Rintik ke duapuluh lima

2.8K 308 9
                                    

Anw ini Hujan ya ges, ganti cast dia haha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anw ini Hujan ya ges, ganti cast dia haha. Soalnya aku lagi suka Karina.

Sip, langsung aja ya, lesgoo!!

***

Sudah sebulan ini Langit memperhatikan Hujan, setiap melihat Hujan berada dalam radarnya. Lelaki itu akan memfokuskan atensi nya pada Hujan. Meski yang dilakukannya hanya memperhatikan gadis itu dari jauh.

Langit cukup terpukau dengan perubahan Hujan saat ini, gadis itu terlihat semakin ceria, pintar dan sepertinya Hujan sudah mempunyai banyak teman sekarang.

Dalam sebulan, banyak hal yang telah berubah. Hubungan Langit dan Pelangi yang telah diketahui oleh keluarga mereka. Meski, hingga saat ini, Ambar masih kukuh menolak hubungannya dengan Pelangi. Menurut wanita itu, hanya Hujan yang paling pantas untuk mendampingi anaknya.

Langit memperhatikan Hujan yang tengah duduk dengan East dan Ocean.  Entah apa yang mereka bicarakan, namun gadis itu tengah tertawa sementara East terlihat kesal dengan tawa Ocean dan Hujan.

"Kakak, liatin apa?" suara Pelangi mengalihkan perhatian Langit, membuat laki-laki itu tersenyum kearah kekasihnya.

"Gak liatin apa-apa, kenapa ga dihabisin makanannya?" tanya pemuda itu lembut.

Pelangi menghembuskan nafasnya sedih, tangannya mengaduk pelan makanan dihadapannya.

"Kak Hujan belum balik rumah kak, Mama sedih banget," suara Pelangi terdengar sendu.

Langit merangkul bahu pacarnya, "Mungkin dia pengen mandiri," jawab Langit mencoba menenangkan Pelangi.

"Tapi gak kabur dari rumah juga kak, orang-orang rumah pada khawatir. Aku gatau kak Hujan tinggal dimana, meskipun papa marah ga seharusnya kak Hujan kabur gitu aja," jawab Pelangi, gadis itu bahkan mulai terisak. Membuat Langit segera memeluk bahunya.

"Aku udah pernah bicara sama dia, tapi anaknya gamau," Langit menceritakan pembicaraannya dengan Hujan.

"Aku juga bingung, kenapa kak Hujan gamau nurutin Papa. Padahal papa sayang banget sama kak Hujan, aku sama mama juga," Pelangi yang sedih membuat Langit iba.

"Yaudah, nanti coba aku omongin sama dia,"

"Makasih kak! kakak jangan kasar-kasar sama kak Hujan ya. pasti berat buat dia, kehilangan kakak," Pelangi menyandarkan kepalanya pada Langit, lantas memeluk lengan sang kekasih.

"iya," jawab Langit dengan lembut. Matanya sesekali tertuju kearah meja Hujan dan temannya.

Hatinya sedikit geram, melihat Hujan yang bodo amat pada kehadirannya. Biasanya gadis itu akan mengamuk apabila melihat kemesraannya dengan Pelangi. Sekarang, jangankan mengamuk. Peduli saja tidak. 

***

"Lo ga cemburu liat adek lo sama mantan tunangan lo?" Ocean bertanya pada Hujan, matanya sesekali melirik ke arah bangku Langit yang tak jauh dari posisi mereka.

"Enggak," Hujan menyahut, atensinya berfokus pada bakso di tangannya.

"Masa? itu mesra banget. Mana Langitnya liat kesini mulu dari tadi," Ocean kembali bertanya membuat Hujan mendecakan lidahnya.

"Liatin mereka gabikin gue kenyang, mending gue fokus makan. Bikin perut gue sentosa" jawab gadis itu enteng, mendapatkan tatapan tidak percaya dari Ocean. Pasalnya, gadis itu merasa sangsi jika Hujan mampu move on dari pujaan hati yang ia gilai bertahun-tahun.

"Udalah Cean, lagian lo harusnya seneng. Hujan gak peduli lagi sama Langit. Kan lo tau sendiri, Hujan ngebully orang karena cemburu sama cewek yang deket sama Langit," East menambahkan. Heran dengan sikap Ocean.

"Ga gitu East, itu si Langit liat kesini mulu. Kayanya dia demen sama Hujan," Ocean menjawab sembari melihat kearah Hujan yang tengah menambahkan sambal pada kuah baksonya yang telah merah.

"Gausah ngawur, kalo cewe didunia tinggal Hujan. Si Langit juga ogah sama nih bocah," jawab East sembari menusuk lengan Hujan dengan sedotan miliknya.

"Lah iya, bener juga. Mana ada yang mau sama mantan nenek lampir," canda Ocean. Membuat keduanya tertawa.

"Sialan lo pada!" Hujan mendelik, membuat tawa East dan Ocean semakin keras.

Hal itu tidak luput dari perhatian Langit, laki-laki itu sedikit terpana. Hujan terlihat begitu cantik, dengan seragam olahraga dan rambut yang digelung asal. Membuat beberapa anak rambutnya tidak terkuncir dengan rapi.

Laki-laki itu bahkan mengabaikan keberadaan Pelangi yang kini memeluk lengannya sembari bercerita tentang liburan keluarganya tahun lalu.

Laki-laki itu bahkan tidak sadar, bahwa degup nya kembali muncul. Meski tidak sekeras itu. Degup yang tidak seharusnya muncul, ketika ia telah memiliki kekasih sesempurna Pelangi. Dan hubungannya dengan Hujan pun telah berakhir lama.

"Punya gue bro," Sebegitu fokusnya memandangi Hujan, hingga membuat Langit tidak menyadari bahwa ada seseorang yang membisikinya.

Langit terkesiap, mengusap wajahnya.  matanya memandang kearah Bumi, memandang laki-laki itu tajam.

"Jangan diliatin nanti naksir," Bumi berdiri menjulang didepan Langit. Memblokade penglihatan Langit pada Hujan.

"Kak Bumi ngapain disini?" Pelangi memandang heran pada Bumi, meski begitu ia berusaha ramah pada lelaki itu.

Bumi mengacuhkan gadis itu, membuat Pelangi menipiskan bibirnya. Diam-diam sebal dengan sikap Bumi. Meski begitu, ia berusaha menampakan wajah ramahnya.

"Bukan urusan lo," Langit menjawab, tatapannya menghunus tajam kearah Bumi yang saat ini terkekeh.

"Chill, gue cuman mau ingetin. Apa yang udah lo lepas. Jangan coba lo raih lagi," ucapan Bumi membuat dada Langit panas. Meski begitu, Langit mencoba bersikap tenang. Enggan terprovokasi oleh Bumi.

"Lo terlalu sok tau, Bumi."

"Gue cowok, dan gue bisa menilai dengan jelas arti tatapan lo barusan. Jangan jilat ludah sendiri, karena Hujan terlalu berharga buat lo buang dan mau lo ambil lagi."

Jawaban Bumi sukses membungkam bibir Langit. Menyadarkan laki-laki itu akan posisinya saat ini.

***

Pendek ya hehehe, part selanjutnya aku akan jelasin apa aja yang terjadi sama Hujan selama satu bulan belakang hehee.

Cerita HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang