Mimpi.

5 2 0
                                    

Bima datang ke makam almarhumah Saskia setelah seminggu istrinya itu meninggal. Bima sendirian datang. Setelah membaca Yasin ia menaburkan bunga di atas makam istrinya itu. Padahal hari menunjukan hampir isya, lelaki itu malah berbuka puasa di dekat makam istrinya.

"Assalamualaikum sayang," ucap Bima lembut mengusap nisan bertuliskan Saskia Armoerda.

Bima mencium nisan tersebut hingga tiga kali, "Aku kangen sama kamu".

"Kamu cantik sekali," puji Bima namun akhirnya berujung sepi karena ia bicara sendiri.

Bima membawa sekantong kresek berisi makanan, ia membuka bungkusnya ternyata nasi goreng bungkus, lalu ia makan. Lalu ia mulai bercerita tentang harinya.

Setiap sore ia pasti akan makan sesuatu di dekat makam istrinya untuk berbuka puasa, orang di rumah tak tahu saja Bima makan ternyata di sini. Rasanya lebih nyaman saja.

"Semoga Allah tempatkan Saskia di surganya ya,"ucap Bima pelan.

Gundukan makam itu Bima tatap sendu, "Aksara pasti kangen banget sama kamu".

"Aku gak pernah makan di rumah, aku kangen masakan enak buatan kamu sayang," ucap Bima sendiri lagi tak ada yang menjawab.

"Kalo tiap sore aku jarang ke taman lagi semenjak kamu pergi, maaf ya, aku sering sakit sakitan," ucap Bima lagi dan lagi.

Bima tersenyum, "Bumi yang Allah ciptakan ini ramai manusia tapi kalau tak ada kamu rasanya aneh".

Bima mengunyah makanan lagi, ia tak takut pada setan, lagian juga makamnya terang, banyak lampu.

Selesai makan Bima terkekeh bercerita banyak hal, ia menunjukkan jemari jemari yang terluka sebelum ke Mekkah, "Udah kering lukanya".

"Tapi mitosnya sih nggak boleh makan telur, aku juga gak faham itu bener apa gak hehe," ucap Bima lalu membereskan makanannya.

Ia mencium nisan itu lalu mengusapnya dengan cinta, "Aku pulang dulu ya".

Bima teringat mimpinya semalam, dimana ada wanita cantik yaitu Saskia datang padanya dan berucap namun tak dapat Bima dengar dan hanya menuliskan -Amanah-, di dinding dinding putih di ruangan itu.

"Insyaallah besok aku kesini lagi," ucap Bima serius.

Lelaki itu langsung berlalu keluar dari makam dan memasuki mobil pribadinya, ia duduk sejenak menatap sendu ke depan, ia rindu pada Saskia.

Ia menyenderkan kepalanya ke setir, ia malas pulang ke rumah, ia melihat jam sudah menunjukkan hampir sholat isya, ia berhembus nafas pelan lalu mengecek suhu tubuhnya yang panasnya sedikit mereda.

Ia menghidupkan mobil dan menjalankan mobil pelan menuju rumah, jaraknya pun tak terlalu jauh dari makan, namun sebelum ke rumah ia mampir sebentar pada gedung penerbit yang sudah menerbitkan buku tulisannya.

Ia menyalami seorang lelaki bernama Wirawan, lelaki muda itu juga temannya saat sekolah dahulu, lelaki itu tersenyum pada Bima yang datang ke kantornya.

"Kenapa Bima, oh ya gue turut berduka cita ya," ucap Wirawan mempersilahkan Bima duduk.

Bima mengangguk lalu memulai pembicaraan yang ingin ia sampaikan.

Buku yang ia tulis belum diterbitkan ke khalayak ramai, hanya Bima lah yang memegangnya sendiri, "Gue mau buku gue terbit".

"Jadi penerbitan publik?," Tanya Wira membuat Bima mengangguk.

"Oke, lo nanti mau covernya yang sama kayak kemarin atau ganti?," tanya Wira tersenyum ramah.

"Kemarin," jawab Bima singkat.

Ketika Allah MencintaimuWhere stories live. Discover now