Debu

64 11 1
                                    

Sampai waktu ini tak ada yang berubah di ruangan ini, kita membangun kehangatan bersama dan menerka-nerka menikmatinya bersamaan, aku dan diary yang terlipat disudut ruangan ini".
- Mei, 1998.

"Dia seperti diksi, membangun kembali ejaan kata yang tepat dengan larik menenangkan, seharusnya penyuka tak boleh tertidur sampai cerita ini selesai", gumam Baskara sambil melipat kertas yang ia tulis di lembaran akhir diary Amita.

Tak berselang lama, terdengar langkahan tapak kaki ke arah Baskara.
"Tuk, tuk, tuk",
"Seharusnya kau pulang", sahutan Bu Ratri memanggilnya dari belakang sambil meraba dinding untuk mematikan saklar.

"Seharusnya kau pulang (ucapnya sekali lagi), hari sudah petang kau bisa kembali ke sini esok hari lagi", timpalnya sembari berjalan dengan menutup jendela putih berdebu itu.

"Kuharap seseorang tidak mengotori tempat ini kecuali debu yang ada di jendela", sahut Baskara dengan suara ketus.

"Debu ini adalah dirinya, dia suka menatap langit walau langit tak bisa melukiskan perasaannya", katanya.

Seketika setelah ucapannya berakhir, pemuda itu hanya memutar balik badan dan berjalan dengan sesekali mengusap air yang menetes pada kelopak matanya.

Jendela 1998Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang