Bab 41

1K 21 4
                                    

Melihat suaminya yang diam, Ceana menarik tangannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Melihat suaminya yang diam, Ceana menarik tangannya. Mengambil jarak dan tersenyum palsu. "Ternyata cuma bercanda. Maaf aku terlalu kebawa perasaan."

Tangan Abi hendak mengambil tangan Ceana kembali, tetapi dengan cepat Ceana menangkisnya. "Aku engga apa-apa. Kena minyak panas dikit doang ga sesakit liat Om sama perempuan lain, kok. Jadi biarin aku nyelesain masakan buat sarapan. Takut ayah keburu bangun," pinta Ceana dengan raut wajah datar.

Abi mundur, mengambil jarak. Tangannya menarik kursi, mendaratkan pantatnya di sana. Matanya menatap Ceana dengan saksama. Takut istrinya akan bertindak ceroboh dan kembali terkena minyak panas.

Ceana berusaha mengabaikan perasaannya yang sudah tidak mood untuk memasak. Terlalu kesal, tapi itu juga salahnya, kenapa percaya pada candaan Abi. Seperti perhatian Abi selama ini, mungkin perasaannya tumbuh juga gara-gara kesalahannya dalam mencerna rasa. Mungkin saja Abi memperlakukannya baik benar karena sebatas kakak dan adik. Mungkin saja ia yang terlalu berharap dan salah menilai perhatian yang selama ini Abi berikan. Mungkin, mungkin, kemungkinan itu selalu menghantui Ceana, takut benar-benar terjadi.

Ceana meniriskan potongan ayam goreng sebelum dihidangkan. Telinga Abi yang tajam mendengar suara langka kaki. Dengan cepat Abi mendekat ke arah Ceana dan memeluknya dari belakang. "Saatnya memainkan drama," gumamnya dalam hati.

Ceana yang terkejut spontan menolak. "Ini apasi main peluk-peluk aja! Lepas, ih. Lagi masak ini lo. Jangan ganggu, sana jauh-jauh dulu. Kebiasaan," omel Ceana tanpa sadar dari ruang tengah sang ayah memerhatikan pasangan itu sembari senyum-senyum sendiri.

"Sejak kapan Ceana bisa memasak? Dan apa mereka selalu seperti ini? Sepertinya aku tidak salah memilihkan pasangan hidup untuk putri kesayanganku. Pasti dia bahagia hidup bersama Abi," ucap Ayah Ceana merasa lega karena berhasil memilihkan pasangan yang tepat untuk Ceana.

Abi mencoba menahan agar pelukannya tidak terlepas. Ia berbisik, "tenang Ceana. Bersikaplah seolah-olah kita terbiasa seperti ini dan romantis. Ayah sedang memperhatikan kita." Sadar akan gerakan kepala Ceana yang ingin menoleh, Abi berusaha menahannya. "Jangan menoleh, kamu ingin ayah tidak khawatir tentang kita bukan? Jadi ayo perlihatkan bahwa kita baik-baik saja. Oke?" pinta Abi.

Ceana diam menghembuskan napas kasar. Ia mencibir dalam hati, "halah. Bilang aja takut ketauan bikin aku sedih. Kalau ayah tau dicincang pasti kamu Om. Tapi mau bagaimana lagi. Mau engga mau ikutin sandiwara ini. Aku juga engga mau buat ayah dan bunda khawatir."

"Lepas, Mas. Biarkan aku menyelesaikan ini. Kamu mau aku kasih makan ayam gosong?" Abi terkejut. Ia yang meminta bersandiwara, ia sendiri yang kaget. Sebutan untuknya berubah, intonasi saat mengucapkan kata 'mas' membuat Abi terdiam.

"Mas, tolong lepaskan. Bagaimana jika nanti ayah melihat. Aku akan malu. Lepas dulu sebentar, nanti bisa kita lanjut di kamar," ucap Ceana lembut. Dalam hati ia hampir muntah. Bagaimana bisa bersandiwara semanis ini? Apakah terlihat natural? Atau terlalu lebay?

Abi melonggarkan pelukannya. "Maaf, saya terlalu merindukanmu, Sayang. Jangan terlalu sering menginap lagi. Kamu kan tau sendiri saya susah tidur kalau tidak ada kamu di samping," ujar Abi menanggapi drama istrinya.

Ceana melanjutkan mengangkat ayam goreng yang terlalu matang. Untung tidak gosong akibay drama yang suaminya ciptakan. Di antara ruang tengah dan dapur, ayah Ceana tersenyum sembari menahan tawa. Kemudian ia berbalik ke kamar karena sudah tahu dari mana asal suara berisik itu. Tampaknya ia harus berpikir ulang untuk menginap beberapa hari. Takut menganggu kegiatan pasangan suami istri yang kelihatan lengket itu.

Ceana meracik sambal sebagai pelengkap sarapan kali ini. Sambal kecap saja, yang mudah dan ribet. Hanya memotong cabai, bawang merah, tomat, lalu diberi kecap. Simpel. Dan Ceana juga menyukainya. Setelah memasak, ia membersihkan sekitar kompor dan menaruh alat masak ke wastafel. Abi ikut membantu, ia mencuci alat masak itu.

"Om, biar aku aja. Sana duduk, aku bikinin kopi aja," pinta Ceana tidak terlalu suka melihat suaminya mencuci alat masak.

Abi menolak. "Kalau mau bikinin kopi yaudah sana bikinin. Tapi biarkan saya membantu mencuci ini. Tidak setiap hari juga kan?"

Malas berdebat Ceana beralih membuat kopi untuk suaminya dan meracik kopi untuk ayahnya. Nanti tinggal menyeduhnya ketika ayahnya sudah di meja makan. Sesekali Abi mencuri pandang ke arah istrinya. Kuncir rambutnya tak lagi rapi. Beberapa anak rambut menggantung disamping, membuat penampilan Ceana terlihat seksi di mata Abi.

Sadar berpikir yang tidak-tidak. Abid dengan segera mengalihkan pikirannya dan menyelesaikan mencuci alat masak yang kotor. Ketika Abi selesai Ceana juga selesai. Ia membawakan secangkir kopi ke meja makan.

"Kalau udah selesai ini kopinya di minum," ucap Ceana saat Abi mendekat setelah mengelap kering tangannya. Ceana mengambil jarak, melepas apron yang ia pakai dan menaruhnya di sudut meja yang lain. Karena risih banyak anak rambutnya yang lepas dari kunciran. Abi menyaut tangan Ceana, membuat rambutnya tergerai bebas. Saat hendak berbalik Abi menahannya. "Biar saya yang mengikatnya. Mungkin tidak terlalu rapi, tapi saya suka kamu terlihat demikian. Terlihat lebih dewasa, cantik, dan menggoda," ucap Abi lirih.

Ceana memaksa bergerak dan sekarang menghadap Abi. Membuat genggaman tangan Abi atas rambutnya terlepas. "Om emang sukanya yang dewasa gitu ya? Engga suka yang imut-imut? Aku bisa lho Om jadi dua duanya sekaligus. Dewasa di ranjang, tapi juga bisa imut kalau lagi manja." Ceana menatap mata Abi. Ia mendongak karena tubuhnya lebih rendah daripada Abi.

Tangan Abi tidak tinggal diam begitu saja. Ia memegang pinggang Ceana, menariknya sehingga mengikis jarak diantara keduanya. "Kamu itu sebenarnya paket lengkap, Ceana. Saya bukannya tidak tertarik, tetapi saya takut. Takut jika kamu bersama saya tidak akan bahagia. Mungkin yang terlihat di matamu saya begitu tenang, dewasa, bisa mengatasi apa saja, tetapi saya tidak demikian. Kamu tahu alasan kenapa saya sulit melepaskan orang lama? Karena dia sudah tahu saya Ceana, tahu kekurangan saya dan tahu mengatasi ketakutan yang saya miliki. Saya naif, bodoh, dan pengecut, Ceana," terang Abi dengan mata yang menunjukkan kesedihannya.

Ceana bisa merasakan maksud dari perkataan suaminya. Ia mengalungkan tangannya ke leher Abi. "Om bukan tidak bisa lepas dari dia. Tapi Om terlalu takut untuk mencobanya. Hubungan Om dengan dia sebatas masa lalu. Masa kalian sudah habis. Bukankah yang paling bisa mengerti seorang lelaki jika bukan ibunya maka istrinya? Dia siapa? Hanya masa lalu yang tahu kelemahan Om. Apa Om pernah bercerita tentang diri Om ke aku? Kekecewaan, ketakutan, trauma yang Om miliki, engga kan? Bagaimana Om bisa tahu masa lalu Om yang paling mengerti kalau Om engga memberi aku kesempatan. Takut gagal? Takut aku engga seperti masa lalu Om? Padahal kita belum mencobanya. Apa engga bisa kasih aku kesempatan?" Ceana dengan berani mengungkapkan kembali kekesalan dan perasaan yang ia rasa. Bagaimanapun ia harus berusaha mempertahankan rumah tangganya.

"Bisa kasih aku kesempatan?" tanya Ceana lembut, ia memejamkan matanya, keduanya saling mendekat. Dan, bum. Bibir keduanya kembali bertemu. Padahal baru semalam berpisah, tetapi ketika bertemu sudah seperti ini. Jadi, bukankah tidak ada cela untuk perpisahan?

 Jadi, bukankah tidak ada cela untuk perpisahan?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

1090 kata

Haha sampai juga di bab 40. Sedikit lega bisa sampai sejauh ini.
Mari terus temani aku untuk menyelesaikan cerita ini.
Terimakasih yang sudah berkunjung

Mendadak Jadi PasutriWhere stories live. Discover now