F5 - Kartu Mati Mark

36 10 0
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Badai melangkah dengan sangat gusar menuju satu ruangan yang terpisah dari ruangan manapun di kapalnya. Wajahnya merah menahan amarah. Tatapannya seolah hendak membunuh siapa saja yang menghalangi jalannya. Satu tangan yang tenggelam dalam saku celana mengepal kuat.

Setelah melakukan scan sidik jari, didorongnya pintu dengan sekuat tenaga dalam sekali hentakan. Bunyi daun pintu yang terbentur terdengar sangat keras hingga membuat orang di dalam ruangan itu tersentak kaget.

"Kenapa lo?" tanya Garda, kepala pengawalnya yang heran melihat wajah sangar Badai. Dia sedang menikmati tidur siangnya di kursi dan bangun terburu-buru, reflek mengambil pistol yang terselip di punggungnya. Kalau bukan Badai yang dilihatnya datang, satu peluru mungkin sudah terlepas dari corong senjata.

"ARRGGHH!!"

Tidak menghiraukan Garda, Badai serta-merta meraih kerah baju seorang laki-laki yang terborgol di sudut ruangan. Laki-laki yang satu jam lalu tertangkap basah merusak mesin kapal. Lalu, tanpa aba-aba, Badai menghajar habis-habisan.

Garda mengentakkan dagu pada Roy yang datang tak berselang lama, meminta jawaban. Asisten Badai itu menggeleng. Garda mengerti, itu artinya bukan sekarang. Biarkan Badai melampiaskan amarah terlebih dulu. Kalau tidak, mereka berdua yang akan jadi samsak hidup-hidup.

"Katakan! Siapa yang menyuruhmu melakukan itu, brengsek??!!" bentak Badai.

Badai tidak menunggu jawaban. Dihunjamkannya sekali lagi bogem mentah liatnya pada rahang sang tahanan. Berkali-kali hingga wajah itu berdarah-darah. Tapi, Badai seolah terlanjur kehilangan kendali. Seolah tak peduli nyawa orang lain sekarang dalam bahaya.

"Cukup! Cukup, Badai! Kita nggak bisa dapat info apapun kalau lo bunuh dia sekarang!" Garda bergegas menahan lengan Badai begitu melihat tahanannya sudah pingsan.

Napas Badai memburu. Wajah, rambut dan bajunya kini basah oleh keringat.

"Stop!"

"Arrggh!" Badai berontak melepaskan diri lantas berjalan ke pinggir, menumpukan kedua tangannya di dinding. Dari jendela bundar tepat di mukanya, tampak buih laut yang berkejaran hingga hilang di pasir putih.

"Lo kenapa, sih? Datang marah-marah tidak jelas."

"Dia belum buka mulut juga, Gar?!" tanya Badai tak bisa menahan nada tingginya. Terdengar semakin berat karena emosinya belum stabil.

"Belum." Garda menatap ke arah laki-laki yang kini babak belur tak berdaya.

"Lo kasihan kali sama dia. Sudah sampai mana?" celetuk Roy sambil duduk di kursi milik Garda. Dibukanya toples kacang kesukaan rekannya lalu melemparnya ke udara dan menadahnya dengan mulut.

"Yah, masih ringan-lah. Tangan gue belum pegel. Masih hari pertama juga." Garda bersandar di salah satu tiang kapal, bersedekap dan menyilangkan kaki.

"Udah berapa kali dia pingsan?" Ucapan Roy kurang jelas karena orangnya sambil makan tapi masih bisa dipahami.

FANTALAWhere stories live. Discover now