5. Sendiri

7 1 6
                                    

Pagiku yang cerah. Aku bangun setelah alarm berbunyi. Tak kudapati Hui di sampingku karena dia berangkat keluar kota tadi malam. Segera aku bangkit dari tempat tidur dan merapikan kasur. Setelahnya aku ke dapur menyiapkan sarapan juga berbenah.

Ditemani alunan musik dari radio antik yang kuputar_walau antik radio kesayangan ayahku ini masih berfungsi dengan baik meskipun sesekali harus dipukul ringan agar keseimbangan suaranya terjaga.

Tanpa terasa jam menunjukkan pukul tujuh pagi dan aku segera mandi bersiap untuk berangkat kerja.

Selamat pagi kesayanganku, selamat beraktivitas. Jaga makan dan istirahat dengan baik ya, love you so bad my precious wife

Aku tertawa kecil membaca pesan yang dikirim Hui padaku.

***

Menghabiskan waktu seharian di rumah sakit membuatku lelah hingga aku tertidur di ruang kerjaku hingga pukul 8 malam.

Aku sontak terbangun mengecek ponsel mendapati 2 pangggilan tak terjawab dan beberapa pesan. Hui yang mengirimkannya. Bagaimana bisa aku tak mendengar satupun suara notifikasi itu?

Segera aku membalas pesannya dan membereskan barang-barang ku sebelum akhirnya keluar dari rumah sakit. Wah, sudah sepi. Hanya tersisa beberapa petugas kebersihan dan para perawat yang berjaga malam ini.

Aku mengendarai mobil dengan pelan dan hati-hati melihat jalanan licin akibat hujan deras, oh mungkin aku tak mendengar panggilan dari Hui karena beradu dengan suara hujan. Aku menepikan mobil di depan sebuah minimarket untuk membeli beberapa barang kebutuhan yang hampir atau sudah habis di rumah.

"Bu dokter."

Aku menoleh ke belakang mendengar seseorang memanggilku dengan menepuk bahuku pelan. Seorang perempuan tersenyum manis padaku.

"Haejin? Eh, iya Haejin kan?" Tanyaku memastikan.

Perempuan itu mengangguk masih dengan senyum di bibirnya. Dia adalah dokter residen tahun pertama yang juga berada di bawah bimbinganku.

"Kamu sendiri, Haejin?"

"Iya, Bu. Temen di kosan udah tidur."

"Lagian udah malem banget. Naik apa tadi?"

"Taksi, ibu sama bapak?"

"Ngga, bapak lagi di luar kota. Manggilnya kakak aja deh kalau diluar kerjaan. Umur kita kan ga jauh-jauh amat."

Haejin tertawa kecil lalu mengangguk. "Iya Bu_eh Kak."

Aku tersenyum dan kami berbagi cerita keseharian sambil berjalan meyusuri rak-rak yang ada.

"Haejin sama kakak aja pulangnya."

"Sendiri juga gapapa, Kak."

"Itung-itung nemenin kakak loh biar ada temen ngobrol."

"Kalau gitu boleh deh Kak."

Usai membayar belanjaan kami pun segera menuju jalan pulang. Aku mengantar Haejin hingga ke depan rumah kos nya. Orang tuanya di luar kota dan Haejin merantau sejak kuliah hingga sekarang dia menjadi seorang dokter residen.

"Kak Soojin, makasih ya atas tumpangannya. Ini buat kakak." Haejin memberiku sebotol susu fermentasi.

"Sebagai tanda terima kasih, maaf kak bisanya beli itu soalnya belum gajian." Sambungnya lagi dengan kekehan kecilnya yang terdengar imut lucu.

"Makasih banget kamu kasih ini ke kakak." Ucapku dengan membuka tutup botol dan meminumnya.

"Rasanya enak, itu artinya kamu ngasih ini dengan hati yang tulus." Pujiku padanya.

"Jangan gitu Kak, Haejin malu."

Aku tertawa kecil. "Ya udah kamu masuk sebelum hujannya deras lagi."

"Bye, kak Soojin."

"Bye, Haejin."

Aku melambaikan tangan pada Haejin sebelum melanjutkan perjalananku pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah aku segera masuk ke kamar mengganti setelan kerjaku dengan piyama. Karena terasa dingin aku memutuskan untuk mandi besok pagi.

Aku berjalan ke dapur untuk meneguk segelas air mineral dan menyantap hidangan makan malam. Belum sempat aku memasukkan makanan ke dalam mulut aku sudah merasakan sakit di bagian perutku.

Aku menyadari hari ini telat makan beberapa jam karena aku tertidur di ruang kerja. Segera aku makan dengan perlahan dan kembali ke tempat tidur setelahnya mengingat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan aku merasa sangat lelah.

Rasa mual datang saat aku berjalan menuju ke kamar, segera aku berlari ke wastafel dan mengeluarkan semua makanan yang baru kutelan beberapa menit lalu dari perutku, kini kepalaku pun terasa sedikit pusing. Sudah kebiasaanku jika telat makan akan begini. Itu sebabnya Hui selalu marah jika aku tak memprioritaskan jadwal makanku.

Sejenak aku duduk di kursi dan meneguk segelas air hangat, tubuhku terasa lemas dan dingin. Jangan sampai sakit, itu harapanku.

Ponselku berdering, Hui menghubungiku. Aku ingin mendengar suaranya tapi aku tak ingin dia panik jika mendengar suaraku yang lemah ini. Dia tidak akan fokus dengan pekerjaannya di sana jika terlalu memikirkanku. Pada akhirnya aku membiarkan ponselku dan kembali ke kamar.

Karena besok libur aku memutuskan menonton drama televisi setidaknya 1 episode sebelum tidur. Drama keluarga itu menceritakan tentang sepasang suami-istri yang menyambut kelahiran anak pertana mereka dengan cara yang berbeda.

Aku teringat sesuatu dan beranjak membuka laci lemari menemukan sebuah test pack yang sudah kusediakan lalu aku berjalan ke kamar mandi.

Hasilnya negatif. Berarti benar aku mual karena masuk angin akibat dingin dan telat makan. Walaupun sebenarnya aku berharap hasil yang kudapatkan adalah dua garis yang berarti positif mengingat pernikahanku yang sudah memasuki tahun ketiga. Mungkin belum waktunya.

Daisy - [Pentagon Hui - Seo Soojin]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum