Chapter 16 : Jatuh Suka

285 33 3
                                    

POKOK bahasan untuk pelantikan sudah tercantum dengan jelas, menyelesaikan notula rapat hari ini, Razka dengan segera menyusul Bagas dan calon anggota Rohis lain yang sudah berada di Masjid sejak tiga puluh menit yang lalu.

Akibat tidak membawa laptop, Razka mencari satpam untuk meminta kunci lab komputer sebelum mengerjakan. Pemuda itu mengerjakan seorang diri karena enggan sibuk di malam hari.

Mengerjakan kewajiban walau tanpa berjamaah, Razka menatap jam yang sudah menampilkan pukul empat sore. Itu artinya, minggu ini Razka menghabiskan waktu di luar rumah dengan kegiatan baru.

Meskipun hubungan keluarganya tidak baik, Razka selalu menghabiskan waktu di rumah jika tidak ada kegiatan seperti futsal atau kumpul bersama teman-teman. Sekadar tidur walau tidak keluar kamar sama sekali.

"Ka!"

Menoleh saat Bagas memanggilnya, Razka segera menghampiri Bagas yang masih terduduk di teras masjid. Pemuda itu lantas memakai sepatu sambil menyahut Bagas dengan malas.

"Muka lo kenapa, sih, dari tadi kelihatan cemberut mulu?" tanya Bagas, mengernyit. Lalu memukul pelan bahu Razka. "Ada masalah?"

"Enggak." Razka menggeleng.

Mendengarnya, Bagas mendelik. Tumben sekali wajah Razka terlihat sangat masam dan lebih banyak diam. Sebenarnya, Razka adalah manusia yang mempunyai tatapan tajam walau matanya kecil, manusia ramah yang jika sekali tidak suka, bisa berbicara tanpa melihat siapa di depannya. Maka dari itu, diamnya seorang Razka mudah ditebak oleh Bagas, mungkin saja ada yang tengah Razka tidak suka.

"Razka,"

Belum sempat bangkit, Razka dan Bagas menoleh ke sumber suara. Kedua pemuda itu menemukan gadis bergamis biru tua yang baru saja memanggil nama Razka dengan suara lembut.

"Kenapa?" tanya Razka, datar. Menatap Sheila tanpa senyum sedikit pun.

Menyodorkan sebotol air mineral yang sempat ia beli, Sheila memasang wajah datar pula.

"Sebagai ucapan terima kasih tadi, kamu belum minum, kan?" tanya Sheila, berhasil membuat Razka terdiam.

Sedangkan, Bagas yang tidak tahu apa-apa hanya mampu menatap mereka berdua. Pemuda itu bahkan mati-matian memperhatikan mimik wajah keduanya yang sama-sama terlihat menyebalkan.

"Thanks, ya." Razka menerima minuman tersebut.

Mengangguk, Sheila kemudian mengalihkan pandang. "Saya pulang dulu, terima kasih sekali lagi."

"Shei." Razka menahan Sheila, pemuda itu menatap Sheila diposisi duduknya. "Lo tadi beneran berangkat bareng Abhizar?"

"Iya." Sheila mengangguk, jujur. "Saya pamit, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Menatap kepergian Sheila yang begitu polos menjawabnya, Razka mendengus. Pemuda itu menyimpan botol mineral yang Sheila beri dengan keras, membuat Bagas memejamkan mata sesaat sebelum menahan agar tidak tertawa. Sungguh, wajah Razka terlihat sangat menggambarkan apa yang dia rasa.

Jealous.

Apa harus Razka merasakan hal yang tidak ia suka seperti ini pada Sheila? Bahkan, sampai ketidaksukaan itu terlihat jelas.

"Gue gak yakin kalau lo jawab pertanyaan gue dengan jawaban enggak." Bagas terkekeh. Kemudian, menoleh pada Razka yang masih sibuk memakai sepatu.

"Lo suka Sheila, kan?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Razka langsung terdiam. Tak berselang lama, Razka mendengus. "Kira-kira kalau ngomong," balasnya, malas.

SHEIRAZ PLANWhere stories live. Discover now