akhir

1.4K 193 138
                                    


Ting tong!

"Sebentar!"

Sang pemilik rumah segera meninggalkan aktifitasnya begitu bel berbunyi. Dirinya menuju ke arah pintu depan rumah untuk menyambut sang tamu. Kebetulan di sini hanya ada dia dan empat anak kembarnya. Si suami sudah berangkat bekerja setengah jam yang lalu.

"Halo, Tante."

"Eh ... Aidan. Mau jemput Chier, ya?"

Bunda dari empat anak gadis ini sudah tahu, kemarin anak ketiganya; Chierra, dengan takut-takut datang ke kamarnya hanya untuk meminta izin. Katanya, hari ini ia akan jalan dengan salah satu sepupu laki-lakinya.

Ternyata Aidan, toh.

"Iya, Tante." Aidan ini tak banyak basa-basi, tipe laki-laki yang to the point aja. Beda sama orang tuanya. Yang kalau ngomong pasti muter-muter dulu.

"Sini, masuk dulu saja. Chierra pasti masih di kamarnya. Maaf rumah Tante kurang rapi."

Walau gerakannya masih agak kaku seperti robot, setidaknya ada perkembangan dalam berkomunikasi. Dia dengan kaku membuka pintu lebih lebar lagi, mempersilahkan Aidan untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Iya, Tante. Om Ciel sudah berangkat?"

"Sudah. Tadi pagi sekitar jam enam dia sudah berangkat. Oh iya, kalian mau ke mana? Anak Tante jangan dibawa jauh-jauh, Ayii." sembari menjawab pertanyaan yang diberikan Aidan, tangan wanita itu bergerak untuk menyiapkan minuman juga makanan ringan yang ada.

"Enggak jauh kok, Tan. Cuma ke kafe yang baru buka minggu lalu. Katanya Chier mau ke sana tapi enggak ada temen. Ya sudah, saya ajuin diri aja, Tan."

"Loh, padahal biasanya kalo enggak ada temen pasti ngajak Kakaknya atau Lucy."

Aduh, Tante kok enggak peka sih? Anaknya lagi nyoba caper namanya, Tan.

Tak lama, seorang perempuan dengan setelan piyama ditambah muka baru bangun tidur datang di hadapan mereka. Sedikit terkejut dirinya ketika mendapati sosok laki-laki tak diundang di rumah ini.

"Hah buset, ngapain lo nyet?"

"Baru bangun tidur lo, bi?"

"By? Baby maksud lo, Dit? Aww."

"Bukan, Babi."

"Monyeet."

Zwei―ah, lebih dikenal sebagai Jojo; anak kedua dari empat bersaudara ini, mengukir raut sebal pada wajahnya. Baru bangun sudah dibikin emosi, aduh.

"Nah, kebetulan Jo udah bangun. Bunda tinggal jemur dulu, ya? Ayii sama Jo dulu."

Ogah banget sebenarnya. Tapi kalau istrinya om Ciel yang ngomong gitu, Aidan cuma bisa iya aja. Harus keliatan tampang anak baik walau sebenarnya jeleknya dia udah banyak yang tau.

Setelahnya, keduanya ditinggal begitu saja oleh sang tante.

"Rapi banget, mau ajak jalan siapa lo? Kakak gue? Adek gue? Yang mana euy."

"Adek lo."

"Siapa? Adek gue dua."

"Inisial C."

"Oh. Masih dandan. Emang lama banget kalo dandan. Terus juga ATAS DASAR APA LO JALAN SAMA ADEK GUEEE ANJIRR???"

"Gue diajak??"

"Lo diajak atau lo yang NGAJAKIN dia."

"Ya emang kenapa si? Gak seneng?"

"IYAA LAH ANJIRR, bulan lalu lo jalan sama Kak Kristal, terus dua minggu lalu sama Lucy, HARI INI SAMA CHIERRA YANG BENER AJE LO. GUE KAPAN??"

"Lah, lo-nya aja mageran gitu. Kemarin gue ajak jalan nolak, katanya mager. Salah siapa?"

bestie; b. sori [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang