BAB 42B: ARJUNA NGAMBEK

6K 1K 84
                                    

SELAMAT MEMBACA
***
"Kenapa sebut-sebut Runa Bun?" Semua orang langsung menoleh saat mendengar suara Aruna.

"Loh kok sudah datang," ucap Utari saat melihat Aruna sudah datang padahal Armaya belum lama pergi.

"Tadi ketemu Mbak di jalan Bun, sudah bangun dia." Sahut Armaya.

"Sini, duduk kalian." Asep memanggil kedua anaknya untuk duduk.

Aruna dan Armaya pun duduk di sebelah orang tua mereka.

"Kok tumben jam segini sudah kumpul-kumpul disini. Bahas apa ini?" Tanya Aruna pada semua orang. Karena tidak biasanya pagi-pagi sudah berkumpul seperti ini.

Abi yang mendengar pertanyaan Aruna, hanya tersenyum. Dia rasa akan melihat pertunjukan menarik sebentar lagi. Apalagi melihat Arjuna yang langsung memasang wajah kesalnya.

"Ini roti baru ya Bun, Runa buka ya." Ucap Aruna lagi sambil membuka bungkus toples roti yang masih tersegel di atas meja.

"Iya buka saja, terus makan." Jawab Utari.

"Ibu sama Bapak, tumben pagi-pagi tidak sibuk?" Tanya Aruna lagi pada Asep dan sarni. Sambil mulutnya mengunyah sepotong roti di tangannya.

Rasanya ingin sekali Sarni memukul mulut putrinya agar berhenti mengunyah, apa dia tidak tau sedang apa mereka semua disana. Seingatnya pagi tadi dia sudah memberitahu putrinya itu.

"Kami ini sedang mambahas rencana pernikahan Nduk," jawab Asep pada putrinya itu.

"Pernikahan siapa Pak? Ada yang mau menikah memangnya?" Tanya Aruna lagi. Tangannya tak henti-hentinya mengambil roti-roti dari dalam toples.

Abi dan Utari tentu saja tertawa. Jangan di tanya bagaimana bentuk wajah Arjuna. Laki-laki itu sudah memasang wajah garangnya. Siap menelan siapa saja yang membuat perkata dengannya pagi itu.

Pluk...

Sarni yang melihat sikap bodoh putrinya langsung memukul pelan punggung tangan Aruna agar berhenti makan.

"Sudah Runa," bisik Sarni dengan gemasnya.

"Sudah biarkan saja." Ucap Utari.

Armaya yang melihat sepertinya kakak perempuaannya itu datang dengan nyawa yang baru terkumpul setengah hanya bisa menggeleng tak habis fikir.

Lalu dia memandang  prihatin pada Arjuna.

"Katanya Runa mau menikah?" Utari bertanya dengan menahan tawanya.

"Tidak. Kata siapa Bun?" Ucap Aruna dengan polosnya.

Spontan Abi langsung tertawa dengan keras. Tidak kuat melihat wajah putranya.

"Betulkan kata ayah semalam. Harusnya kamu rekam Bang," ucap Abi di sela-sela tawanya.

Arjuna langsung bangun dari duduknya. Dia menunjuk Aruna dengan kesal.

"Aruna!!!" Tentu saja Aruna merasa takut dengan Arjuna. Laki-laki itu seolah ingin memakannya hidup-hidup.

"Sabar dong Bang. Sabar..." ucap Utari menenangkan Arjuna agar mau kembali duduk.

Sedangkan Aruna masih memasang wajah bingungnya namun di dalam hati rasanya dia ingin tertawa.

"Aruna sana kebelakang dulu, cuci muka." Ucap Asep pada Aruna.

"Sudah Pak. Sudah mandi juga," jawab Aruna.

"Sudah mandi, sudah makan roti setengah toples tapi masih belum lengkap nyawanya." Sindir Arjuna dengan ketus.

Utari yang duduk di samping Arjuna langsung mengelus lengan Arjuna dengan sabar menenangkan putranya itu agar tidak cepat emosi.

"Bukannya semalam Runa, sudah mau menikah dengan Bang Juna?" Tanya Utari lagi dengan sabarnya.

"Iya kayanya," sahut Aruna.

"Terus kenapa masih tanya ini pernikahan siapa?"

"Lohhh, ini pernikahan kami Bun. Menikahnya sekarang. Bukan 4 tahun lagi?" Ucap Aruna lagi dengan wajah terkejutnya.

Oke cukup!

Arjuna langsung pergi begitu saja. Bahkan tanpa berpamitan pada semua orang. Sudah cukup Aruna berhasil menaikkan emosinya sampai batas wajar manusia hidup pagi ini. Jangan sampai dia mengamuk, jika masih tetap berada disana. Lebih baik dia pergi.

"Kok ngambek sih," ucap Aruna setelah melihat Arjuna pergi.

"Mbak kapan sih, lemotnya tidak muncul." Tanya Armaya tak habis fikir.

"Hehehe, cuma bercanda padahal. Maaf ya Ayah Bunda. Runa cuma bercanda kok. Tapi Bang Juna sudah keburu marah," ucap Aruna dengan malunya.

Dia tau jika semua orang berkumpul untuk membahas pernikahannya. Pagi tadi ibunya sudah memberitahunya. Dia sengaja pura-pura lupa untuk mengerjai Arjuna. Tapi laki-laki itu benar-benar marah sepertinya. Sensitif sekali.

Plakkk...

Sarni langsung memukul paha Aruna dengan kesal. Suka sekali membuat kegaduhan.

"Sakit Bu," keluh Aruna.

"Kapok." Sahut Sarni.

"Sudah-sudah, kalau sudah faham ayo kita bahas sekarang. Semakim cepat semakin baik." Ucap Abi menengahi.

"Iya, Bunda juga pusing kalau lihat anak Bunda yang satu itu bawaannya emosi terus. Belum lagi wajah tampannya itu jadi kelihatan jelek kalau di tekuk seperti itu terus." Sahut Utari.

"Juna tampan kan Run?" Tanya Utari pada Aruna. Aruna hanya tersenyum malu sambil mengangguk kecil.

Melihat sikap malu-malu dari Aruna, Utari hanya bisa tertawa. Dia berdoa untuk kehidupan keduanya setelah menikah nanti. Karena pada dasarnya mereka ini cocok, saling melengkapi hanya saja kurang peka dan yang satunya emosian.  Berharap semoga Aruna bisa sabar menghadapi sikap emosian Arjuna nantinya. Atau justru Arjuna yang harus sabar menghadapi sikap labil Aruna. Ahh sudahlah, semoga keduanya sama-sama sabar menghadapi sikap pasangannya kelak. Aminnnn...

"Aruna mau lamaran lagi atau tidak? Terus mau pesta pernikahan seperti apa?" Tanya Utari langsung.

"Ikut Ibu sama Bapak saja Bun. Lamaran lagi boleh, tidak juga tidak papa. Bagaimana baiknya saja."

"Kalau pesta pernikahan?"

"Tidak usah terlalu heboh Bun. Tidak usah undang banyak orang. Keluarga sama tetangga dekat saja. Bikin capek Bun, sederhana saja. Tapi mau menikah di kebun-kebun. Biar fotonya cantik. Kalau bisa setengah hari saja, biar tidak capek." Abi dan Utari mengangguk faham dengan keinginan Aruna. 

Sedangkan Asep dan Sarni tidak berkomentar apa-apa. Mereka menyerahkan sepenuhnya pada pilihan Aruna. Karena pada dasarnya ini pernikahan Aruna, apa yang membuat gadis itu bahagia maka itu sudah cukup.

"Sudah itu saja?" Tanya Utari lagi.

"Iya itu saja, selebihnya terserah saja. Runa ikut." Jawab Aruna lagi.

"Yasudah kalau begitu. Nanti biar kami yang bahas bagaimana baiknya. Sana kamu lihat Juna, jangan sampai makin ngamuk itu nanti." Ucap Utari mengusir Aruna. Lagi pula gadis itu ada di sana juga tidak berperan apapun. Yang dia lakukan hanya makan.

"Yasudah Aruna pergi ya Bun. Mau lihat Bang Juna." Pamit Aruna pada semua orang.

"Iya, sana..."

"Rotinya Runa bawa Bun." Ucap Aruna lagi lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar Arjuna.

Berharap saja, laki-laki itu mau membukakan pintu untuknya nanti.

***BERSAMBUNG***

Yogyakarta, 2 April 2023
Salam
E_PRASETYO

CINTA ARJUNA (DELETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang