SATU-SATUNYA hal yang dapat disyukuri adalah si kasir tidak mengejarku. Sungguh, itu hal yang patut disyukuri. Ketika aku keluar, pelanggan baru masuk dan tertegun di pintu. Pastinya terkejut karena isi minimarket yang mirip kapal pecah. Hingga kemudian berbalik.Bibirku berkedut menahan tawa, kemudian berlari menjauh atau si kasir akan mengumpat keras-keras.
Si sialan Brave dan temannya Bobi tidak terlihat lagi. Padahal aku berniat mematahkan kaki mereka sebagai peringatan.
Jujur saja, ucapan mereka tadi mengusikku. Celine ada di Letopeia itu pasti. Tapi ucapan Brave tidak biaa kuabaikan begitu saja. Apa itu berarti Celine pernah mengunjungi New Wales tanpa setahuku?
Kalau begitu parah sekali.
Surat-surat yang kukirim satu pun tidak ada balasan. Bahkan tidak ada kabar dari Aelivory. Padahal seharusnya pembelajaran tahun kedua sudah dimulai!
Ini membuatku kesal. Aku ingin ke Letopeia tapi tidak punya bubuk portal. Terpaksa harus menunggu mahluk hijau bernama Lévanter menjemput. Kuduga mahluk hijau di minimarket tadi datang menjemputku. Aku terlanjur senang.
Ini semakin membuatku gelisah. Letopeia membisu, Celine tidak ada kabar begitu pula dengan Malvia. Tidak ada satupun surat dari kenalan di Letopeia.
Padahal karena secarik kertas dari topi rajut natalku (cerita yang panjang. Baca Elis Maxwell 1), aku rutin mengirimkan surat pada Celine. Kadang juga pada Malvia. Dan tidak ada satupun balasan! Aku bahkan ragu kalau suratku sampai ke tujuan.
"Seharusnya ada kabar," gumamku tidak tentu. Dahiku berkerut dan rambutku yang acak pasti mengundang prasangka aneh.
Selepas turnamen Letopeia semakin banyak hal aneh. Monster kini mulai datang ke rumah. Aku harus terbangun tengah malam untuk menghadapi monster yang mendadak muncul.
Ayah diam seribu bahasa tentang Vinicius dan Letopeia. Ini hal yang paling membuat kesal.
"Ayah memang Vinicius. Tapi kekuatan ayah diambil karena ayah menetap di dunia manusia fana." Begitu jawabannya setelah aku bertanya ribuan kali.
Itu pasti tidak sepenuhnya jujur. Ibu Junior masih memiliki bakatnya meski sudah tinggal di dunia manusia fana. Ayah juga enggan memberitahu kelasnya.
Langkahku melambat. Dari balik saku pakaian hangat, aku mengeluarkan magic key. Benda itu tidak lagi pernah bersinar seperti pertama kali kudapat (ceritanya panjang. Baca Elis Maxwell 1.)
Magic key juga tidak mengeluarkan kekuatan apa-apa seperti milik kelas Griffin. Mungkin karena aku Hippo dan bukan pemilik, karena hanya pemiliklah yang bisa mengenakan kekuatan magic key.
"Persetan!" pekikku akhirnya. Terlanjur kesal sampai menendang sampah kaleng soda mengenai kepala pria sangar berbadan kekar.
Nyaliku langsung ciut. Dengan pengalaman yang bahkan dari Letopeia, aku tidak yakin bisa mengalahkan pria yang tampak atlet tinju itu.
Ketika kepala pria itu berbalik, tubuhku juga berbalik dan bergegas bersembunyi di antara gang-gang sempit dan gelap. Aku semakin masuk lagi ke dalam hingga tubuhku sepenuhnya tersembunyi oleh gelap.
Kakiku semakin masuk hingga ke balik-balik bangunan tinggi. Aku terkejut karena di tempat terpencil ini masih ada jalan setapak namun sangat kotor. Karena di depan masih ada pria sangar itu. Jadi kuputuskan mencari jalan lain. Mungkin ujung jalan sempit ini menuju pusat kota.
Tepat dua langkah, aku malah bergidik menginjak popok bayi yang bercecer. Aku melompat namun parahnya menginjak kulit pisang sebagai pendaratan. Berakhir dengan gedebuk parah dan ringisan dari mulutku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIS MAXWELL : Prison Of Night
Fantasy#Seri kedua Elis Maxwell -------------------------- Di musim semi ini, seharusnya tahun kedua di Aelivory dimulai. Tapi Elis Maxwell masih belum menerima kabar dari Letopeia. Kedua sahabatnya, Celine dan Malvia menghilang. Setelah surat yang ia teri...