27.

245 176 12
                                    

Hari semakin sore, jam pun sudah menunjukan pukul setengah lima sore. Braga harus cepat mengantar Isa pulang lalu ia pergi kerumah sakit sebelum dokter ganha selesai di jam prakteknya.

"Sa, kita pulang ya" ajak Braga.

Isa menggelengkan kepalanya, ia enggan untuk pulang dan ingin tetap bersama Braga. "Gak! aku gak mau pulang" Tolaknya sembari menggelengkan kepalanya.

"Tapi Sa, ini udah sore" kata Braga.

"Gak!! pokonya aku gak mau pulang" balas Isa semakin erat memeluk perut Braga.

Entah harus pakai cara apa lagi untuk membujuk Isa agar mau pulang. Dari dulu memang Isa seperti itu selalu menolak jika diajak pulang oleh Braga. "Kalau ni anak gamau pulang, gue pasti ga bisa ke ke rumah sakit sekarang" Batin Braga.

Braga terus menjalankan motornya hingga berhenti di ujung jalan tepat dihalte bus. Sebelum motornya itu berhenti, ia merasakan sakit yang hebat di bagian bawah tulang rusuknya dan wajahnya yang terlihat segar pun berubah menjadi pucat seperti mayat.

Ia cepat melajukan motornya agar sampai di halte bus. Sesampainya disana, ia dan Isa turun dari motor dan keduanya sama sama melepaskan helm. "Kok kita berhenti disini sih, Ga?!" Tanya Isa kebingungan.

Isa  menyadari perubahan dalam wajah Braga, ia pun mulai panik dan khawatir akan terjadi sesuatu pada Braga. "Ga... muka kamu kok pucet?" tanyanya sembari memegang wajah Braga.

Braga memalingkan wajahnya. "Gue gapapa" jawabnya.

"Jangan bohong, muka kamu pucet gitu juga" kata Isa kembali memegang wajah Braga.

"Ngga Sa, gue gapapa" balas Braga sembari menyingkirkan tangan Isa dari wajahnya.

Sakit yang sedari tadi Braga sembunyikan itu semakin terasa nyeri dan menyiksa, Braga tak lagi bisa menahan rasa sakit itu terlalu lama. Hal itu membuat tubuhnya lemas dan tak bertenaga.

Braga membuka ponselnya lalu menekan tombol telepon. Seseorang menjawab panggilan itu, beberapa menit setelah panggilan itu berakhir, dua buah mobil sedan berwarna hitam menghampiri Braga dan Isa yang tengah berdiri di halte bus.

"Ga..." Panggil Isa membalikkan tubuhnya ke arah Braga.

Dengan tatapan bingung Isa melihat kedua mobil sedan itu berhenti di sampingnya. "Ga..." Panggilnya lagi.

Seseorang keluar dari mobil itu lalu menarik Isa agar masuk kedalam mobil. "Ga... tolong!!" katanya.

Isa terus mencoba melepaskan tangan tangan yang mengunci tubuhnya, namun apalah daya ia tak bisa melakukan itu. "Gaa!! mereka siapa!?."

Braga tak menyahuti apapun perkataan Isa, ia hanya merasakan sakit yang hebat hingga tak bisa mendengar atau menjelaskan sesuatu kepada Isa.

Isa berhasil masuk kedalam mobil, ia dan orang yang telah menariknya itu duduk di belakang. Kaca mobil bagian Isa duduk terbuka, ia masih menatap Braga yang tak melakukan apapun untuk mengeluarkannya dari mobil itu.

"BRAGA!!!" Teriak Isa lalu mobil itu melaju dengan cepat meninggalkan Braga yang masih teduduk di halte bus itu.

Setelah itu Braga jatuh tepat dalam tangkapan Adi, sang ayah. Adi pun langsung meminta bantuan kepada orang suruhannya untuk memasukin Braga kedalam mobil.

Tubuh Braga di angkat oleh beberapa orang suruhan sang ayah, ia segera dibawa ke rumah sakit sebelum terlambat. Mobil yang membawanya itu begitu cepat dalam melanju menuju rumah sakit.

Sepanjang perjalanan Adi terus berdoa agar tak terjadi sesuatu kepada sang anak, ia tak tega melihat wajah Braga yang pucat dan tubuhnya tak lagi berdaya. "Apapun pasti papa lakuin buat kamu, Braga." katanya.

Braga Praditama Where stories live. Discover now