21

454 35 0
                                    

"Ada apa?" tanya Archer menatapku. Dia mengusap pipiku dengan lembut. "Kau marah seperti ini sungguh menggemaskan."

Aku menatap Archer dengan mata melotot. "Apa yang kau lakukan?"

"Tidak ada. Apa yang kulakukan?"

"Archer, Megan berlebihan. Aku tidak melakukan apa pun yang berbahaya dan dia malah berteriak di depanku. Bukankah begitu, Tante?"

Mama mengangguk langsung. Dia menatap aku bengis. "Kau seharusnya tidak memberikan tuduhan tidak berdasar seperti itu pada orang lain, Megan. Kau harus minta maaf pada Mia."

Aku menganga. Mama yang tidak masuk akal.

"Megan tidak salah," ucap Tyler.

"Apa yang terjadi?" tanya Archer pada putranya.

"Mama memberikan aku bubur. Aku tidak mau makan. Dan dia ..." Tyler menunjuk Megan. "... Menawarkan aku es krim. Padahal aku lagi demam. Megan marah karena Mia berlaku semborono."

Archer mendekat ke Tyler. Dia meletakkan punggung tangannya di dahi Tyler. "Kapan kau mulai demam?"

"Tadi malam. Megan menjagaku dengan baik."

"Kau tidak memberitahu?" tanya Archer.

"Dia hanya mau kau melihat jasanya. Dia berpikir dengan begitu bisa membuat namanya bersih di depanmu. Kau tahulah seperti apa dia. Sejak dulu selalu sama." Mama mendengus.

"Diam. Aku tidak bicara padamu," ucap Archer mengeja kalimatnya.

Mama bersungut tidak senang.

Archer kemudian menatapku. Coba meminta penjelasan dariku.

"Kau lupa? Tadi malam kau pulang jam satu tengah malam. Kau mabuk. Dan langsung masuk ke kamar. Jadi, aku tidak dapat memberitahumu."

"Kau bisa masuk dan memberitahuku."

Aku diam. Setelah apa yang terjadi lima tahun yang lalu, aku tidak mungkin mau mendekati Archer saat sedang mabuk. Itu makanya aku diam saja.

"Baiklah. Aku mengerti."

Aku menatap bingung. Apa yang dia mengerti?

"Kau mau ke rumah sakit, Tyler?" tanya Archer pada putranya yang tampak memeluk lenganku. Tyler takut papanya akan marah padaku.

"Papa jangan marah pada Megan. Marah saja sama dia." Tyler menunjuk di ke depan.

"Kau—" Mama kehilangan kata

"Tyler," rengek Mia.

"Papa tidak akan marah pada siapa pun. Terutama pada Megan."

"Papa sayang Megan?" tanya Tyler dengan lebih percaya diri.

Aku menatap Archer. Entah kenapa aku juga menantikan jawabannya.

"Ya. Papa sayang Megan. Sangat sayang. Jadi sekarang bisa kau lepaskan Megan dan katakan pada papa. Kau mau ke rumah sakit?"

"Aku sudah sehat. Setelah mendengar papa sayang Megan. Aku lebih baik."

Aku tertawa kecil mendengarnya. Dia anak yang sangat pintar. Aku mengusap kepalanya dengan gemas.

"Kau sangat bahagia," ucap Archer.

Aku mendongak terkejut. Dia masih berdiri di dekatku. Apa aku menunjukkan kebahagiaanku tanpa terkendali? Oh tidak. Dia sungguh membacanya?

"Tidak. Aku tidak sangat bahagia."

Archer mengulum senyumannya. Dia duduk di sampingku. Siap memulai sarapannya. Mengabaikan dua orang di depan kami yang menatap padanya dengan tidak bahagia.

Mama jelas tidak percaya diri lagi untuk menyerahkan berkas yang harus di tanda tangani Archer. Aku juga tidak perlu bertanya pada Archer apakah dia akan tanda tangan atau tidak. Karena seperti tidak.

Melihat Archer yang terus tersenyum sendiri membuat aku gemas juga. Aku meraih lengannya, dan menarik dia agar menatapku.

"Aku sungguh tidak bahagia seperti yang kau katakan," jelasku lebih jelas.

"Aku tahu. Aku tidak mengatakan apa pun."

"Tapi ... tapi kau ...."

"Aku kenapa?"

"Ah, sudahlah. Terserah kau mau berpikir seperti apa. Terserahmu." Aku sibuk dengan Tyler lagi. Atau itu yang coba kulakukan. Meski jelas aku mengawasi Archer dengan seksama.

Aku bahkan memberikan lauk padanya yang dia suka. Dia menatapku dan aku melengos. Itu membuat dia akhirnya mengisikan makanan ke piringku.

"Kau juga harus makan. Jangan mengurus Tyler terus. Perahatikan juga dirimu."

Aku mengangguk mematuhinya. Aku makan dengan bahagia.

Hamil Anak Kakak Tiri Where stories live. Discover now