:: Bab XX ::

1K 97 25
                                    

Seperti orang kesurupan, Flo melahap nasi goreng pesanannya dalam beberapa suapan besar. Kendati itu membuatnya sulit menelan, ia tetap saja melakukannya. Tak peduli kalau dirinya bisa saja tersedak.

"Uhuk!"

Kan, baru dibilang.

Dengan napas yang menjadi sesak akibat tenggorokannya tersumbat, Flo meraba-raba meja. Ia kira ia sudah membeli minuman. Padahal kenyataannya, ia hanya memesan paket nasi goreng tanpa air mineral.

"Uhuk! Uhuk!"

Flo pikir dirinya hampir sekarat. Tapi beruntung, seseorang dengan baik hati menyodorkan sebotol air mineral yang tutupnya sudah dibuka.

Tanpa mencaritahu siapa yang sudah berbaik hati padanya itu, Flo segera menegak air yang diberikan hingga tandas. Tak tersisa bahkan setetes pun.

"Wah! Lega!"

"Kenapa kamu kabur?"

Flo yang masih mengatur pernapasannya agar normal seperti semula, sontak menengok. Matanya seketika membesar saat mengetahui orang yang sedang ia hindari malah nongol di hadapannya.

Ah, bahkan sekarang sudah menempati kursi kosong di seberangnya dan mendorong meja sampai Flo terhimpit sehingga ia sudah tidak punya kesempatan kabur —lagi.

"Munduran, kek. Saya kejepit ini," protes Flo, berusaha mendorong meja ke arah sang lawan. Sayangnya, tenaganya tak lebih kuat untuk membantunya keluar. Makan banyak-banyak pun nyatanya tidak bisa membuat energinya terisi penuh.

"Kenapa gak masuk tadi?"

Mulai pasrah pada keadaan, Flo menghela napas panjang, "Ya, kan tadi lagi ada tamu. Masa iya, saya ganggu?"

"Kan, tamunya Mawar."

"Ya tetap aja dia tamu."

"Ada si Mbah sama Bude Sari juga. Harusnya kamu sapa mereka. Bukannya nyelonong gitu."

"Ck." Flo tak tahan untuk tidak mencebik. Sebab, ia sedang tak butuh ceramah di tengah mood-nya yang tidak cukup baik. "Mas Ranggi kenapa bawel banget, sih?"

Ranggi menarik napas pendek, lalu menjawab santai, "Karena kamu perlu dibawel-in."

"Dih, emang saya kenapa? Saya buat salah lagi emangnya?"

"Iya, salah."

"Hah? Salah apaan? Baru juga datang." Flo menggeser piring nasi gorengnya, mengangkat tangan di atas meja untuk bicara lebih dekat dengan Ranggi. Di antara kedua alisnya, muncul kerut yang menandakan sangsi.

"Tadi saya suruh kamu pulang cuma untuk mandi dan ganti baju doang, kan? Kenapa lama banget baliknya ke sini?"

Melakukan hal yang sama seperti Flo, Ranggi juga menaruh sikutnya di atas meja. Sementara kedua tangannya bertaut, menunjukkan keseriusan untuk berdebat.

Kerutan pada pangkal hidung Flo semakin dalam. "Perkara itu doang?"

"Itu tandanya kamu gak bisa disiplin, Flo."

Flo menjenggut rambut-nya sendiri karena frutasi. Seingatnya, ia di sana untuk makan dengan tenang, bentuk pelampiasan atas rasa tidak nyaman di dalam hati. Namun, kedatangan Ranggi mengacaukan waktu berharganya ini.

Malas berdebat lagi, Flo pun memilih diam. Pura-pura sibuk memandangi taman rumah sakit yang nampaknya menjadi tempat populer untuk menyegarkan pikiran bagi para pasien. Terbukti dari banyaknya orang yang tersebar di sana mengenakan seragam berpola polkadot biru, persis seperti yang Ranggi kenakan sekarang.

Angry Om is My Housemate [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang