20

839 48 0
                                    

Aku memasangkan celemek makan ke Tyler. Dia tidak mau makan sendiri jadi aku menyuapinya. Aku menempelkan dahi kami dan merasakan demamnya yang semakin naik. Aku mendesah dengan tidak bahagia. Apalagi pandangannya yang tampak begitu sayu.

Beberapa kali dia menggeleng saat aku memberinya makan. Aku memasaknya, bagaimana pun dia harus makan karena tadi malam dia juga melewati makannya.

"Megan, aku tidak mau lagi."

"Kau harus menghabiskan mangkuk bubur ini. Bukankah kau sudah janji akan nurut kalau aku menyuapimu?"

"Bisakah kau memakannya setengah?"

Aku menatap bubur. Dan memberikannya gelengan.

Wajah Tyler semakin suram. "Kau mau aku menghabiskannya padahal kau sendiri tidak mau makan. Kau jahat, Megan."

"Ini untuk anak kecil. Orang dewasa tidak boleh makan."

"Bohong!"

Suara langkah kaki menarik perhatianku. Aku menatap mama yang baru saja bergabung dengan kami di meja makan. Dia menatapku dan melengos. Dia menatap Tyler dan melengos lagi. Keangkuhan itu sungguh ingin kuhapus di wajahnya.

"Kau melakukan segala cara untuk mendapatkan perhatian Archer. Sangat mengganggu Megan," komentar mama dengan tanpa menjaga suara di depan anak kecil.

"Mama bisa mengatakan apa pun. Aku tidak peduli. Aku sudah katakan, urus hidup mama sendiri dan aku juga akan melakukan yang sama. Mama jelas tidak mau kita saling mengurus, kan?"

"Mia sudah berjanji kalau dia akan membantuku mendapatkan hak waris itu secara penuh. Kau tidak akan bisa mengklaimnya lagi. Tunggu saja."

Aku mendengus. Kembali sibuk dengan Tyler dan tidak mau meladeninya.

Tidak lama Mia muncul juga dengan senyuman yang lebar. Dia menatap mama sebentar lalu memberikan anggukan. Mereka duduk bersebelahan dan pandangan Mia tertuju ke arah Tyler.

"Kau sakit, Tyler?" tanyanya.

"Ya. Sedikit."

"Kau pucat. Mungkin seseorang tidak menjagamu dengan benar."

Aku memutar bola mata. Jelas kalimat itu tertuju padaku. Aku mengabaikannya.

"Oh, ya, Tan," Mia mendekat lebih rapat. "Satu-satunya cara untuk membuat hak waris itu menjadi milikmu, adalah dengan tanda tangan Archer. Saat ini Archer pasti mau melakukannya, jadi, rayu Archer untuk tanda tangan. Sebelum Megan meracuni pikirannya."

Mama menatap aku dengan memicing.

Aku yang mendengar perkataan Mia hanya bisa menggelengkan kepala. Bagi mereka selalu harta yang nomor satu. Mereka tidak memikirkan hal lain selain harta.

"Tentu saja aku akan membuat Archer tanda tangan. Dia tidak akan menolakku hanya demi wanita yang sudah pergi tanpa permisi." Mama mendengus.

"Megan, apakah kita sudah selesai?"

Aku menatap Tyler. "Tentu tidak. Ini belum habis."

"Tapi aku sudah tidak mau."

"Kau harus mau."

"Aku akan memberikan es krim untukmu, Tyler. Apa kau mau?" tanya Mia dengan antusias.

Mataku menatap tajam pada Mia. "Apa yang kau katakan? Dia sedang sakit. Dan kau mau membelikan es krim? Apa kau tidak waras?"

"Kenapa kau harus sewot. Dia bukan anakmu, Jangan urus apa yang aku beri padanya. Dia anak Archer. Jangan beranggapan hanya karena kau baik beberapa hari dengannya, lalu dia akan menjadi anakmu. Kau mengkhayal."

"Lantas kalau dia bukan anakmu, kau bisa membuat dia sakit sesukamu?"

"Aku tidak mengatakan demikian, ya? Kau hanya mau namaku buruk, kan?"

"Aku tidak perlu melakukan banyak hal. Karena kau memang sudah buruk. Seburuk pengakuanmu pada apa yang tidak terjadi padamu."

"Kau mengungkit masalalu sekarang!?"

"Kau tidak mau diungkit maka jangan usik Tyler. Dia bukan anakmu jadi kau tidak berhati-hati. Aku akan memaafkanmu kali, tapi lain kali, aku tidak akan melepaskanmu. Kalau sampai dia sakit karenamu, kalau sampai dia lebih parah atas perbuatanmu, aku tidak segan membalasmu dengan setimpal."

"Kau—"

Archer bergabung dengan kami. Dia ada di ujung meja. Saat melihat ketegangan, Archer mendekat. Dia mengusap kepalaku dengan lembut. Apa yang dia lakukan jelas mengundang banyak tanya pada semua mata yang menatap.

Hamil Anak Kakak Tiri Where stories live. Discover now