06. Bertemu

33.5K 3K 43
                                    

Chapter 6. Bertemu

Sampai di mall, Sagara tidak mengatakan apapun selain menyuruh Ziva pulang. Meski cowok itu tetap membantu Ziva untuk membawakan barang-barangnya, tapi sampai malam pun, Sagara belum juga mengajak Ziva bicara membuat Ziva kalang kabut sendiri.

Tepat saat Sagara sampai di ujung anak tangga, Ziva langsung mencegatnya. Ziva mendongak menatap Sagara yang menatapnya datar. Sial, tatapan itu membuat hati Ziva cukup nyeri. Meski sudah biasa Sagara menatapnya datar, namun Ziva tahu tatapan cowok itu kali ini berbeda. Seperti merasa kecewa padanya.

"Sagara mau kemana?" tanya Ziva namun Sagara tidak menjawab. Dia hanya berjalan melewatinya membuat Ziva tersenyum kecut. Kendati demikian, Ziva tidak menyerah untuk membuat Sagara memaafkannya.

Ziva berjalan mengikuti Sagara dengan bibir yang terus berkicau, seperti burung love bird milik Liam yang menurutnya berisik jika sudah bersuara.

"Sagara udah makan?" Tidak ada jawaban dari Sagara. Cowok itu terus berjalan sambil berusaha mengabaikan ocehan Ziva.

"Sagara mau kemana?"

"Sagara udah maafin Ziva?"

"Sagara tau nggak berapa duri yang ada di kulit durian? Atau pernah ngitung?"

"Menurut Sagara, ayam dulu atau telur dulu yang duluan lahir?"

"Sagara, kalau mau minum kopi tuh, kopinya harus di seduh dulu, tahu, pake air panas."

Sagara diam-diam mendengus mendengar ucapan random Ziva. Balita juga tahu jika ingin minum kopi, kopinya harus di seduh terlebih dahulu dengan air panas. Ziva ini bagaimana sih?! Tidak ada kata-kata lain apa, seperti dia mencintai Sagara?! Eh? Lho? Sagara menghentikan langkahnya tepat di gerbang rumah sambil menghela napas, membuat Ziva ikut berhenti namun ocehannya tidak.

"Sagara, kalau seandainya--"

"Berisik. Cerewet," sela Sagara menatap Ziva tajam. Membuat Ziva menunduk takut sambil memainkan jari-jarinya.

Meski Sagara sudah menunjukkan ketidak nyamanan nya dengan ocehan Ziva, Ziva tidak berniat sama sekali untuk kembali masuk kerumah. Dia mengikuti Sagara yang menyusuri trotoar jalan. Ziva berjalan di sebelah Sagara, namun dia tidak berani menyamakan posisinya tepat di samping cowok itu. Dia hanya menatap punggung lebar Sagara yang tertutup hoodie, dari belakang.

'Punggungnya sandaran-able banget,' batin Ziva kemudian menggelengkan kepalanya menyadari pikirannya yang malah kemana-mana.

"Sagara...," cicit Ziva namun Sagara bisa mendengarnya. Cowok itu tidak bisa benar-benar diam pada Ziva. Dia terus menatap lurus dengan telinga yang tetap mendengarkan Ziva. "Masih marah ya?"

Sagara tak menjawab.

Ziva berdecak. "Nggak di jawab lagi," Dia lantas mendengkus. "Jangan marah terus, Sagara. Nanti makin mirip dinosaurus,"

Sagara refleks mendengkus kesal. "Gue Sagara, bukan dinosaurus." Kenapa Ziva selalu menyamakan Sagara dengan dinosaurus sih?!

Ziva mengerjap dengan berbinar, tidak memperdulikan rasa kesal Sagara. Perempuan itu berjalan cepat hingga sedikit melewati Sagara. Ziva berjalan dengan posisi mundur di hadapan Sagara dengan tatapan yang tak lepas dari cowok jangkung itu. Ziva menatap Sagara senang karena akhirnya Sagara mau membalas ucapannya.

"Makanya jangan marah lagi. Lo kalo marah serem, kayak dinosaurus!"

Sagara memutar bola matanya, bersikap seolah dia kesal pada Ziva padahal sebenarnya Sagara gemas apalagi saat Ziva menatapnya dengan berbinar-binar. "Gue nggak marah," katanya datar. Matanya menatap ke arah lain, tidak mau semakin berdebar karena menatap Ziva.

Figuran Wife [Republish]Where stories live. Discover now