Atapu 24. Akan menjadi legenda

998 89 7
                                    

"Biru!" panggil seseorang lagi.

"Gusti! Kapan pagi hamba bisa sejuk!" frustasi Atapu lalu menoleh ke samping. "Anying!" Atapu sontak membalikkan badannya saat tahu siapa orang yang memanggilnya itu.

"Jangan ingkar, Biru," ucap orang itu saat tiba di belakang Atapu.

"I, ingkar?" Atapu memberanikan diri untuk menghadap kakak kelas yang kemarin lusa memberinya tantangan. "Gue enggak pernah ingkar, Kak."

"Begitu? Temuin gue di perpustakaan dijam istirahat. Lo kalah jauhin Lovier dan kerjakan semua tugas gue," ujar Gerhan.

"Kalau gue menang?" tanya Atapu.

"Gue bantu lo belajar buat ujian," balas Gerhan.

"Apaan. Kak Han tau 'kan gue paling males sama yang namanya belajar?" ungkap Atapu terus terang.

"Nggak ada yang bisa ganti keputusan gue, Biru," balas Gerhan.

"Ada. Lentara Senja, murid baru gagal teladan ambil alih tantangan itu." Lentara berjalan menuju Atapu dan Gerhan diikuti oleh tiga temannya. Tatapan yang menyorot bak mata elang namun melengkung indah bagai pelangi, hembusan angin yang menerpa rambut Lentara yang sengaja ia urai karena masih basah menambah kesan keren dan mengagumkan. Apalagi jaket kebanggaan Saegana Gang yang tersampir di pundak empat orang gadis itu juga semakin membuat mereka terlihat seperti anak motor.

"Wangi kali," lontar Sema saat Lentara serta teman-temannya melewati dirinya dan sekertaris kelas.

Gerhan terkekeh ringan. "Gimana-gimana?" tanya Gerhan.

"Gue gantiin posisi Ata. Lo adu cerpen sama gue. Tapi semua keuntungan kalau menang tadi tetep berlaku, lo harus ajarin gue belajar buat ujian," ujar Lentara penuh keyakinan. Sementara Atapu masih menatap bingung ke arah Lentara.

"Seorang Gerhan tidak akan pernah menolak tantangan," balas Gerhan.

"Dan seorang Lentara Senja akan tetap menjadi pemenang." Lentara tersenyum smirk.

"Perpustakaan, jam istirahat." Setelah mengatakan itu, Gerhan berlalu begitu saja.

"LEN, LO KEREN!" seru Sema dan sekertaris kelas itu. Mereka kompak menyoraki Lentara. Sedari tadi kedua mata mereka hanya terfokus pada Lentara, juga telinga yang mendengar jelas semua perkataan Lentara.

"Gue tahu, gue sadar," sombong Lentara.

"IDIH!" sembur Atapu lalu kembali berjalan menuju kelas.

"Len, kita ke kelas dulu, ya," pamit Zua, Lareka dan Viazel yang memang satu kelas. Sudah nasib Lentara yang harus pisah kelas dari teman-temannya.

"Yoi!" balas Lentara. Tiga teman Lentara berjalan menuju kelasnya, sementara Lentara masih berada di tempat bersama Sema dan sekertaris kelas.

"Len," panggil Sema.

Lentara menaikan satu alisnya. "Kenapa?"

"Nanti tolong tagih iuran si Biru, ya? Gue sampe seret teriak dari tadi," pinta Sema.

"Lo minta tolong pada orang yang salah. Sem, lo tahu sendiri gue susah buat akur sama tuh anak. Dasarnya emang nyebelin. Kalau gue yang nagih, dapetnya cuma cilok, cireng, mangga," balas Lentara.

"Kenapa nyalur ke makanan?" bingung sang sekertaris.

"Soalnya gue selalu menang debat. Finish kami kalo enggak cilok ya cireng, nggak cireng ya mangga, nggak mangga ya adu jotos," jelas Lentara.

"Kayaknya deket banget, tetanggaan kah?" tanya Sema.

"K, kagak. Rumah kami jauhan. Jalan ke sekolahnya aja yang searah," jawab Lentara.

Atapu Senja (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang