Bab 8: Bergamot

15 2 0
                                    

“Dari mana?” Najmi kini menyilangkan kedua lengannya di dada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Dari mana?” Najmi kini menyilangkan kedua lengannya di dada. Seharusnya dia bertanya dengan nada biasa saja, tetapi tanpa disadari terselip rasa kesal. Dia menduga rasa jengkel karena pesawat delay hingga 3 jam lamanya itu masih tersisa. Akibatnya, Anya yang menjadi pelampiasannya.

“Ah, itu … ta-tadi–”

“Buka pintunya.”

Anya berjalan menunduk melewati Najmi. Beberapa kali dia salah memasukkan anak kunci, sebelum akhirnya terdengar suara ‘klik’. Anya menyalakan lampu rumah. Mulai dari ruang tengah hingga dapur.

Sementara Najmi mengekori Anya setelah menyimpan koper di sebelah sofa. Wanita itu berjalan ke dapur untuk mengambil gelas dan mengisinya dengan air minum. Tanpa jeda, dia meneguk isi gelas hingga tandas. Kemudian dihentakkannya ke atas meja.

“Pinjam gelas.”

Anya berteriak sekuat tenaga. “Kamu gila!”

“Aku?”

“Kamu manusia apa hantu, sih? Bergerak nggak bersuara!”

Najmi berdeham. “Cek aja. Aku napak atau nggak.”

Anya kembali berteriak kencang. “Jangan ngomong yang aneh-aneh! Ini udah malem.”

“Penakut, tapi pulang menjelang larut.” Mata Najmi menangkap bayangan benda yang sedang dicari. Dia pun berjalan mendekati Anya yang sedang bersandar pada meja kitchen set. Aroma lembut floral musk membuat Najmi menoleh pada Anya. Menciptakan debaran halus yang membuat pikirannya kosong untuk sesaat.

“Kamu mau ngapain? Jangan macem-macem! Aku bisa teriak biar tetangga dateng ke sini.”

Najmi berdeham. “Gelasnya di sini?”
Anya mengangguk. Wanita itu bergeser ke samping agar Najmi dapat dengan mudah mengambil benda yang dibutuhkannya.

Pria itu membuka pintu lemari kaca, mengambil gelas, dan menutupnya kembali. Saat membalikkan badan, dia memergoki Anya sedang menatap lekat dirinya. “Kenapa?”

Anya menggeleng cepat lalu menjaga jarak dengan Najmi. “Kamu ngapain ke sini?”

Bukannya menjawab, Najmi malah menuangkan air mineral ke gelas, duduk lalu meneguk isinya. Seolah-olah Anya tidak ada di sana.

“Aku nanya. Aku bertanya-tanya! Kamu denger nggak?” cerocos Anya tak sabaran.

Najmi meletakan gelas lalu duduk menghadap Anya. “Ada kerjaan.”

“Terus kenapa malah pulang ke sini? Kenapa nggak ke rumahmu aja?”

“Kamu pindah ke apartemenku.”

“Andwae! Nggak mau! Itu sama aja ngelanggar klausul perjanjian pra-nikah kita.”

Najmi terdiam seraya mengingat kembali isi perjanjian mereka. Dia tersenyum sinis. “Nggak saling mencampuri urusan masing-masing, nggak sentuh tiba-tiba, status dirahasiakan, dan nggak jatuh cinta sama aku.” Najmi menatap Anya. “Betul?”

Longevity Base : Secretly CloselyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang