Chapter 18

4.3K 29 0
                                    

TIGA hari setelah pemecatan diriku yang ternyata benar-benar menghancurkan hatiku, akhirnya Neil sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


TIGA hari setelah pemecatan diriku yang ternyata benar-benar menghancurkan hatiku, akhirnya Neil sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah. Sesaat sebelum aku pergi meninggalkan ketiga adikku dari ruangan, di sela pintu aku mengintip Neil yang sedang berloncatan bersama Isela. Sementara itu Rue sendiri tampak sangat kerepotan menghadapi adik-adiknya. Akhirnya... aku bisa kembali tersenyum. Setidaknya aku masih mempunyai mereka bertiga di hidupku.

Di sepanjang koridor terdengar suara sepatuku berdentum ketika aku sedang berderap menuju departemen administrasi. Tepat di depan meja petugas, aku menyerahkan uang yang kuambil dari tabunganku. Akan tetapi mereka menolaknya karena seseorang baru saja membayarnya dan itu membuat gugup dan terkejut.

Petugas wanita di depanku itu menjelaskan sambil menunjuk ke arah pintu keluar. "Dia yang sudah membayar biaya perawatan Anda."

Aku menoleh dan mengernyit. Sebelum pria bertubuh tinggi itu menghilang dari pintu, aku mengejarnya dan memanggilnya tepat di area beranda rumah sakit.

"Hai," sapaku sambil tersenyum.

Tetapi senyumku perlahan memudar saat pria di hadapanku berputar dengan anggun. Dia mengenakan kemeja putih yang membuat dirinya sangat menawan. Senyumnya yang kuat dan samar membuat hatiku kembali tersentak.

"Tuan..." desisku.

Cassilas, mantan bosku berdiri lagi saat ini di depanku. Walaupun aku terpesona untuk yang kesekian lagi padanya, aku mengulurkan uangku kepadanya. "Anda tidak perlu melakukannya. Kami sudah terlalu banyak merepotkan."

Tatapan yang dalam dan penuh arti itu menghunjam hatiku. "Simpanlah uangmu, Miranda. Neil sudah kuanggap adikku sendiri. Ini adalah tanggung jawabku kepadanya."

Senyum indah dan sangat seksi tersungging tegas di mulutnya. "Aku senang mengetahui Neil sudah pulih."

Setelah menarik napas sangat dalam, aku memberanikan diri maju selangkah lagi mendekatinya. Aku mendongak dan wajah Cassilas saat ini tepat berada di depan wajahku. Aku tidak peduli kalau aku akan pingsan di pelukannya karena aura keseksiannya yang sangat kuat, aku merasa kalau sekarang aku harus meminta maaf padanya.

"Tuan, aku benar-benar salah. Aku tahu Anda mendengar perkataanku. Aku tidak bermaksud merendahkan pria sebaik Anda. Aku hanya takut patah hati."

Mataku perih karena desakan air mata. Aku baru menyadari bahwa aku tidak akan sanggup kehilangan pria sebaik dan setampan Cassilas. Aku belum pernah menemui pria seperti dirinya di hidupku.

Mata Cassilas tidak berhenti mengamati wajahku. "Kau sama sekali tidak salah, Miranda. Kau wanita dan memang seharusnya kau menjaga hati dan dirimu. Aku hanya kecewa karena kau mencabik kepercayaan dirimu sendiri dengan mengatakan bahwa kau hanya seorang maid."

Cassilas mengulurkan tangan dan menghapus air mata di pipiku dengan ibu jarinya. "Kau adalah malaikat, Miranda. Kau malaikat adik-adikmu. Kau harus yakin pada dirimu. Kau ingin tahu? Kau sangat cantik."

Perlahan Cassilas menarik tangannya lagi dari pipiku. Kedua tangannya kini terkepal di sisi tubuhnya dan rautnya mendadak berubah muram. Aku tidak tahu apakah dia juga merasa kehilangan diriku, tetapi aku memohon langsung padanya.

"Tuan, bolehkah aku bekerja lagi padamu? Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu selain mengabdi padamu."

Alis Cassilas terangkat dan mulutnya yang mengatup rapat tersenyum lebar. "Rumahku selalu terbuka untukmu, Miranda. Suasana rumahku terasa lebih indah saat kau ada di sana."

Aku tertawa di tengah dadaku yang sesak karena keharuan yang besar. Aku tidak percaya kalau Cassilas masih mau menerimaku. Mulai detik ini, aku berjanji akan melakukan yang terbaik untuknya. Aku akan setia padanya seperti dia setia pada tujuannya untuk menjaga dan membahagiakan adik-adikku.

Sebelum kami berdua bergerak dari beranda, Cassilas menyentuh ujung mulutnya lalu berdeham. "Miranda, kau jangan memesan taksi, aku akan menunggu di parkiran dan mengantar kalian."

Pada saat itu, aku menatapnya dengan mata berbinar lalu berjinjit mendekatkan wajahku ke wajahnya. Sambil tersenyum, aku mencium pipinya. "Terima kasih."

Aku berbalik kemudian berlari secepat mungkin. Aku tidak peduli dengan reaksi Cassilas, karena aku sudah sangat kesulitan menghadapi reaksi diriku sendiri yang sangat tersipu.

******

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THIRSTY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang