"Lo berempat cabut duluan aja. Gue masih nungguin Gisel," kata Reja pada keempat temannya. Mereka patuh saja, meninggalkan cowok itu sendirian di koridor depan kelas Gisel.
Reja bersandar pada dinding, netranya memandang langit yang berawan.
Seorang gadis lewat di hadapannya, tersandung tepat di bawah kaki Reja. Ia meringis kencang, tapi belum berusaha bangkit.
"Lo gapapa?" Reja dengan segera berjongkok, dan kaget begitu tahu kalau gadis yang tersandung itu adalah Daisha.
"Iya, aku gapapa, kok." Daisha dibantu Reja akhirnya berdiri lagi. Tampangnya yang lugu kini terlihat cemas. "Aku boleh minta tolong ga? Aku butuh bantuan," pintanya dengan raut gelisah.
Reja terdiam, berpikir. "Sebenernya gue lagi nungguin seseorang. Emang lo butuh bantuan apa?"
"Anterin aku ke rumah sakit. Ibu aku kecelakaan," jawab gadis itu cepat.
Reja kembali terdiam. Sepertinya tidak bisa. Sekarang ia sedang menunggu Gisel dan akan mengantarnya pulang. Kalau Daisha memang buru-buru, kenapa tidak pesan taksi saja?
"Jadi nggak bisa, ya?" Wajah Daisha kian muram. Bibirnya kehilangan senyum manis.
"Sorry banget, gue ga bisa. Maaf sekali lagi, ya." Reja menggaruk tengkuknya, merasa tak enak hati.
Lagi pula, bukannya Daisha punya banyak antek-antek? Ke mana mereka semua? Harusnya dia tinggal minta bantuan salah satu dari mereka saja, kan?
"Mereka ada kepentingan lain. Terpaksa aku harus pulang duluan." Daisha menjelaskan.
Reja menyarankan agar Daisha pesan taksi online saja, tapi gadis itu menolak walau Reja yang akan membayar ongkosnya.
"Ya udah, maafin aku juga, ya. Maaf udah ngerepotin padahal kita belum pernah kenal sebelumnya," sesal Daisha sembari menundukkan kepalanya berkali-kali—memohon maaf. Setelahnya, dia berlari pergi dari sana.
Reja menatap figur gadis itu sambil mengerjap pelan.
Ya sudahlah, jika Daisha menolak kebaikannya untuk membayarkan ongkos taksi online. Toh, dia benar-benar tidak bisa mengantar Daisha.
Reja memang sama sekali tidak terlalu memedulikan urusan orang lain. Dia sedang berada di dunia fiksi. Mungkin saja kecelakaan yang dialami ibu Daisha sudah bagian dari alur cerita. Dan lagi, mau bagaimana pun juga, Ruby nyatanya lebih penting daripada manusia-manusia fiksi di sini.
Tak ada yang Reja pedulikan, selain Ruby di dunia ini.
"Malah bengong di sini. Anak-anak yang lain pada ke mana?" Gisel muncul, berdiri di ambang pintu kelas.
Reja tersadar dari lamunan. Dia menolehkan kepalanya. "Udah pulang duluan. Yuk," ajaknya seraya menarik tangan Gisel.
Ziana dan Helen menyusul keluar kelas, mereka melihat kedua orang itu mulai hilang di belokan koridor.
***
Daisha mencebik. Menendang kerikil di dekat sepatunya hingga terpental ke tengah jalan. Dia berjalan di trotoar, dengan isi pikiran yang mumet serta rasa kesal tak tertahankan.
"Bisa-bisanya dia nolak nganterin aku ke rumah sakit biarpun dengan alasan ibu kecelakaan. Bener-bener ga punya hati!" gerutunya sebal pada perlakuan Reinald.
Daisha kira, Reinald akan bersedia mengantarnya dan mengabaikan Gisel begitu saja. Tetapi nyatanya ia salah. Reinald sama sekali tak terpengaruh.
Tercenung, Daisha berpikir bagaimana cara membuat Reinald berpaling dari Gisel. Sepertinya, tidak ada cara lain selain terus memepetnya.
Mungkin dengan itu, Reinald akan terpikat oleh kelemahlembutan Daisha. Mungkin berandal itu pada akhirnya akan luluh dan lebih memilih gadis polos yang lemah lembut seperti Daisha dibanding Gisel.
YOU ARE READING
TRANSMIGRASI MENJADI BADBOY
Random"Ga ada cowok yang sempurna di dunia ini. Makanya gue menciptakan Reja Syaputra dalam wujud manusia fiksi." - Azura Hayakawa - *** Reja Syaputra memiliki kepribadian yang baik hati, ramah, dan humble. Karena itulah, dia bisa dengan mudah mendapat pe...