BAB 18

313 77 0
                                    

■□■□■□■□■

Menurut Gaara, ada baiknya kalau gadis itu mencari perlindungan karena kasus yang sudah terjadi padanya. 

Gaara Sabaku berkunjung begitu dia memiliki kesempatan untuk bertemu gadis itu langsung di Lawson. Melihat Naruto tidak ada di mana pun, Gaara memberanikan diri untuk membicarakan masalah yang sedang terjadi, mengingat betapa bahayanya harus tinggal bersama seorang pria yang tidak dikenal gadis itu dengan baik, apalagi awalnya pria itu punya rencana lain yang lebih berbahaya dari sekadar memaksa gadis polos seperti Hinata harus tinggal di tempat persembunyian. 

Walaupun tempat itu jauh lebih layak daripada awal di mana Gaara mengetahui Naruto membeli tempat tersebut, yang lebih mirip seperti rumah kosong berhantu. Gadis itu pasti merasa kesulitan selama ini. Pikir Gaara, saat menemukan wajahnya yang pucat menandakan tidak sedikit pun punya keberanian untuk mengadu pada siapa pun orang yang dikenalnya baik.

"Apa dia punya kelainan?" pertanyaan itu membuat Gaara termenung sesaat. Gaara bahkan tak tahu bagaimana harus menjawabnya, tetapi bukankah dia harus mengatakan sesuatu, siapa tahu gadis itu akan mengerti.

"Mengapa kau bisa bertanya hal tidak sopan begitu?" Gaara berusaha untuk tidak merasa kesal, tapi gadis itu termasuk orang yang tidak sungkan untuk mempertanyakan dengan lugas alih-alih mencoba berbasa-basi pada awalnya. "Kurasa sejak dia masih anak-anak," kata Gaara meragukan sedikit penilaiannya, dia juga tidak mengurungkan niatnya untuk menutup-nutupi. "Pada waktu itu kami hanya anak-anak. Kau tahu, kami tidak pernah berpikir sifatnya tidak normal. Semua anak-anak tampak egois. Namun, secara psikologis memang terbilang salah satu kelainannya, dia tidak pernah tumbuh menjadi pria dewasa hingga kini," Gaara berkata dengan tenang sambil mencicipi teh oolong pengeluaran terbaru, yang berapa menit lalu dia membelinya di Lawson. 

Hinata menghela napas, masih berusaha memilih apa saja yang ada di dalam kepalanya untuk dia tanyakan kepada pria berambut merah di depannya.

"Dia mungkin sulit dikendalikan, tetapi sepenuhnya dia adalah pria yang baik dan tidak pernah perhitungan begitu dia nyaman bersama seseorang. Ya, berteman yang aku maksud," kata Gaara kali ini.

"Oh, iya, kau benar," Hinata tidak akan menyangkal betapa baik dan dermawan pria itu kepadanya. "Dia memberikan apa yang aku butuhkan. Tapi, kau pasti tahu apa pekerjaannya, 'kan?"

"Dia cukup kaya hanya dengan bernapas," nada Gaara bahkan terdengar seperti sedang mengejek. Keempat dari mereka tidak ada yang seberuntung Naruto dalam mengais kekayaan tanpa bekerja keras atau mengurusi pekerjaan orang lain sambil marah-marah dan lelah.

"Apa yang kau maksud?"

Gaara menggerutu agak sebal kalau dia harus menjelaskan lebih detail kalau pria itu kaya. "Dia punya banyak saham pribadi dari kedua orangtuanya. Tapi seorang pialang mengelolanya, karena Naruto tidak terlalu memahami dunia semacam itu. Dia hanya menghabiskan waktunya bekerja sebagai peretas lepas untuk perusahaan tertentu dan bermain gim," Gaara menyulam kebohongannya, tetapi tidak sepenuhnya salah, jadi dia sama sekali tidak merasa berdosa. "Apa kau benar-benar memaafkan apa yang sudah dia lakukan padamu? Hanya karena dia kaya?"

"Aku tidak bilang memaafkannya, tetapi aku tidak tahu apa yang sebaiknya aku lakukan. Aku pikir dia bisa saja menemukanku kalaupun aku kabur. Tadi kau bilang dia peretas. Dia memang meretas semua pesan-pesanku dan laptopku. Apa kau tahu itu?" Gaara menarik napasnya karena terkejut. Dia bertanya-tanya di dalam benaknya, apakah dia tahu karena Naruto mengaku atau gadis itu menyadari saat tengah diculik? Tapi apa yang gadis itu bilang benar. Percuma saja dia kabur, apa yang bisa dilakukannya. Sepertinya gadis itu pun menyadari, tidak mudah pula untuk melaporkan semua kasus yang terjadi padanya itu ke kantor polisi.

Marshmallow ✔Where stories live. Discover now