Chapter 32 : Rameesha Akbar Adhimana

262 34 3
                                    

SATU dari banyak kebiasaan yang Sheila dan Ghaazi tanamkan adalah tentang pergantian tugas setiap harinya. Jika hari ini Ghaazi memasak, itu artinya Sheila harus membersihkan rumah. Hari ini, karena tugas Sheila membersihkan rumah, gadis itu sedikit cepat mengerjakan semuanya karena subuh tadi ia tidak melakukan apa pun karena sedang berhalangan.

Sebenarnya, Yazid pernah menawarkan agar ada yang membantu sekadar membersihkan atau memasak pada siang hari. Namun, Ghaazi menolak tawaran itu karena Abangnya sanggup untuk mengurus segala hal. Akhirnya, setelah Sheila remaja, ia belajar untuk bisa membantu Ghaazi dalam mengerjakan urusan rumah tangga.

Biasanya, pagi hari di meja makan akan ada obrolan seputar Kajian subuh yang Abi atau Abangnya datangi. Namun, hari ini, obrolan itu tersenyapkan oleh topik pertanyaan dari Ghaazi terhadap Sheila tentang malam tadi.

"Terus kamu baru tahu kalau Razka itu kakaknya?" tanya Ghaazi, membuat Sheila mengangguk.

"Ya, gitu, deh. Aku heran juga, tapi ini privasi mereka," jawab Sheila, kembali menyuapkan sesendok nasi goreng.

"Rahasia anak orang kaya beda, ya." Ghaazi menggelengkan kepala.

"Terus gimana keadaan Rameesha?" tanya Yazid, pria itu telah mengetahui nama adik Razka karena Sheila sudah menjelaskan semuanya tanpa ada yang terlewat.

Sheila menggeleng. "Kemarin lukanya banyak dan cukup parah. Untuk saat ini Shei enggak tahu gimana keadaannya,"

"Semoga saja lekas sembuh dan tidak trauma, kamu harus hati-hati, nak. Zaman sekarang, kita tidak boleh lengah," ucap Yazid. Lantas, meneguk setengah air.

"Kamu gak boleh fokus terhadap ponsel atau apapun di tempat umum. Karena barang seperti itu sering kali jadi target. Meskipun kita yakin akan lindungan Allah, kita juga harus berupaya melindungi diri sendiri," sambung Ghaazi, mengingatkan. Membuat Sheila mengangguk patuh.

"Sekarang Shei mau izin ke Abi dan Abang," ucap Sheila, menyimpan sendok dengan rapi. Sedangkan, Ghaazi dan Yazid menatap Sheila.

"Shei izin untuk ikut jadi relawan ke Panti Asuhan minggu besok sama tim sekolah. Masih sekitaran kota Jaksel, kok. Gak papa, ya?" ucap Sheila, menangkup kedua tangan.

"Kalau kamu siap, Abi izinkan," balas Yazid. "Ketua pelaksana masih Pak Gino?" tanya Yazid lagi.

"Abi tahu?" tanya Sheila.

"Tahun ke tahun Pak Gino memang selalu menjadi ketua pelaksana tim sekolah. Abi sesekali bertegur sapa saat mengambil rapor kamu," jawab Yazid.

"Kalau kamu ikut, kamu yakin sudah aman dengan jarak yang tertempuh? Aman untuk tempat perempuan dan laki-laki?" tanya Ghaazi.

Sheila mengangguk. "InsyaAllah aman. Tempat kaum hawa dan adam memang terpisah, Bang."

"Alhamdulilah kalau begitu, abang izinkan." balas Ghaazi cepat, membuat senyum Sheila merekah.

"Terima kasih banyak, Abi, Abang." katanya, senang.

Sedangkan, Yazid tersenyum melihat binar bahagia dari putra putrinya. Pria itu sedikit menghela napas dengan apa yang sudah Sheila hadapi. Kelak, Sheila belajar banyak hal terhadap apa yang sudah ia hadapi. Salah satunya mungkin bagaimana cara Allah membagi kadar ujian dari hidup hamba-Nya.

Seperti yang ia dapatkan kemarin, tentang keluarga Razka.

________

RAZKA tidak sempat pulang, untung saja Pak Jahar, supir pribadi keluarga membawakan baju ganti. Pemuda yang kini mengenakan baju koko itu menatap interaksi antara Rameesha dan Ahza sedari tadi. Menyimpan nasi uduk yang ia beli tak jauh dari Rumah Sakit sesuai pesanan Ahza, Razka membiarkan Papa serta adiknya mengobrol riang dengan mencoba untuk memejamkan mata.

SHEIRAZ PLANWhere stories live. Discover now