Chapter 4 : Makna Bahagia.

70 9 0
                                    

Sebelum mengetuk pintu rumah Tuan Forger, aku menyiapkan diriku terlebih dahulu agar lebih siap menjalani hari ini bersama Anya. Ku tekan bel rumah nomor 23A ini lalu ku ketuk pintunya. "Sebentar!" teriak Tuan Forger. Tak beberapa lama kemudian, Tuan Forger membukakan pintu rumahnya dan menyambutku. "Selamat datang, Nona Briar. Silakan masuk, putri saya udah nungguin anda dari tadi" sambutnya.

Aku tertawa kecil dan masuk ke dalam rumah Tuan Forger, rumah ini terlihat sangat nyaman. Semuanya terlihat minimalis namun tetap memberikan kesan megah dan mahal. Terlihat, Anya tengah duduk di ruang makan seraya membaca sebuah buku. Aku pun menghampirinya dan menyapanya.

"Selamat pagi, Anya. Lagi baca buku apa?" Ia menoleh ke arah ku dan berlari memelukku. Ku balas pelukannya seraya mengusap-usap rambutnya. Tangannya yang mungil menuntunku untuk duduk di hadapannya seperti saat ini. Anya berkata, "Ibu peri, Anya udah siapin makanan-makanan ini khusus buat Ibu peri! Biar Ibu peri gak ngerasa bosen pas ngajarin Anya nanti".

Tuan Forger menghampiri kami berdua dan menimpal, "Haha, sebenernya itu kan buatan Ayah. Anya cuma bantu ngaduk adonannya aja". Anya menggembungkan kedua pipinya sembari menunjukkan ekspresi kesalnya. "Ayah padahal diem aja, Anya malu jadinya di depan Ibu peri" ujarnya.

"Oh iya, kebetulan hari ini saya pulangnya jam enam sore. Apa Nona Forger bersedia menemani Anya sampe saya pulang? Nanti saya kasih lebih bayarannya" Aku menoleh ke arah Tuan Forger dengan tatapan yang bingung. Ku rasa sepertinya ia sangat sibuk hari ini. Aku pun menjawab, "Boleh, saya gak masalah harus jagain Anya".

Ia lalu tersenyum lega ke arahku. "Anya janji ya sama Ayah kalo Anya gak boleh bandel sama Ibu peri" Tuan Forger mengulurkan jari kelingkingnya kepada Anya, anak itu lalu menautkan jari kelingkingnya dan mengangguk mengerti. Tuan Forger kemudian berpamitan kepada kami berdua dan pergi begitu saja.

"Hari ini kita belajar matematika dulu, ya. Coba sini liat hasil latihan soal kemarin sama Ayah" ujarku. Anya lalu mengambil sebuah kertas dan memberikannya padaku. Ku amati satu per satu rumus dan hasil jawaban yang ditulis oleh Anya. Sepertinya kini aku paham kesulitan dia. Ku raih buku matematika miliknya dan mencari halaman yang ku tuju.

Setelah menemukan halaman tersebut, aku pun mulai menjelaskan bagaimana cara paling cepat dan efektif. Sesekali, aku melihat ke arahnya yang nampak serius dan aktif bertanya. Dia benar-benar berusaha keras sekali, meskipun aku tahu bahwa ia sangat membenci hal apapun mengenai belajar.

"Anya sekarang udah paham?"

"Anya udah paham banget sekarang"

Aku tersenyum puas mendengar jawabannya. Ku pinjam buku tulisnya dan menuliskan lima soal latihan yang akan ku uji padanya dengan waktu yang akan ku tentukan. Aku berkata, "Kalo Anya berhasil ngerjain dengan benar apalagi tepat waktu, Ibu punya hadiah kecil buat Anya". Anak itu kini menatapku dengan semangat, ia lalu mengambil buku tulisnya dan mulai mengerjakan soal latihan dariku.

Ku perhatikan pasir yang terus berjatuhan dari hourglass milikku, sengaja ku bawa paling kecil dengan durasi waktu lima menit. "Anak ini... Aku percaya, ia memiliki potensi besar untuk lulus ke Eden Academy. Bahkan sepertinya, aku percaya bahwa ia bisa menjadi Imperial Scholars suatu saat nanti" batinku.

"Ibu peri! Anya udah selesai!" Aku bertepuk tangan dan mengusap kepala Anya dengan lembut, ia bahkan tak perlu menunggu selama lima menit untuk menyelesaikan latihan soalnya. Ku baca satu per satu jawabannya dengan penuh hati-hati, memastikan apakah ia mengerjakannya dengan benar atau salah. Setelah membaca semua jawabannya, sesuai harapanku semuanya terlihat berjalan dengan baik. Jawaban Anya benar, ia benar-benar menerapkan metode menghitungku yang mampu membuatnya mengerjakan dengan cepat, benar, dan teliti.

Bunda. ¦¦ Anya Forger.Where stories live. Discover now