10

289 266 27
                                    

Sabtu, 25 januari 2032.

Bel berbunyi... bi Karsih bergegas membukakan pintu. Terlihat tiga orang polisi dengan tubuh yang lumayan besar, salah satu dari mereka menanyakan keberadaan Braga. Sebelum menjawab bi karsih mempersilahkan mereka masuk lebih dahulu.

"Sebentar saya buatkan minum dulu" Kata bi Karsih lalu pergi ke dapur.

Braga keluar dari kamarnya, ia ingin pergi ke dapur untuk membuat makanan. Namun saat hendak menuruni anak tangga, ia melihat ketiga orang polisi sedang duduk di ruang tamu, ia pun bergegas turun dan menghampiri mereka.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?." Kata Braga dengan sopan.

"Saya sedang mencari saudara Braga Praditama."

"Oh itu saya sendiri." Kata Braga.

"Ada apa ya?." Tanyanya.

Polisi yang berpangkat sebagai senior itu mengeluarkan amplop coklat berisi surat pemanggilan untuk Braga.

Braga menerima surat itu lalu ia baca dengan saksama. Surat itu terdapat tanggal, waktu dan tempat dimana Braga harus memberi keterangan kepada AKBP JO GAENDERA.

"Mohon kerja samanya..."

"Pasti pak."

Baru kali ini teduga mematuhi dan menghormati para petugas. Ini sangat memudahkan para pertugas untuk menyelesaikan tugas mereka untuk menyelesaikan kasus kasus yang mereka tangani.

Senin, 28 januari 2032

Braga pergi ke kantor polisi dengan penuh keberanian dan percaya diri. Ia langsung menemui AKBP JO GAENDERA untuk memberi keterangan.

Ia langsung menghadap penyidik dan duduk saling berhadapan.  Penyidik itu mulai memberikan beberapa pertanyaan yang harus Braga jawab sejujur mungkin.

*di ruang interogasi

"Jadi apa yang terjadi sebelum saudara Bian jatuh dari tangga?"Tanya penyidik membuat Braga diam sejenak.

Menarik nafas sedalam dalamnya lalu ia hembuskan dengan kasar. "Memang sebelumnya Bian masuk ke kamar saya, dia sempat membisikkan sesuatu kepada saya" Katanya.

"Tapi saya ga setuju itu."

"Apa yang di katakan saudara Bian?!" Tanya penyidik.

Entah harus di jawab atau tidak, Braga tidak yakin jika ucapannya itu di percaya oleh penyidik.

"Saudara Braga..." Panggilnya membuat lamunan Braga pecah.

"I-iya."

"Bian nyuruh saya buat ambil paket dari seseorang."

"Paket?."

"Narkob-?." Tanya penyidik itu terpotong karena anggukan dari Braga.

30 menit berlalu.... Braga keluar dari ruangan itu, lalu ia bergegas pergi ke cafe tempatnya part-time.

Sesampainya disana ia bertemu dengan sang pemilik cafe. Sebelum ia mulai bekerja, ia meminta maaf lebih dulu karena datang terlambat.

"Pak, maaf saya datangnya telat."

"Tadi ada urusan mendadak."

"Gpp braga..." Kata Andresta, pemilik cafe itu.

"Tapi urusan kamu itu udah selesai kan?."

"Udah pak."

"Bagus kalau gitu. Sekarang kamu bisa mulai bekerja."

"Baik pak, terimakasih."

Braga langsung di ajarkan cara membuat kopi dan minuman lainnya. Alina, senior di cafe itu yang membantu Braga dalam meracik kopi dan minuman yang ada di daftar menu.

"Lo gaboleh masukin gula terlalu banyak, apalagi kalau costumer minta gula nya dikit." Kata Alina.

"Iya."

"Lo juga ga boleh asal racik sesuatu tanpa di ukur."

"Mau susu, buah, kopi dan ataupun itu lo harus ukur mereka biar seimbang sama bahan lainnya."

"Ngukur nya juga gak bisa asal, harus satu banding satu."

Kuping Braga mulai pengang mendengar ocehan gadis di sampingnya itu. Ia ingin sekali menempelkan solatip ke mulut gadis itu agar tidak berbicara lagi.

"Bawel banget." Batinnya.

Braga terus mengikuti arahan yang diberikan oleh Alina. Salah atau tidak ia terus mendengarkan ocehan gadis itu hingga membuat kupingnya hampir meledak.

Beberapa jam kemudian...

Tak terasa jam sudah menunjukan pukul tiga sore, Braga harus pergi ke kampus sekarang. Jam part-time nya sudah habis dan ia bisa pergi sekarang sebelum terlambat ke kampus.

Ia merapihkan apron dan topi lalu ia simpan di loker miliknya, ia tukar apron dan topi itu dengan tasnya yang ia simpan di loker. Setelah itu ia berpamitan kepada sang pemilik cafe untuk pergi.

"Terimakasih atas kerja kamu hari ini, Braga."

"Iya pak, maaf atas kesalahan yang terjadi."

"Gpp saya maklumkan."

"Kalau gitu saya pergi sekarang ya pak."

"Iya hati hati."

Braga pergi meninggalkan cafe itu. Namun sang pemilik cafe masih berdiri sembari memperhatikan Braga hingga ia pergi jauh dari pekarangan cafe.

Alina menghampirinya. "Papa kenapa nerima dia disini sih?" Tanyanya.

"Dia tuh ga bisa kerja Pah..."

"Maklumin aja Al, ini kan hari pertamanya dia kerja disini" Kata Andresta, sang ayah sekaligus pemilik cafe itu.

"Tapi tetep aja Pah dia tuh ga bisa kerja" Kata Alina.

Andresta pergi tanpa menghiraukan ocehan sang putri. "Pah... kok Papa malah pergi sih" Kesal Alina.

"Papa tuh kebiasan deh, suka banget nerima pekerja yang ga ahli di bidang ini." Kesal Alina

Alina adalah orang yang telaten, ia tak menyukai orang yang menyepelekan sesuatu apalagi pekerjaan. Ia juga emosian, banyak pekerja di cafe Ayah nya itu yang takut padanya di banding sang bos.

Judes, galak, emosian dan bawel. Itulah sifat asli Alina yang banyak orang ketahui. Namun tak banyak orang yang mengetahui sisi baiknya, ayah dan ibu nya pun tidak banyak mengetahui soal itu.

to be continued

Braga Praditama Où les histoires vivent. Découvrez maintenant