F11 - Rekat

26 5 0
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

"A-apa yang harus kita lakukan, Tuan Badai?"

Berkali-kali Mirana menggigit bibir kuat-kuat demi menahan diri untuk tidak menerobos masuk. Wajah serius Badai telah menyalakan alarm berdenging nyaring di kepalanya, meruntuhkan segala ketidakpercayaannya pada laki-laki ini. Mirana harusnya tidak perlu meragukan penglihatan, ketajaman insting atau apalah namanya dari pemilik perusahaan konstruksi ini, bukan?

"Jangan sekarang. Kumohon!"

Satu detik yang membuat jantungnya berdebam hingga terhenyak beberapa saat. Mirana lantas menutup mata rapat-rapat setelah muncul secara tiba-tiba dalam pandangannya penampakan suaru menghilang berganti tarian hebat ombak Samudera Hindia menderu susul-menyusul. Teriakan Berto kesakitan juga lainnya yang berkelana di udara berselang-seling dengan suara timbul-tenggelam seorang anak kecil kepayahan melawan gulungan air laut.

"Kau kenapa?"

Badai refleks menangkap lengan Mirana yang bergetar hebat, namun Mirana segera menepisnya. Tubuh gadis itu kini lunglai seperti tak bertulang, jatuh terduduk di lantai kayu surau dengan bertumpu pada kedua lutut.

Suara Badai sedikit banyak mengembalikan kesadaran namun belum mampu ia kendalikan. Kepalan tangan Mirana menguat, mencoba mengerahkan kekuatan untuk melawan.

"Tidak apa-apa," lirihnya.

"Tolong, Allah! Jangan sekarang. Mereka butuh bantuan," jerit Mirana dalam hati di sela-sela usahanya mengusir bayangan menakutkan itu.

"Mirana, kau kenapa?!"

Badai mengusap rambutnya ke belakang, semakin tak mengerti. Dia juga kebingungan harus membantu seperti apa sementara disentuh pun Mirana tak mau. Gadis di depannya ini berkeringat seolah tengah mengerahkan seluruh tenaganya untuk sesuatu yang tidak bisa dia pahami. Wajah pucat penuh dengan aura ketakutan tergambar jelas. Laki-laki itu mengerutkan kening menelisik.

"Lawan, Mirana," ucapnya menggeram setelah beberapa detik satu kesadaran seketika menyentakkan Badai. Entah apa yang terjadi di alam bawah sadar gadis itu, Badai hanya tahu dia harus membantu mengembalikannya. Secepat mungkin atau mereka semua akan berada dalam situasi yang makin memburuk. Surau ini cepat atau lambat akan runtuh.

Badai menoleh ke arah surau bagian dalam. Anak-anak menangis, berteriak dengan rasa takut yang bergelayutan di mata mereka. Sementara para orang tua kini tidak berhenti memanggil-manggil, panik tak terkira.

"Jangan ada yang masuk ke surau tanpa aba-abaku!" titah Badai melihat para ayah mencoba mendekat melalui dinding yang sudah hancur.

"Anak muda tak tahu diri! Kau tidak lihat anakku kesakitan seperti itu?!"

"Kau mau membiarkan anak kami mati di dalam sana, heh?!"

"Memangnya kau siapa memerintah kami seenaknya??!!"

FANTALAWhere stories live. Discover now