BAB 3

363 31 1
                                    

Tandai typo Readers
Happy reading...
***

Setelah hari-hari berat sebelumnya. Tiba waktunya weekend, dimana hari ini merupakan hari kebebasanku.

Sejak awal menikah kami berdua sepakat untuk menghabiskan waktu dengan benar-benar beristirahat di hari Minggu begini. Setelah pagi tadi melaksanakan kewajiban ibadah gereja, saat ini kami berdua sedang santai di atas alas di taman belakang rumah. Udara sejuk yang menerpa wajah, suara burung yang berkicau, terasa begitu nyaman dan indah. Penat selama enam hari sebelumnya melaksanakan kegiatan masing-masing dengan ekstra tenaga.

Biasanya di hari minggu, mas Gian selalu memanggil jasa bersih-bersih rumah. Pokoknya aku nggak ada melakukan pekerjaan rumah yang berat, tentu saja masak pengecualian. Karena suamiku tercinta tidak bisa makan jika bukan aku yang masak. Perutnya sudah terlalu cocok sama kreasi makanan yang aku buat.

"Enak ya berduaan santai begini Mia," kata mas Gian yang berbaring di pangkuanku.

"Kan tiap Minggu juga begini mas," ucapku.

"Tapi mas nggak bosan walau tiap minggu begini. Jadi selalu ingat masa lalu pas pacaran sama kamu."

Aku menggeplak bahunya. "Apaan pacaran? Nggak ada ya pacar-pacar di antara aku sama kamu."

"Kok gitu? Yang waktu jalan ke angkringan itu apa? Kencan kita kan."

"Mana ada kencan. Orang kesana cuma beli gulali, habis itu aku langsung di ajak pulang."

"Jalan-jalan juga termasuk kencan Mia."

Aku mendengus kesal. Iya memang kami berdua jalan kaki sih nyari gulalinya. Kalau begitu aku pergi ke pasar sama tukang ojek juga kencan dong itu. Ada ada aja mas Gian.

Aku mengusap lembut rambut mas Gian, memperhatikan wajahnya yang menghadap diriku. Mas Gian sejak selesai makan siang tadi, langsung meminta untuk berbaring di pangkuanku.

Sisi manjanya lagi kambuh kalau sudah weekend begini. Dan aku tentu senang-senang saja jika dia bermanja-manja pada diriku.

"Mia," panggil mas Gian.

Aku menundukkan kepala ke arahnya. "Apa?"

"Kapan ya baby-nya datang sama kita?" Tanya mas Gian seraya mengusap perutku lembut.

"Makanya kamu jangan buat aku emosi terus. Baby-nya jadi nggak mau datang karena nggak mau lihat mamanya marah-marah terus," jawabku bercanda. Tapi dalam hati berharap yang sama. Kemunculan anak dalam rumah tangga kami.

"Loh kok nyalahin mas? Kamu aja yang sensian."

"Dih. Kamu yang nyebelin mas," balasku.

"Iya deh iya. Aku terus yang salah emang."

Aku tertawa mendengar perkataan Mas Gian.

Dengan lembut aku mengambil tangan mas Gian yang masih bertengger di perutku. Menautkan jari-jari kami.

"Ih jarimu kok gede-gede banget sih mas? Liat deh jari-jari aku jadi imut gini kalau di genggaman kamu."

Mas Gian ikut memperhatikan tautan jari kami. Ia menggoyangkan ke kiri dan ke kanan, lalu terkekeh geli.

"Makan yang banyak Mia, supaya cepet besar."

"Nggak asik. Mas Gian bercandanya bawa-bawa fisik," ujarku cemberut.

Look Like A Normal HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang