Chapter 25 : Secret Admirer

248 34 2
                                    

"Dan ternyata kita memang harus menaruh pengharapan itu pada doa. Karena dalam mengharapkan sesuatu pada hambanya, akan selalu ada ketakutan dan kekhawatiran dengan takdir yang terjadi."

- Atharazka Rayyan Ahza.

______________



PERATURAN PERTAMA, saya gak menerima tugas jika tidak lengkap sesuai jumlah murid di kelas.

PERATURAN KEDUA, saya beri waktu satu jam dari deadline yang telah saya tentukan.

PERATURAN KETIGA, patuhi nomor satu dan dua.

MENGHELA napas dan segera mematikan ponsel setelah membaca peraturan yang di kirimkan oleh Pak Damar, Sheila mengelus wajah pelan. Gadis itu lantas berjalan lesu di koridor dasar sembari memegang jasnya yang tidak ia pakai. Hari ini, Sheila sedikit berangkat siang karena Ghaazi mengantar dulu Abi menuju Bandara, Yazid ada dinas yang mengharuskannya menyelesaikan pekerjaan kantor untuk dua hari ke depan.

Akibat kemarin Sheila yang meminta waktu untuk mengumpulkan tugas secara lengkap, Sheila melebihi waktu yang selalu Pak Damar peringatkan. Pak Damar memang salah satu guru killer bagi jurusan Manajemen, katanya untuk apa masuk Manajemen jika dalam memanaje waktu saja tidak bisa. Itulah kata-kata yang selalu Pak Damar ucapkan di kelas. Padahal, kemarin Sheila hanya menunggu tugas dari ketuanya, yaitu Razka.

Menghentikan langkah karena melihat sesuatu yang sedikit familiar, Sheila menoleh dan menatap mading. Gadis itu segera mendekat seraya membaca poster baru yang menampilkan materi dari Rohis.

Tim Bestari melakukan tugas dengan cepat.

Baru saja membaca beberapa, tangan Sheila sontak menahan poster yang akan terjatuh. Namun, bersamaan dengan itu, Sheila hampir bersentuhan dengan tangan lain yang juga menahan poster itu agar tidak terjatuh mengenai lantai. Segera menoleh, Sheila menunduk saat mendapati Abhizar berada di sampingnya.

"Biar saya aja," ucap Abhizar, membuat Sheila melepas tahanan tangannya pada mading.

Tersenyum, Abhizar kemudian merekatkan kembali kertas tersebut dengan cara menekan dengan kuat pada permukaan kertas. Lantas, pemuda itu menatap poster terbaru yang menjadi penyebab mengapa ia menghentikan langkah.

"Materinya menarik, kamu yang tulis?" tanya Abhizar, menoleh.

Sheila menggeleng. "Itu materi dari Razea. Oh, ya. Inisial nama kami ada di pojok kiri bawah selama pemberian materi."

Sedikit terpaku dengan apa yang Sheila katakan, Abhizar baru sadar saat menajamkan penglihatan untuk melihat inisial yang membuat materi. Abhizar kemudian mengangguk.

Tersenyum tipis, Sheila mengalihkan pandang. "Mau ke ruang penyiaran?" tanya Sheila, membuat Abhizar tersenyum.

"Iya, tugas ngaji saya hari ini," jawab Abhizar, lalu melihat jam tangan. "Kalau gitu, saya duluan, ya. Semangat untuk program kerjanya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Sheila merunduk sopan. Gadis itu segera berjalan menuju kelas saat Abhizar telah berpamitan. Namun, baru saja memasuki kelas, suasana kelas pagi ini sudah sangat berisik bahkan terdengar hingga keluar.

Mengucap salam dan segera duduk di mejanya, Sheila menatap Chessy yang tengah beragumen dengan Razka serta teman cowok lainnya.

"Coklatnya Kakak, beli satu gratis aku."

Mendengar ucapan Bagas barusan, semua murid perempuan tertawa. Pemuda itu tengah berjualan coklat dan berdiri tepat di depan loker Razka. Di mana coklat tersebut memang Razka simpan setelah laci mejanya penuh, namun kini setelah surat-surat yang berhamburan keluar dari loker, teman-temannya mengetahui dan akhirnya terjadilah hal ini. Bagas dan Hazmi dengan senang mengajak teman-temannya untuk membeli.

SHEIRAZ PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang