu tangan Cassilas terangkat dan telunjuknya menutupi bibirku. "Kecuali diriku. Kau boleh menciumku kapan pun kau menginginkannya. Jangan pernah ragu untuk itu, Miranda."

Sementara ujung kakiku mengerut dan tubuhku gemetar, aku juga menggigit-gigit bibirku. "Aku tidak bermaksud apa-apa pada Anda, Tuan. Tadi itu adalah ungkapan terima kasihku."

Seulas senyum Cassilas yang seksi membuatku tak berkutik. Dia terlihat semakin manis, kuat, tetapi juga berbahaya dan jantan. "Kalau begitu aku menunggu ungkapan perasaan cintamu."

Cassilas melepaskan tatapan dariku dan pelan-pelan melepaskan pinggulku saat Rue melangkah ke luar dari pintu. Aku nyaris oleng berdiri karena aku masih merasa mabuk. Aku terlalu banyak menyerap aura Cassilas yang menggoda.

Cassilas langsung mengulurkan tangan yang menegaskan jam tangannya yang mahal untuk membalas uluran tangan Rue. "Aku menitipkan Miranda dan adik-adikmu padamu ketika mereka berada di rumah." tukas Cassilas.

Rue menyahutinya sambil menyengir. "Dan aku menitipkan Miranda padamu ketika dia bekerja di rumahmu, sobat. Aku tidak ingin dia terluka sedikit pun atau kau akan berurusan denganku."

Aku sontak menunduk saat Cassilas tiba-tiba berpaling memandangku. "Penjahat pasti akan berlutut pada Miranda ketika mereka melihat mata Miranda. Tidak ada yang sanggup menyakiti malaikat cantik seperti dirinya."

Rue menimpali dengan cepat. "Itu benar. Tetapi anehnya dia merasa kalau dirinya tidak pantas untuk seseorang yang tampan, kaya raya, dan sangat baik."

Tidak menunggu dua detik, aku langsung melemparkan tatapan tajam pada Rue. Rue terkekeh dan mundur selangkah sambil mengacungkan dua jari yang berarti tanda perdamaian.

"Baiklah. Jadi apa rencana kalian selanjutnya?" tanya Rue di depan kami sementara dia bersedekap.

Cassilas menjawab dengan nada yang terdengar resmi. "Aku akan berpergian ke luar kota untuk beberapa jam dan kembali malam nanti."

Dengan spontan aku langsung menyahuti ucapan Cassilas. "Bolehkah aku membantu Anda bersiap-siap?"

Mata Cassilas yang gelap terlihat cerah. "Aku sudah menyiapkannya, Miranda. Aku hanya tinggal berpamitan pada kalian."

Karena aku juga sangat ingin menunjukkan perhatianku pada Cassilas yang selama ini selalu mencoba untuk memperhatikan keluargaku, aku melirih lagi dengan tulus.

"Aku bisa merapikan rumah Anda. Aku bisa menyiapkan tempat tidur Anda, menyiapkan air hangat dan memasak untuk makan malam. Anda pasti kelelahan untuk melakukan itu semua. Aku bersumpah, aku sudah siap untuk kembali bekerja."

"Adikmu baru saja pulang." gumam pria yang rambutnya teramat gelap dan terlihat sangat lebat dan halus itu padaku.

Rue menimpali perkataan Cassilas. "Wah, tenanglah sobat. Aku sangat bisa diandalkan."

Melihat kening Cassilas yang masih bertaut, aku memohon dengan lebih lirih lagi. "Aku harap aku bisa membalas kebaikan Anda, aku sangat ingin bisa melakukannya."

Jakun Cassilas bergerak dan dia mengangguk. "Baiklah, Miranda. Tapi temuilah dulu Neil dan Isela, setelah itu baru Robert akan menjemputmu."

Seolah Rue mengerti bahwa tatapan Cassilas berubah menjadi kilat panas, pemuda itu kabur tanpa kata. Dia meninggalkan kami sementara sekarang Cassilas mendengkur dengan suara serak dan menggoda padaku.

"Miranda... aku menjadi sangat tak sabar untuk pulang malam nanti."

Aku terkekeh dengan gemetar. "Ya... semoga perjalanan dan pekerjaan Anda berjalan lancar."

Sebelum beranjak pergi dariku dan masuk ke dalam mobil, dia menunduk dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Dengan satu sentakan tegas, Cassilas mencium pipiku lalu berbisik di telingaku. "Tunggu aku nanti malam. Tunggu aku, Miranda."

Seluruh jiwa dan hasratku berguncang. Ciuman balasan Cassilas membuatku tercengang selama berjam-jam semenjak dia pergi. Panas dan lembut rasa bibirnya terus melekat di pipiku. Oh... astaga.

*******

*******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THIRSTY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang