35. Retak yang Pertama

34 5 3
                                    

Elise terbangun keesokan harinya. Sejenak ia mengedipkan mata, lalu memandangi sekeliling. Ia menutup matanya lagi, lalu membukanya perlahan. Berharap dunia di sekitarnya akan berubah. Sayangnya, harapan itu pupus. Langit-langit, dinding, dan cerminnya tetap sama. Ia masih ada di Château le Comte.

"Kenapa aku masih ada di sini? Padahal aku sudah melakukan banyak cara untuk kembali. Bahkan aku berhasil mengubah takdir Nona Manette. Kenapa aku tidak bisa bebas dari semua ini?"

Elise menekan kepalanya. Apa yang salah? Apa yang ia lewati tanpa sengaja? Padahal ia sudah berusaha keras untuk memahami teka-teki dalam mimpi. Ia menulis setiap detail mimpi itu, menyusun setiap kejadiannya, dan berusaha keras untuk membelokkan nasibnya di sini. Namun, mengapa semuanya sia-sia?

Sampai kapan aku harus terjebak di sini? Aku lelah harus terus menjadi orang lain. Aku lelah harus bertahan hidup dengan keterbatasan di sini. Aku mau pulang. Bagaimana papa dan mama di sana? Bagaimana dengan diriku di sana? Apa ada Elise lain yang menggantikan aku? Apakah tubuhku ditemukan? Apakah aku sudah dianggap tewas?

Elise mengepalkan tangan dan memukul tempat tidurnya berkali-kali. Berusaha melampiaskan semua kekesalannya, keputusasaannya, dan ketidakberdayaan dirinya atas semua ini.

Apa yang menjadi penghalangku untuk pulang?

Elise kembali berpikir keras. Pasti ada sesuatu. Apa misinya belum selesai? Apa ada hal lain yang harus ia bereskan, tapi apa?

Mungkinkah ini berkaitan dengan Olivier? Apa karena semalam dia sangat berduka dan aku memeluknya? Kalau aku tidak melakukan itu, apa segalanya bisa berubah?

Elise menggeleng cepat.

Tidak mungkin. Penghalang terbesarku hanya marquess dan Nicholas. Mereka yang membuatku dihukum mati. Apa aku masih harus melakukan sesuatu kepada Nicholas supaya aku bisa bebas?

Elise sibuk menebak-nebak. Namun, semuanya buntu. Gadis itu sadar bahwa ia hanya sibuk mencari pengalihan. Ia hanya ingin menutupi ketakutannya bahwa penghalang sebenarnya adalah keberadaan Olivier. Pemuda itu adalah orang terakhir yang ia temui. Sosok yang hadir bersama jutaan emosi. Sosok yang membuat Elise larut bersamanya hingga berbagi pelukan hangat di bawah bintang-bintang.

Tidak, aku tak mau punya hubungan dekat dengan siapa pun di sini. Dia cuma aset berharga karena bisa mengajariku bahasa Breton, bahasa yang digunakan orang-orang di sini. Dia cuma teman sementara karena aku dimusuhi oleh Nicholas dan Brigitte. Dia bukan siapa-siapa bagiku.

Gadis itu tak ingin makin terikat dengan kehadiran Olivier ataupun orang-orang di Château le Comte. Untuk apa ia memiliki hubungan jika orang-orang di masa ini? Mereka hanyalah orang-orang dalam kehidupan Elise Manette, bukan Elise de Lambert. Olivier adalah pasangan Nona Manette. Jadi, seharusnya ia tak perlu mengharapkan apa pun.

Pelukan spontan untuk Olivier semalam hanya sebuah kesalahan. Sebentuk kepedulian untuk sesama manusia. Bukan perhatian untuk seseorang yang berharga. Mereka lahir dalam jarak tiga abad. Elise tak bisa memahami pemikiran Olivier. Ia hanya memaksakan diri untuk mengiakan dalam setiap perbincangan agar terlihat "normal." Dunia mereka berbeda, sejauh bumi dan langit. Apa yang bisa diharapkan dari ketidakmungkinan itu?

"Olivier, kenapa kau membuat keadaanku jadi makin sulit?"

***

Di sisi lain, Olivier dan Jacques duduk bersama di kedai minum. Dulu mereka duduk bertiga bersama Gilbert. Namun, kini semuanya berbeda.

"Bagaimana kabar Paman Antoine? Kau sudah menerima surat balasan, kan?" tanya Jacques.

"Kata Bibi Therese, dia masih berduka. Bahkan dia minta cuti karena belum siap bekerja lagi."

La Vie en Rose (Revisi)Where stories live. Discover now