2

218 26 3
                                    

Meskipun sudah berjanji pada Jaehyun untuk menahan diri, dia tetap saja mendatangi Renjun di kamarnya.

Jaehyun bisa marah nanti. Tapi dia tidak peduli. Bagaimana mungkin dia tahan berdiam diri begitu saja saat pria yang sudah ditunggu-tunggunya sekian lama sekarang ada di rumah yang sama dengannya?

Dia berdiri di sudut ranjang, mengamati Renjun yang tertidur pulas seperti bayi.

Sejenak kemarahan menyelimuti hatinya.

Sampai kapan dia hanya bisa melihat Renjun di saat pria itu sedang tertidur?

Jaehyun harus cepat. Mereka sudah sepakat tentang Renjun, padahal jarang sekali mereka berdua sepakat. Dia dan Jaehyun bertolak belakang dalam segala hal.

Jaehyun cenderung baik hati dan menggunakan cara-cara pintar untuk meraih tujuannya, sedangkan dia selalu menggunakan cara-cara licik. Licik, bukan pintar - untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan. Dan seperti yang Jaehyun katakan tadi, dia sangat kejam.

Tapi Renjun adalah pria yang sudah menyentuh perasaannya. Mungkin pria itu sudah melupakannya, bahkan mungkin pria itu tidak menyadarinya, tapi kejadian sepuluh tahun lalu itu tidak akan pernah dilupakannya, pertemuan pertamanya dengan Renjun sekaligus hari di mana dia memutuskan akan memiliki Renjun.

Jaehyun harus memaklumi ketidaksabarannya, dia sudah menunggu selama sepuluh tahun. Menunggu dan menunggu sampai Renjun siap menjadi miliknya. Dan sekarang pria itu ada di depan matanya. Dia mendekat, tangannya
menyentuh pipi Renjun lembut. Renjun bergeming, masih pulas, tidak menyadari ada sosok yang mengamatinya lekat di tepi ranjangnya.

"Kau milikku Renjun, jangan lupakan itu."

🦊

Renjun bermimpi. Dia ada di sebuah taman hiburan yang sangat ramai. Penuh dengan pedagang dan para orangtua yang menggandeng anak-anak mereka. Suara musik dari berbagai stan permainan dan suara-suara manusia terdengar bercampur menjadi satu, riuh rendah di telinganya.

"Renjun, jangan kesitu," suara neneknya terdengar memperingatkan.

Renjun mengernyit. Neneknya masih hidup? Dia menolehkan kepalanya dan mendapati neneknya berdiri di belakangnya, neneknya benar-benar masih hidup. Hidup dan tampak lebih muda.

Dengan bingung Renjun mengamati sekeliling, dan menyadari kalau bukan dia yang dipanggil neneknya, di sana berdiri seorang anak, mungkin delapan tahun, kurus dan agak canggung, itu adalah dirinya yang masih berumur delapan tahun!

"Jangan bermain terlalu jauh Renjun, nenek tidak mau kamu tersesat, di sini sangat ramai," sang nenek menggandeng tangan Renjun kecil, lalu membawanya ke sebuah kursi kosong yang terletak di pinggir taman.

"Duduk di sini dulu, nenek akan membelikanmu es krim," kata sang nenek sambil menunjuk stan es krim dengan antrian pembeli yang panjang, yang terletak kurang dari seratus meter dari tempat mereka, "Jangan kemana-mana dan jangan
berbicara dengan orang asing, kalau ada apa-apa teriak saja, nenek pasti akan mendengarnya."

Renjun kecil mengangguk tapi matanya memandang sekeliling dengan penuh semangat.

Renjun tetap mengamati dari kejauhan, kenangan ini masih terpatri samar-samar di benaknya, kenangan saat pertama kali dia di ajak ke taman hiburan.

Tiba-tiba Renjun kecil melangkah turun dari kursi, dan mulai berjalan menjauh.

Renjun langsung panik.

Hey... Kembalilah, kau bisa tersesat!

Dengan gugup Renjun menoleh ke arah sang Nenek yang sedang antri di stan es krim, dia ingin berteriak tapi entah kenapa suaranya tidak keluar, setelah beberapa kali usaha yang sia-sia, ahkirnya Renjun memutuskan untuk mengikuti Renjun kecil.

From The Darkest SideWhere stories live. Discover now