3

252 7 2
                                    

Hinata keluar dari gedung pertemuan dengan menghela nafas lega. Dia adalah spesialis kedokteran keluarga sekarang. Rumah sakit yang dibangun oleh Ayahnya di desanya juga sudah beroperasi sejak satu tahun yang lalu. Dia akan bergabung di rumah sakit dan membantu sesama di desanya lagi.

"Kakak!"

"Hinata!"

Ayah, Ibu dan adiknya memanggil. Dia merentangkan tangan, berlari untuk memeluk mereka. "My Family!" Toganya mobat-mabit tertiup angin.

"Hati-hati jatuh!" Teriak Hikari.

"Ooohhh!" Ketiganya sama-sama memeluk Hinata.

"Kakak hebat!" Hanabi mengangkat jempol!

"Ayo, kita rayakan dengan makan di restoran!" Hiashi merangkul Hinata dan menciumi pucuk kepalanya.

"Oke, siapa takut!"

"Tidak boleh ada yang takut gemuk malam ini!" Hiashi berseru. Ketiga wanita dalam hidupnya itu tersenyum.

---*---

"Ibu," anak kecil itu mencari di sekeliling rumah. "Ibu, ibu di mana?"

Orang yang dicarinya tidak muncul juga. "Ibu, Kawaki membawa mahkota bunga untuk ibu. Ibu pasti cantik memakai ini. Ibu?"

Kawaki memasuki kamar satu-satunya di rumah itu. "Ibu?"

Terdengar suara mengerang dari dalam kamar mandi.

"Ibu?" Kawaki memasuki kamar mandi.

"Errrnngghhh..."

"Ibu, ibu kenapa? Ibu?" Anak itu berjongkok di depan ibunya dan panik.

"Kawaki... panggil tetangga.., tolong. Eeenngghhh!"

Kawaki segera berlari ke tetangga sebelah. Tangan kecilnya menggedor-gedor pintu dan membuat bising sang tetangga.

"Iya, sabar! Ada apa?" Pria muda membuka pintu dan menguap. Sepertinya baru bangun tidur.

"Om, tolong ibuku, om... ibu jatuh di kamar mandi."

"Apa?'

Pria itu panik. Dia lari memasuki rumah yang dihuni oleh Kawaki dan Ibunya, membopong tubuh wanita itu dan lari menuju rumah sakit yang sekaramg sudah dekat dengan desanya.

"Minggir! Minggir! Orang hamil lewat! Orang hamil lewat!"

Dan kawaki juga ikut lari kecil di belakang pria yang menggendong ibunya itu.

---*---

"Katakan apa kasusnya?" Tanya shizune pada rekan kerjanya.

"Jatuh di kamar mandi! Sepertinya harus terminasi kehamilan."jawab Sakura.

"Kita observasi dulu." Saran Shizune.

"Ibu... ibu... hu hu hu...ibu, bangun!"

"Kawaki... ibu mohon." Ibunya mengerang dan sedih.

"Adik kecil, kau keluar dulu, ya... biar dokter periksa ibumu."

"Tidak! Tidak!" Kawaki menolak untuk digiring keluar.

"Mirai!" Sakura memanggil penuh emosi. "Bawa anak ini keluar!"

"Iya, dokter. Ayo...Adik, keluar dulu ya.."

"Tidak mau... Ibu...,"

"Ssssttttt... biarkan dokter mengobati ibu, hem...?"

---*---

"Ibu!" Kawaki seketika sumringah melihat ibunya yang berbaring di ranjang rumah sakit. Ibunya tidak kesakitan lagi. Dia mendekati ibunya dan menggenggam tangan ibunya yang terulur

it's easy to say loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang