Ada Apa Dengan Starla?

27 15 2
                                    

Selamat membaca

Yusra datang ke rumah Starla bersama Bu Aisyah, dengan diantarkan oleh Cakra. Mereka semua panik setelah Yusra mendengar suara rintihan Starla melalui panggilan telepon beberapa waktu lalu. Ketiganya lantas bergegas ke rumah gadis itu, sedangkan Pak Ramdan tetap tinggal di rumah seorang diri karena hari ini jadwal mengimami salat Isya dan Tarawih berjemaah di masjid.

Mereka sempat terjebak macet dan mengharuskan buka puasa di jalan. Untung saja Bu Aisyah tadi menyempatkan membungkus camilan dan makanan yang sedianya akan diberikan kepada Starla. 

Begitu sampai di halaman rumah Starla, Cakra memarkirkan mobilnya. Yusra turun dengan tergesa disusul oleh Bu Aisyah dan Cakra. Yusra bahkan berlari kecil untuk menuju pintu rumah dan mengetuknya tidak sabaran. Tidak ada sahutan, Yusra mencoba menghubungi nomor ponsel Starla.

“Assalamu’alaikum, La! Kamu di mana? Kak Rara di depan rumah kamu.” Yusra berucap buru-buru begitu teleponnya diterima oleh Starla.

“Seben-tar, Kak.” Starla menyahut masih dengan suara setengah merintih.

Berselang sekitar dua menit kemudian, pintu rumah dibuka dari dalam, menampilkan wajah pucat pasi Starla yang menyimpul senyum getir.

“Astaghfirullah ... La, kamu kenapa?” Yusra segera menyongsong tubuh lemas Starla dan memapahnya masuk kembali ke dalam rumah.

Starla didudukkan pada sofa ruang tamu. Yusra dan Bu Aisyah ikut duduk mengapitnya di kanan dan kiri, sedangkan Cakra masih senantiasa berdiri di ambang pintu. Khawatir, tetapi tahu harus menahan diri untuk tidak bertindak melewati batas.

“Kamu sakit, Nak? Sudah bukan puasa?” Bu Aisyah bertanya dengan nada cemas.

“Dek, tolong ambilin minum!” perintah Yusra.

Cakra tahu bertindak sembarangan di rumah orang tanpa izin pemilik adalah sesuatu yang lancang, tetapi ini keadaan darurat bukan?

Maka dengan segera Cakra menuju ke dapur dengan kebingungan. Dia baru sekali ini memasuki rumah Starla. Pemuda itu mana tahu di mana letak dapurnya.

Setelah sempat salah masuk ruangan, Cakra berhasil menemukan dapur dan mengambilkan segelas air minum untuk Starla. Cakra kembali menemui Starla di ruang tamu yang masih diawasi oleh Yusra dan Bu Aisyah.

Yusra menerima uluran gelas berisi ari minum dari Cakra, kemudian mendekatkannya ke bibir Starla dan membantu gadis itu untuk meminum air tersebut. Desah lega terhela setelah cairan bening membasahi kerongkongan Starla.

“Kok bisa kayak gini, sih, Nak?” Bu Aisyah menatap miris pada wajah Starla yang tanpa rona.

Senyum malu-malu terulas pada bibir pucat pasi perempuan yang masih duduk di antara Bu Aisyah dan Yusra itu.

Starla malu mengakui kalau dirinya tidak kuat menahan dahaga seharian. Kemarin malam Starla hanya sempat berbuka dengan setangkup roti lapis. Dia juga melewatkan waktu sahur karena lupa menyalakan alarm dan tidak ada yang membangunkannya. Bahkan suara azan Subuh pun tidak terdengar oleh Starla karena dia kelelahan setelah mengurus beberapa hal semalaman.

Sampai tengah hari tadi, Starla masih baik-baik saja. Dia bisa menahan diri dan tetap melanjutkan puasa. Akan tetapi, setelah salat Ashar, perut Starla keroncongan dan sepertinya dia terserang dehidrasi ringan. Starla ketiduran di atas sajadah. Atau mungkin lebih tepatnya dia pingsan.

Untung saja Starla masih bisa bangun. ‘Enggak keren banget kalau aku mati kelaparan karena lupa sahur,’ pikirnya.

“La, ke dokter, yuk!” ajak Yusra.

“Enggak perlu, Kak. Aku baik-baik aja kok. Ini kayaknya anemia aku kambuh. Minum suplemen penambah darah juga nanti sembuh kok. Aku masih ada persediaan,” timpal Starla menolak ajakan Yusra. 

“Kamu belum makan, ‘kan?” Pertanyaan Bu Aisyah sejatinya tidak memerlukan jawaban karena mereka sudah tahu keadaannya.

Starla menggeleng kecil dengan semburat rona merah yang mulai menghias pada kedua pipinya.

“Dek, tolong ambilin makanan yang tadi, ya,” pinta Bu Aisyah.

“Astaghfirullah ... Iya, lupa. Makanannya masih di mobil.” Cakra juga tadi panik.

Cakra lantas bergegas mengambil makanan di mobil dan kembali ke dalam rumah. Yusra membantu menata makanan itu. Mereka berempat lalu makan di ruang tamu. Masih ada beberapa menit sebelum waktu Magrib selesai dan berganti dengan Isya.

***

Yusra dibiarkan menginap di rumah Starla. Meskipun sempat menolak untuk ditemani, pada akhirnya Starla merasa senang Yusra memaksa tinggal di sana.

“Cuma satu malam. Besok pagi aku pulang kalau kamu udah bener-bener baikan. Aku khawatir nanti malam kamu ada apa-apa dan sendirin. Siapa yang mau bantuin?” Begitu alasan Yusra ketika Starla mengatakan dirinya baik-baik saja ditinggal sendiri.

Cakra dan Bu Aisyah sudah pulang setelah melaksanakan salat tarawih berjamaah di masjid dekat tempat tinggal Starla. Kini hanya ada Starla berdua dengan Yusra di rumah sewa itu.

“Baju aku pendek-pendek semua, Kak, enggak apa-apa?” Starla membuka lemari pakaiannya dan menawari baju ganti kepada Yusra untuk dikenakaan saat tidur.

Setelan piyama yang Starla miliki juga kebanyakan berlengan pendek.

“Santai aja. Kan sama-sama perempuan ini. Enggak apa-apa.” Yusra menyimpul senyuman.

“Ya udah. Kak Rara pilih aja yang sesuai selera.” Starla mempersilakan.

Kebetulan sekali ukuran tubuh Starla dan Yusra tidak jauh berbeda. Tinggi mereka pun hampir sama. Jadi, tidak sulit bagi Yusra menemukan satu setel piyama yang pas untuk dikenakan olehnya.

“Kakak pinjam yang ini aja, boleh?” Yusra mengambil satu piyama berwarna cokelat dengan motif beruang, meski lengannya hanya sebatas siku, tetapi bawahannya adalah celana panjang.

Menurut Yusra itu cukup nyaman.

“Iya, boleh, Kak.”

Yusra lantas berganti pakaian. Selagi menunggu Yusra melakukan itu, Starla mengecek ponsel yang seharian tadi dia abaikan. Puluhan pesan teks  dan belasan panggilan tidak terjawab dari Belinda memenuhi notifikasi ponsel Starla.

Tidak mau membuat Belinda larut dalam kekhawatiran, starla berleks menghubungi sahabatnya itu.

“Darlita Cahaya! Kamu ke mana aja, sih? Aku telepon seharian, enggak diangkat. Chat dari aku juga enggak ada yang dibalas. Aku khawatir tau!” Omelan Belinda langsung menghampiri pendengaran Starla dengan suara melengkingnya.

Starla bahkan harus menjauhkan benda pipih tersebut untuk melindungi telinga kirinya dari kemungkinan kehilangan fungsi dengar.

“Maaf .... ” Starla berucap lirih.

“Kamu kenapa? Aku enggak tenang dari tadi. Aku hampir aja beli tiket buat balik ke Jakarta besok subuh kalau sampai tengah malam ini kamu enggak ada kabar!” Suara Belinda masih terdengar nyaring.

“Aku baik-baik aja, Bel. Maaf, tadi siang hp ketinggalan.” Starla terpaksa berbohong, kalau tidak begitu, Belinda pasti akan bertambah panik.

“Kamu enggak bohongin aku, ‘kan?” Insting Belinda cukup tajam.

“Enggak.”

“Oke, lusa Nenek udah dibolehin pulang. Aku ....”

“Bel, kamu balik ke sini setelah lebaran aja. Kamu jaga nenek dulu. Aku ok, kok. Enggak usah khawatir,” sela Starla cepat.

Mereka sempat berdebat, tetapi kali ini Starla yang keluar sebagai pemenang. Belinda sepakat akan kembali setelah lebaran dan memastikan kondisi neneknya pulih.

23 Ramadan 1444 H
-Lovaerina-

Closer to You (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang