BAB 43

38 2 0
                                    

VITA

Sejak lapor ke polisi, semua perlahan membaik di aku. Berawal dari pikiranku yang kusut sedikit demi sedikit bisa kuurai. Berikutnya aku bisa kembali ke rumahku secara permanen, kosnya Lila memang enak tapi tetap enakan rumah sendiri. Walau bayanganku masih mendapati Tora yang bantuin pasang dan lepas peralatan kamera, percakapan kami yang diiringi bumbu mesra ala orang pacaran pada umumnya, sampai makan bersama di meja makan.

"Wes, seneng balik maneh?" kata Lila sambil menghempaskan badannya di sofa.

"Beb, itu berdebu. Aku belum bersihin sama sekali." Aku mengernyit jijik, langsung bikin Lila langsung terbangun kaget.

Aku menaruh barang-barangku di kamar, baru keluar lagi dan membersihkan seluruh rumah bersama Lila. Aku bagian vacuum cleaner, sapu bagian serambi rumah. Lila membersihkan kamar, halaman belakang, dan ruang televisi. Untuk dapur memang sengaja itu tugas kami berdua. Peralatan dapur di rumahku banyak banget, belum lagi bantuin bersihkan lensa kamera, lighting, dan teman-temannya itu. Kamera itu sengaja taruh di bagian terakhir karena kompleks sekali. Kamera yang aku pakai saat ini adalah mirrorless Canon dengan tiga lensa, yaitu lensa standart, macro, sama tele – untuk dua terakhir aku pakai adapter soalnya gede banget lubang masuknya.

"Haduh Beb, selesai juga." Lila menumpukan tangan di belakang punggung ketika kami memasukkan kamera beserta silikanya ke kotak kaca bening khusus berlabel syuting ASMR.

"Tahu, kan, sekarang kenapa aku nggak mau rumah gede-gede?" balasku sambil tiduran di lantai dengan tangan lebar posisi horisontal.

"Halah ini aja kontrakan. Heh, kamu wes nggak bayar berapa bulan?" Lila setengah berteriak panik.

"Tenang ae, penagihan masih tiga bulan lagi. Kon lak (kan) ngerti seh nek aku bayare setiap enam bulan sekali."

Kepalaku terangkat sedikit, melihat Lila ngelus dada lega.

Badanku terangkat, ponselku berbunyi yang mana ternyata surel lagi dari sisa brand yang minta pembatalan kontrak dan ada penaltinya. Aku menghela napas berat, "Batalno maneh. Ancene nasib jeneng dirusak ambek wedok jancok iku."

"Wesalah Beb, paling yo iki kon (Sudahlah beb, mungkin ya ini kamu lagi) diingetin ambek Tuhan ben videomu iki nggak melulu endorse tok. Kembali ke asal, kembali ke awakmu bikin video dengan tenang bin gak ada tekanan teko briefing brand. Sebenarnya nggak apa, tapi harus lebih selektif daripada dapat brand yang mengecewakan kamu sama pengikutmu."

Ah Lila benar juga, selama ini videoku terlalu banyak sponsor soft selling. "Koyoke ancene (Kayaknya memang) butuh refreshing deh."

Lila berdiri dan menjentikkan jari begitu sampai di partisi ruang tamu dan ruang televisi. "Oh,ya, aku lali. Ojok lali (Jangan lupa) klarifikasi dan say hi sama pengikut. Aku yakin masio kon kakean haters (meskipun kamu kebanyakan pembenci) tapi pasti onok subscriber dan pengikut sing setia karo kon (sama kamu)."

Ah benar, aku hampir melupakan ini. Pengikutku butuh penjelasan dariku setelah digantung lama. Namun, aku belum mau melakukannya sekarang sebelum ada titik terang dari polisi.

Langkah Lila mendadak berhenti, badannya berbalik. "Ehm, pastikan sisan kon duwe (juga kamu punya) tabungan darurat selama beberapa bulan ke depan. Pemulihan nama baik iku butuh proses."

Lila ada di rumahku sampai malam, membantuku bikin tabel excel – sebenarnya kelanjutan pembatalan brand di awal-awal video mesum palsuku beredar yang mana sekitar sepuluh – ternyata total sisa brand pembatalan kontrak berjumlah lima. Totalnya adalah lima belas brand yang minta pembatalan dengan penalti.

Slowly Falling [TAMAT DI KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang