VIII : Zilong

0 0 0
                                    

Prompt bulan Maret: Terjebak Bersama MC Favorit
....

"Buka jalan! Komandan segera memasuki medan perang!"

Suara genderang perang ditabuh bertalu-talu diikuti dengan sorak sorai barisan prajurit yang berdiri di sebelahku. Teriakan mereka bisa ku kuibaratkan seperti suara ombak yang menghantam tebing karam di pinggir pantai. Ditambah dengan suara gemerincing zirah besi dan dentuman tombak yang dihantamkan berkali-kali ke tanah untuk menambah semangat.

Herannya, apakah mereka tidak kepanasan dengan baju besi 3 lapis di tengah teriknya matahari? Berkali-kali aku mengusap peluh di jidatku sambil mengeluh, membuatku tidak ikut berteriak dengan semangat serta euforia seperti prajurit yang lain. Selain itu, teriakan-teriakan ini membuatku merinding dan mengakibatkan aku ingin segera buang air kecil. Agak aneh memang, cuacanya terik tapi rasa merinding ini membuatku gemetar sendiri.

Masalahnya, bagaimana aku harus melepaskan pakaian perang ini?

Di tengah medan perang lagi...

"Sialan!"

Aku menyesal mengaktifkan mesin waktu dan kembali ke masa ini. Masa Tiga Kerajaan di Tiongkok Kuno. Sebenarnya aku hanya ingin riset tentang sejarah era ini untuk novel baru ku, tapi entahlah apa yang terjadi.

Lamat-lamat terdengar suara derap beberapa ekor kuda, yang kemudian semakin mendekat dan akhirnya tiba di hadapanku. Persis di depanku.

"Oh ini pasti Jendral Xiahou Dun, tangan kanan Cao-Cao" batinku.

Kuda hitam legam dengan seorang jenderal yang tinggi gagah duduk di atasnya, berdiri tepat di hadapanku. Jenderal Xiahou Dun, si penunggang kuda, melirik dan mengamati barisan prajurit di formasi depan sambil sesekali mengelus-elus jenggot dan memperbaiki penutup mata kirinya. Ya, mata kiri nya sempat terluka dan tidak dapat disembuhkan lagi.

Hawa dingin sang jendral membuatku semakin gemetar.

Dan sialnya

Aku mengompol saat itu juga.

Suara air yang mengucur itu kupikir terdengar cukup keras, apalagi ketika kucurannya membentur zirah besi ku. Persis seperti suara air yang ditampung di bejana logam.

Mana volume airnya banyak lagi...

Untungnya, suara riuh rendah itu belum usai sehingga suara air seni ku tidak sampai terdengar oleh tuan jendral di depanku ini. Bisa-bisa aku ditebas dengan pedang panjangnya yang mengerikan itu.

Tapi muncul masalah kedua.

Air seni ini mengalir melewati paha dan menempel di bagian-bagian celana ku. Aku mencoba untuk bergidik sambil memegangi tombak panjangku sebagai tumpuan. Tapi aku sendiri takut apabila sikap sempurnaku yang tidak sempurna ini dilihat oleh Jendral Xiahou Dun. Pedang panjang itu akhirnya tetap mengakhiri ku.

Sayangnya, masalah ketiga yang muncul adalah bau pesing.

Kali ini aku tidak banyak berusaha. Cukup pasrah saja. Semoga Jendral Xiahou Dun tidak mencium bau nya.

Ah... lupakan soal mengompol, tapi lihat, yang  kutunggu sudah tiba!

Dari kejauhan tampak seekor kuda putih yang ditunggangi oleh ksatria berzirah putih. Di lehernya terlilit kain jubah putih panjang yang melambai di belakang punggungnya. Di helm perangnya terdapat hiasan ekor kuda putih yang menjuntai panjang seperti rambut yang berkibar diterpa angin. Senjatanya adalah tombak panjang berkilauan dan di dadanya tampak gendongan berisi seorang bayi kecil.

"Zhao Zilong ada di sini!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Zhao Zilong ada di sini!"

Teriakan prajurit semakin bergemuruh melihat ksatria dari Negara Shu, Zhao Yun alias Zhao Zilong yang sedang menyelamatkan Liu Shan putra Liu Bei Sang Raja Negara Shu, mencoba menerobos barisan prajurit Negara Wei, satuanku sekarang.

Aku tidak terlalu sadar dengan apa yang terjadi di sekitarku karena aku terpesona dengan Jendral Zhao Zilong yang menjadi musuhku sekarang, namun tiba-tiba batalyon prajuritku bergerak maju.

Oh tidak, sepertinya aku akan berhadapan dengan Zhao Zilong.

Jendral Xiahou Dun ternyata sudah cukup jauh di depan ketika aku mulai ikut berlari dengan teman-teman prajurit. Tapi sejujurnya, aku tidak akan membayangkan situasi ini mengingat aku tidak memiliki dasar beladiri yang baik, apalagi di medan perang sebesar ini.  Tadi, aku hanya menggedik seorang prajurit hingga pingsan lalu melucuti pakaiannya kemudian memasangkannya di tubuhku.

Di depan, pertarungan sudah dimulai. Dengan terampilnya Zhao Zilong menghadapi prajurit-prajurit satuanku. Beberapa dari mereka tampak mencelat jauh dan jatuh entah kemana. Beberapa yang lain merintih kesakitan kala tombak panjang Zhao Zilong menembus dada mereka, atau menggores leher mereka sampai urat napas mereka putus.

Aku bergidik ngeri.

Masih ada beberapa meter sebelum titik di mana Jendral Zhao Zilong mengamuk dengan hebatnya.

Perlukah aku mundur?

"Mama, tolong aku"

Lamunanku seketika buyar ketika tubuh seorang prajurit menimpa tubuhku. Tampaknya, aku semakin dekat dengan Zhao Zilong, artinya aku semakin dekat dengan kematian.

Seketika aku menengok sekeliling. Aha! Ada celah sedikit untuk kabur. Pikirku.

Aku pun merangkak perlahan untuk keluar dari himpitan tubuh besar prajurit yang terjatuh tadi, lalu berlari sekencang-kencangnya melawan arus prajurit lain yang berlari berbeda arah denganku. Bukan hal mudah, berkali-kali tubuhku diterjang oleh prajurit-prajurit itu.

Sampai akhirnya aku terbangun.
Ya, semua ini cuma mimpi
Tapi yang jelas

Aku kapok

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 30 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Blood and TearsWhere stories live. Discover now