07. perhatian

1.3K 238 49
                                    


Aneh. Sori menyadari [Name] yang telat datang bulan. Biasanya di tanggal segini [Name] akan mulai marah-marah tak jelas pada dirinya. Sori sudah hafal dengan itu, makanya, ia sampai membuat jadwal datang bulan [Name]. Biar bisa siapin mental dulu sebelum dimarah-marahin gak jelas.

Sori jadi waswas, dong. Apalagi ketika ia tahu tentang omongan Glacier yang seperti itu. Rumornya sudah tersebar, tentang seberapa ampuhnya doa atau omongan dari Glacier.

"Ah, enggak lah. Masa sih?" maaf, ya, walau memang dongo dan akad nya tak jelas tapi Sori sudah paham yang seperti ini. Sudah diajarkan oleh ayah [Name] waktu itu.

Sebenarnya tak apa, sih, jika istrinya memang sedang mengandung. Namun, di sisi lain Sori tak mau. Takut nanti tak bisa jadi bayi besar [Name] lagi. Alias, nanti yang diperhatiin dedek bayinya aja. Sori nya dilupakan.

Sori kembali menutup jadwal yang berada di ponselnya. Ia letakkan ponsel itu di atas meja kamar, lalu menghampiri istrinya yang sedang asik sendiri di ruang tengah. Ah, lagi nonton sinetron azab.

Akhir-akhir ini [Name] memang suka menonton channel TV yang seperti ini, sih. Sori tak masalah, asal kelakuannya tak dibawa sampai ke real life. Nanti yang pusing Sori.

"[Name]~" dengan manyun dan tangan direntangkan, pria itu mendekat menuju pelukan istrinya, yang mana langsung disambut dengan baik olehnya. Dia menduselkan kepalanya pada leher sang istri, mendadak ingin manja-manja sebelum nanti diambil sama dedek bayi.

Kata ayah, harus banyak manja sebelum punya anak. Karena nanti akan susah untuk manja dan berduaan jika sudah punya anak.

"Kamu kenapa, sih?"

"Aku mau dimanja."

"Mendadak banget? Biasanya gak begini."

Ya gimana ya Mbak, bocah tengil kesayangan Mbak ini lagi galau, ketakutan.

"Emang gak boleh mendadak? Yaud―"

"―ih, baperan."

"[NAME]???" Makin meweklah si bocah.

Wanita itu terkekeh. Ia melirik suaminya yang sedang cemberut, merasa sebal dengan perkataannya tadi. "Bercanda, sini." ia beri akses pada suaminya agar bisa dengan leluasa memeluk dirinya.

"Kamu pikir aku tergoda? Aku lagi marah!"

"Ah, masa?"

"Hiiihh!" ujung-ujungnya, Sori tetap memeluk istrinya karena tergoda. Memang sedang ingin dimanja dia, tuh. Makanya mudah untuk digoda.

"Ututu bayii gedee."

"Aku bukan bayiii, aku udah gedee."

"Apa iya?"

"Iya!"

Duh, Sori semakin mengeratkan pelukan mereka karena sebal digoda seperti itu. Kan [Name] jadi gemas. Ia mengacak-acak rambut Sori yang tadi rapi. Sengaja. Biar si bayi gede makin sebel.

"Bayi gede marah ceritanya?"

"Iya!"

"Ututu, kenapa?"

"Soalnya [Name] nyebelin."

Untuk menggambarkan Sori sekarang, menurut [Name] cukup dengan stiker kucing marah. Karena saat ini, bagi [Name] Sori terlihat seperti kucing.

"Hehehe, maaf deh! Memangnya kenapa, sih tiba-tiba begini?"

"Enggak tau. Pengen aja."

"Bohoong."

"Enggak, tuh!"

"Hayo kenapa?"

"Iiih. Pokoknya gini dulu."

Ya sudah, karena tak mau diperpanjang oleh [Name], akhirnya wanita itu berhenti menggoda. Ia biarkan suaminya memeluk dirinya sembari menikmati elusan kepala darinya. Yang mana lama-kelamaan membuat Sori diserang kantuk karena terlalu nyaman.

Ia sudah menguap beberapa kali, mau memaksakan diri agar tidak tertidur. Tapi, kok, matanya kayak beneran lengket minta ditutup ya? Minta bobo gitu.

"Uh ... [Name], nanti kalo ada dedek bayi jangan manjain dia aja, tetep manjain aku, atau nanti aku sedih...."

Hanya ucapan tak sadarkan Sori, sebelum menuju ke alam mimpi.

――BESTIE。

Oh, tidak.

Benda mengerikan bagi Sori itu sedang dipegang oleh [Name] sekarang. Oh, sudah dipakai, ini [Name] baru akan memberitahu hasilnya.

Setelah tak datang bulan cukup lama, dan [Name] terus-menerus merasa mual, akhirnya dengan keberanian yang ada Sori membeli benda mengerikan itu untuk [Name].

"Gimana....?"

"Dua garis...."

Kalau ini sinetron, pasti ada backsound, terus muka kaget Sori bakal diperbesar tiap detik.

"Astagfirullah."

"Alhamdulillah."

Allahuakbar, kalian kenapa gak kompak banget, sih.

"Loh, kok kamu malah gitu?"

"Hah, aku kenapa?"

"Kamu gak seneng, Sor?"

"Seneng, kok."

"Kok gak meyakinkan banget mukanya?"

"Mukaku memangnya kenapa?"

"Kayak ada rasa kecewa gitu."

"Emang mukaku ada rasanya?"

"Sori!"

Aduh, jika yang lain kesenangan. Sori dan [Name] malah ribut. Ah, gak kebayang gimana anak mereka nanti. Bakal sesabar apa ngadepin mereka berdua.

"Kamu beneran seneng?" [Name] gak yakin. Muka Sori kayak mau nangis soalnya. Tapi bukan nangis haru.

"Seneng, kok! Cuma...."

"Cuma apa?"

"Gak ah, nanti diketawain."

Haish, mau [Name] pukul, deh. Tapi nanti dia ngadu ke bunda. Kan [Name] harus jaim walau tak berguna karena semua anggota keluarga sudah tau sifat aslinya.

"Kenapa, sih?"

"... Itu."

"Mana ku tau itu-itu."

"Ituuu looh! Nanti kalo misal ada dedek bayi terus [Name] perhatiin dia terus gimana? Aku kan juga mau terus diperhatiin."

"... Hah."

"Mau diperhatiin."

"...."

"... Kok diem, sih."

"Enggak apa. Lucu aja, sih. Tapi bingung mau ketawa atau mau nangis."

"TUHKAN [NAME]!"

"HAHAHAHA, HABISNYA KAMU LUCU BANGET ALASANNYA WKWKWKWK YA KALI AKU LUPA SUAMI???"

"Kan bisa aja!"

_______

Manjur banget ya. Ampuh gitu mulut glacier. Untung glacier anak baik-baik, jadi omongan yang baik juga yang sering jadi rill.

Iya, harusnya aku up kemarin, tapi aku asik mabar sampe jam setengah dua belas WKWKKWKW (((mulai gak tau waktu karena libur)))

InsyaaAllah aku benerin lagi deh jadwal ku, ini aku udah bablas banget soalnya.

See u nanti!

bestie; b. sori [√]Where stories live. Discover now