7. Jisung's Parents?

898 119 4
                                    

"Mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mereka.. orang tua ku?.."

Menurut Jisung, kebahagiaan yang ia rasakan akhir-akhir ini sudah cukup terbayarkan. Ia merasakan kebahagiaan yang bahkan menurutnya lebih banyak dibandingkan saat ia pertama kali bertemu Renjun, 10 tahun yang lalu.

Hari-hari berikutnya mulai berjalan biasa saja, namun perhatian Renjun terhadap sang putra angkat pun terus bertambah setiap hari. Entah mengapa, Renjun selalu gemas dengan hal-hal yang kurang bisa Jisung kerjakan. Seperti membereskan kamarnya sendiri, mencuci piring, menata masakan di meja, dan hal lain lagi.

Tampang anak itu terlihat begitu polos seperti tak pernah memegang benda itu sebelumnya. Bahkan ketika ia pertama kali melihat ayam hidup dibelakang rumah, ia memekik senang seperti anak kecil. Saat Chenle datang dengan buntalan putih kesayangannya ke rumah, Jisung tidak tahan untuk tidak mengajaknya bermain bahkan berguling-guling di lantai bersama.

Ekspresi Chenle ketika melihat perubahan sikap drastis Jisung adalah cengo. Bahkan ia tak yakin kalau pria bongsor itu adalah teman sebangkunya di sekolah. Dan Renjun, hanya bisa tertawa lebar melihat tingkah putranya itu.

"Jangan heran dengan Jisung, tingkahnya acak dan tidak bisa ditebak. Jadi kau harus siap sedia dengan culture shock yang ada," kata Renjun pada Chenle hari itu.

Renjun pergi ke kantornya setelah mengantarkan Jisung serta Chenle ke sekolah mereka. Orang-orang pasti akan mengira kalau Renjun adalah ayah dari dua anak itu.

Dan seperti biasa, sorak-sorai penuh kekaguman diberikan kembali pada keduanya sesaat setelah mereka menginjakkan kaki di koridor sekolah. Jujur, Jisung sudah muak, ia tak suka diperhatikan seperti ini. Sementara Chenle, pemuda itu menikmatinya dengan melambai-lambai pada setiap perempuan yang menyoraki mereka sedari tadi.

Yang lebih muda mengerling malas, Chenle terlalu suka menebar pesona. Untuk kesekian kalinya, ia menahan tas nya kuat-kuat dan berjalan secepat mungkin menuju kelas. Lagi dan lagi, Chenle ditinggalkan sendirian ditengah-tengah aksinya itu.

Tapi kali ini, ia tak turut mengejar Jisung. Sebab langkahnya mulai tersendat saat beberapa adik kelas datang dengan tidak sabaran menyodorkan kertas serta pulpen untuk meminta tanda tangannya. Dan apa yang Chenle lakukan? Benar, melayani para penggemarnya hari itu, lagi.

Jisung sampai dikelas seperti habis dikejar-kejar oleh sesuatu. Yedam yang kebetulan sedang menyapu karena hari ini jadwalnya piket pun menatap bingung. Penampilan Jisung sedikit berantakan tapi dengan cepat kembali rapi saat si empunya segera merapikannya. Bisa-bisa dia ditendang keluar oleh Byun Ssaem jika tidak mengikuti pelajaran dalam keadaan seragam yang rapih.

"Kau kenapa, Jisung?" Tanya Yedam penasaran.

"Biasa. Para penggemar Chenle yang berkali-kali membuat ku muak," balasnya.

"Lalu dimana Chenle?"

Jisung sudah sampai di bangku nya menjawab dengan malas, "Tentu saja meladeni mereka semua. Dia itu kan gila kepopuleran, huh menyebalkan."

Yedam tertawa kecil. Lantas meletakkan sapu dan pengki setelah membuang semua sampah itu kemudian mendekati Jisung yang mulai mengacak-acak tasnya.

"Padahal penggemar mu sama banyaknya dengan Chenle. Kenapa tidak diladeni juga?"

Jisung menggeleng, "Sejak kecil aku tidak menyukai kerumunan. Karena itulah, aku punya panic attack. Aku tidak begitu nyaman ketika dikerumuni seperti tadi. Rasanya aneh."

Yedam tersenyum manis, "Kau mirip dengan kakak ku, Ji."

"Huh?"

"Iya, kakak yang berbeda ibu dengan ku."

Jisung meletakkan perhatian penuh pada Yedam, mulai penasaran dengan sosok kakak yang teman nya itu maksud. "Aku tidak tahu kau punya saudara, ku pikir kau anak tunggal."

"Memang sudah tidak lagi, dia--dia sudah bersama Tuhan sejak 2 tahun yang lalu." Yedam hanya menampilkan senyum tipis.

"Kim Junkyu. Nama keluarganya berbeda dengan nama keluarga ku karena ia memilih menggunakan nama depan ibu nya. Kak Junkyu tidak membenci ayah, dia hanya kesal dan kecewa karena ayah mengkhianati ibu nya. Lalu, hubungan mereka renggang hingga aku berusia lima belas tahun."

"Aku menyarankan dia untuk menemui ayah bersama ibunya. Dan bilang untuk memperbaiki hubungan mereka."

"Lalu bagaimana bisa kau dekat dengan nya?"

"Kak Junkyu tidak menyimpan dendam pada siapapun. Ia hanya kecewa, ia juga kecewa dengan ibu ku sebelum ini. Tapi beberapa hari kemudian ia berkunjung ke rumah dan menyatakan apa yang ia rasakan ketika ia tahu kalau ayah sudah mengkhianati bibi Kim."

"Ah.. dan mengapa ia sudah meninggal?" Tanya Jisung hati-hati.

"Mereka bertiga kecelakaan. Tepat setelah beberapa jam ketiganya bertemu di salah satu restoran milik kolega ayah. Rem yang blong menjadi penyebab dari peristiwa itu. Ayah bisa selamat setelah menjalani dua kali operasi, sedangkan bibi Kim sudah tewas ditempat. Lalu kak Junkyu, ia sempat sadar beberapa jam setelah kecelakaan sebelum nyawanya dicabut."

"Maka dari itu Jisung, entah peristiwa apapun yang terjadi didalam hidup mu. Kau tak perlu dendam sekalipun ada seseorang yang sengaja membuang mu, aku yakin kau penasaran siapa sosok orang tua mu. Dan jika kau bertemu dengan mereka nanti, jangan menyimpan dendam. Kau bisa kecewa tapi jangan bersikap gegabah."

[A/N]

Hai, LUV🍀

Chapter kali ini cukup menguras pikiran, karna draf nya udah ada lama tapi baru bisa dilanjutin sekarang

Maaf ya☹️

Oiya, aku sekalian promosi buku sebelah boleh ya?

Jangan lupa ikutan PO ya, buku pertama aku, cerita pertama yang bikin aku bisa berkarya lagi

Aku senang banget kalau diantara kalian ada yang beli buku aku itu

Sekian dulu ya

Terimakasih udah menunggu🍀

Son Or Brother?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang