Unboxing

800 89 9
                                    

Zhan tidak menjawab hingga waktu bergulir ke menit ketujuh. Karena tak mampu menjawab, dengan cepat pemuda itu meraih gelas yang sudah diisi minuman lalu meneguknya.

"Aku tidak tahu harus menjawab apa," sahutnya.

Yibo mengulas senyum tipis yang bisa dilihat oleh Zhan—sebagai sesama lelaki. Bahwa itu senyum palsu untuk menutupi sakitnya hati.

"Lanjut ke pertanyaan kedua!" Sambung Zhan setelah meletakkan gelas yang isinya sudah tandas, ke meja.

"Sekarang giliranku!" Zhan menunjuk dirinya sendiri, bersendawa sebentar sebelum melanjutkan pertanyaan.

"Masih tentang Zhan," mengelus dagu, "menurutmu ..." suara sendawa lagi, "apa Zhan lebih tampan darimu?"

Yibo mengernyit, menatap aneh pada Yuna, tapi tetap saja ia harus menjawabnya. Pertanyaan yang sangat mudah untuk ia jawab.

"Menurutku dia tidak tampan," sahut  Yibo tanpa berpikir panjang.

"Hei ... kau tidak bisa lihat!" Zhan langsung protes tak terima, dibilang tidak tampan oleh pesaingnya. Sampai lupa jika ia sekarang ada di tubuh Yuna.

"Maksudku dia itu bukan tampan, tapi cantik, lihat saja bentuk mata dan bibirnya!"  Yibo bersikeras, dari sudut pandangnya sebagai lelaki. Zhan memang memiliki lebih banyak alasan untuk dikatakan cantik, daripada tampan. Yang tidak ia mengerti, kenapa pertanyaan itu yang diajukan kekasihnya.

Zhan menggeleng keras, tapi pipinya malah semerah tomat. Ia berusaha menyembunyikan perasaan aneh yang menjalar di dada. Selama ini ia selalu menolak dibilang cantik oleh teman sejawatnya. Maka ia berusaha mati-matian terlihat sangar. Menato tubuh, membentuk otot, dan memakai tindik di beberapa bagian tubuhnya. Agar kesan cantik itu hilang berganti kata macho.

Pernah sekali ia memukul Jaehyun karena mengejeknya lebih cantik dari wanita. Jaehyun harus menerima bogem mentah di rahangnya yang membuat pertemanan mereka sempat renggang.

Baru kali ini kalimat cantik itu terdengar seperti pujian yang tulus. Karena  Yibo mengatakan itu secara jujur, dan Zhan sungguh amat tersentuh. Ia lekas menoleh ke arah lain. Pipinya hangat, dan sepertinya ia butuh cermin besar besok untuk melihat dengan jelas apakah ia benar-benar cantik seperti yang pria itu katakan.

"Sekarang giliranku!"  Yibo memecah lamunan Zhan, tentang seberapa cantik darinya. Sampai seorang yang populer seperti  Yibo dengan tegas menyuarakan itu.

"Ah, iya. Sekarang giliranmu!" Zhan membetulkan posisi duduknya. Menoleh pada  Yibo yang menatapnya dengan wajah serius. Jika begini,  Yibo jadi menyeramkan tapi sangat tampan.

"Apa kau bisa membantu merawatku? Menyembuhkan kelainanku?"

Zhan tersedak, ia terbatuk beberapa kali. Hingga wajah dan telinganya memerah. Ia meraba-raba meja, mencari sesuatu untuk meredakan cegukan—yang tahu-tahu hadir untuk menyela— Yibo menyodorkan gelas berisi soju. Tanpa banyak komen, Zhan menegaknya. Dan tak butuh waktu lama untuk membuat pemuda itu pusing berkunang-kunang.

Belum bisa menjawab pertanyaan yang  Yibo ajukan. Pemuda itu sudah bersendawa lagi, sampai dadanya sakit. Ia tidak mengira tiga gelas soju akan membuatnya tumbang.

Yibo yang melihat Yuna mulai mabuk, segera berlari ke kulkas untuk mengambilkan air dingin. Zhan masih di ambang halusinasi, saat ia merasa seperti ja*** gatal.

Tubuhnya memanas, reaksi alkohol pada tubuh wanita yang seketika membuat rahimnya, dan jalan menuju ke sana hangat dan gatal. Zhan ingin sesuatu untuk menggaruknya. Sesuatu yang panjang, keras tapi lembut, dan panas. Sepertinya  Yibo memiliki alat yang Zhan inginkan.

"Bo ...." Zhan memanggil, tatapan sayu dan mulut terbuka, hampir membuat pria itu jantungan.

Mata Yuna yang kejam, sorot mata yang nakal berubah jadi lembut tapi menggoda. Sesuatu yang tak biasa, apalagi panggilan manja dari bibir itu yang terasa sangat lucu.

Fucking CrocodileWhere stories live. Discover now