I : Nagarunting

15 1 0
                                    

Prompt bulan Mei: Cerpen dengan latar waktu era 1800-an.

Ngayogyakarta Hadiningrat, 20 Juni 1812 dini hari.

"Tolong sampaikan ke Ngarsa Dalem, meriam Kyahi Nagarunting sudah pecah, para prajurit Setabel yang mengoperasikan meriam itu semuanya tewas terbakar,"ujar seorang prajurit Bregada Setabel yang baru saja turun dari benteng, kepada komandan prajurit Langenkusuma, Nyai Ragawangi, yang sedang berjaga di sekitar Bangsal Prabayeksa bersama prajurit Langenkusuma yang lain.

"Apa yang terjadi di Tanjunganom, bastion timur laut? Mengapa Kyahi Nagarunting bisa pecah?" Wanita paruh baya itu berbalik menanyai anggota prajurit Setabel yang tugasnya menggunakan artileri berat itu.

Pria prajurit Setabel itu diam sejenak, lalu meringis kesakitan. Terlihat luka bakar bekas serangan artileri berat yang cukup parah berusaha ia tutupi dengan tangan kirinya. Sementara terlihat pakaian seragamnya juga sebagian terkena debu dan bekas pembakaran. Setelah rasa sakitnya tertahan, ia mencoba untuk melanjutkan perkataannya .
"Se--rangan dari Vredeburg tidak ada putusnya, Nyai mas, sejak semalam sampai dini hari ini serangan prajurit Inggris dan Sepoy belum berhenti. Meriam-meriam kita sudah mulai kepanasan"

Nyai Ragawangi, komandan prajurit khusus wanita itu manggut-manggut. Kemudian, mengisyaratkan anak buahnya untuk mengantar prajurit malang itu ke balai pengobatan.

Ia kemudian berbalik, menuju ke pelataran Prabayeksa, tempat di mana anak buahnya sedang berjaga. Menjaga Sri Sultan yang sedang bersembunyi di bagian paling sakral di Kraton Ngayogyakarta itu.

"Nyi Mas, apa yang terjadi?" Seruni, seorang anggota prajurit Langenkusuma yang berdiri di balik tiang bangunan Prabayeksa, mencegat Nyai Ragawangi di depan pintu ketika sang komandan Langenkusuma berjalan hendak memasukinya.

"Meriam Kyahi Nagarunting yang dipegang oleh Bregada Setabel pecah, semua prajurit yang mengoperasikannya tewas terbakar."

Seruni tertegun mendengar jawaban Nyai Ragawangi. Air mukanya berubah, seakab menyimpan sesuatu.

Nyi Ragawangi menyibak badan Seruni ke samping, ia hendak masuk ke dalam bangunan. Sebelumnya, ia mencoba untuk merapikan gelungnya dan pakaiannya agar pantas di hadapan Sri Sultan. Kemudian maju membuka pintu kayu yang berat, lantas menghilang di belakangnya.

Seruni masih mematung sambil memegangi tali senapan di bahu kanannya. Air matanya mulai mengalir di sekitaran pelupuk, tetapi ia coba untuk tarik kembali. Malu rasanya, seorang prajurit perempuan dari Bregada Langenkusuma harus menangis di tengah peperangan.

Belum lama ia mendengar kabar ayahnya, seorang anggota kesatuan Prajurit Bugis, harus gugur karena terkena ledakan dari gudang mesiu di bastion timur laut yang tertembak oleh meriam Inggris. Sekarang, masih di tempat yang berdekatan ia harus mendengar kabar buruk lagi.

Masih hangat dipikiran perempuan berusia 23 tahun itu, sebuah peristiwa yang terjadi di rumahnya setahun lalu.

...

"Kakak, bagaimana tugas kakak hari ini? Siang tadi aku melihat kakak di parade prajurit di Alun-alun Lor. Aku mencoba memanggil, tapi sepertinya di sana terlalu riuh sehingga suaraku tidak terdengar, hahaha," ujar pemuda berusia 17 tahun itu kepada kakak perempuannya.

Seruni, si kakak, tersenyum cerah mendengar adik laki-laki satu-satunya yang ia miliki itu. Ia lantas meletakkan senapannya di meja dan duduk di kursi kayu sambil mencoba menggerai rambut panjangnya yang semula bergelung.

"Suatu saat, aku pasti akan menjadi prajurit seperti Kakak," kata pemuda itu sambil mendudukkan dirinya di sebelah kakak perempuannya yang sedang menyisir rambut.

"Menjadi prajurit itu bukan hal yang mudah, Rangga. Banyak hal yang harus dipersiapkan," jawab Seruni.

"Tapi, sudah menjadi keinginanku Kak. Aku ingin melanjutkan perjuangan dengan mengabdi kepada Ngarsa Dalem seperti ayah dan kakak," balas Rangga, si adik Seruni.

"Memangnya, kalau kamu ingin menjadi prajurit Kraton. Kesatuan apa yang kau inginkan, rayi?"

"Bregada Setabel, pembawa Meriam Kyahi Nagarunting yang gagah berani dan pemberi salvo kepada Sri Sultan ketika hadir di persidangan!"

...

"Prajurit Sepoy merangsek bastion timur laut! Plengkung Tarunasura dijebol! Baluwarti selatan sudah takluk oleh Inggris! Plengkung Jagabaya sudah dibuka oleh prajurit Sepoy dan Legiun Prangwedanan. Kraton Ngayogyakarta terkepung!"

Terdengar suara seorang abdi yang berteriak diiringi dengan kentongan yang ditabuh bertalu-talu. Memperingatkan siapapun yang masih berada di dalam Kraton untuk segera mengungsi.

Tepat setelah suara itu menghilang, Nyai Ragawangi keluar dari bangunan Prabayeksa dengan muka yang tampak tegang. Ia perlahan-lahan menutup pintu kayu agar tidak menggangu Sri Sultan di dalamnya.

Wanita paruh baya itu berjalan dengan gagahnya menuju ke pelataran Prabayeksa. Anggota prajurit Langenkusuma yang lain langsung berkumpul dan mengekor di belakang sang komandan tanpa ada aba-aba, seakan sudah paham dengan keadaan.

"Prajurit Langenkusuma yang berani--" Nyai Ragawangi berbalik menghadap anak buahnya sambil memberikan komando. "--atas perintah Ngarsa Dalem, Bregada Langenkusuma diminta untuk berjaga di sekitar luar Prabayeksa. Apabila prajurit Nyutra berhasil tertembus oleh musuh, maka tugas Langenkusuma untuk menjadi pertahanan terakhir Sri Sultan. Silakan membentuk dua kelompok, satu bergerak ke selatan dan yang satu bergerak utara!"

Tujuh puluh dua wanita anggota prajurit Langenkusuma langsung membentuk dua kelompok begitu mendengar komando Nyai Ragawangi.

Nyai Ragawangi segera memberangkatkan dua kelompok. Para prajurit wanita itu segera berlari sambil memanggul senapan laras panjangnya, ke arah utara dan selatan. Termasuk Seruni, yang ikut berlari dengan kelompoknya di arah utara.

Lamat-lamat dari kejauhan, terdengar suara pertarungan prajurit Nyutra dengan gabungan prajurit Sepoy dan Inggris. Suara tembakan dan teriakan manusia yang tertusuk tombak panjang memenuhi cakrawala.

Seruni, dengan senapan di tangannya tetap berdiam menunggu komando Nyi Ragawangi dari kejauhan. Tampaknya prajurit Nyutra masih bisa menahan serangan prajurit Sepoy dan Inggris yang berusaha merangsek ke dalan Kraton.

Peluh mulai membasahi wajah manis Seruni. Giginya bergetaran. Kuda-kudanya berulangkali ia kencangkan agar posisi tegaknya terpertahankan. Sementara, pikirannya melayang-layang, membayangkan kejadian yang akan mendatang.

"Rayi, kakak akan segera menyusulmu"

....

*based on real incident. Geger Sepehi, Ngayogyakarta 19-20 June 1812.

Glosarium1

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Glosarium
1. Ngarsa Dalem: sebutan kehormatan untuk memanggil Sri Sultan.
2. Bregada: kesatuan prajurit.
3. Bastion: bagian benteng yang menjorok ke luar.
4. Bangsal: bangunan di Kraton
5. Salvo: tembakan penghormatan
6. Plengkung: gerbang benteng yang tertutup
7. Baluwarti: gerbang benteng

Blood and TearsWhere stories live. Discover now