29 Laut Birru

9.1K 1.5K 248
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋

-
-
-

"Dok, cucu saya pasti masih bisa diselamatkan. Tolong lakukan yang terbaik. Pasti akan bisa, tolong lakukan yang terbaik."

Sang dokter mengatupkan kedua tangannya ke hadapan Jasmine.

"Sekali lagi maaf, Buk. Kandungan Ibu Zoya tidak bisa diselamatkan. Pendarahan yang terjadi sangat parah. Kalau tindakan ini tidak diambil secepatnya, kondisi Buk Zoya akan semakin parah."

Dengan tangan yang bergetar, Al Birru menarik kertas itu. Ia menandatangani secepat mungkin.

"Lakukan yang terbaik untuk istri saya! Sekarang!"

"Baik, Pak."

Begitu dokter kembali masuk ke dalam ruangan. Tubuh Al Birru langsung terjatuh ke atas lantai. Ia memukuli kepalanya. Mengumpat kalimat-kalimat kasar. Hari ini ia bahkan ingin membunuh dirinya sendiri.

"Abang." Zahwa menahan tangan Al Birru. Ia memeluk Abangnya.

"Anak Abang, Wa." ia seolah mengadu pada adiknya. Dan saat itu juga Jasmine menarik Al Birru ke dalam pelukannya. Ia mencium kening putranya.

"Maafin, Birru, Umma."

"Ssstt, jangan minta maaf. Kita semua bertanggung jawab atas ini. Jangan nyalahin diri sendiri."

Suara sesenggukan Al Birru membuat Jasmine semakin sesak. Ia tahu betapa rapuhnya Al Birru saat ini. Pasti berat sekali rasanya menghadapi situasi ini. Jasmine masih ingat ketika Al Habibie terbaring lemah di rumah sakit karena sebuah kebakaran. Rasanya dunia berhenti berputar.

Sama seperti Al Birru yang hari ini. Ia kehilangan seluruh tenaganya. Melihat keadaan Zoya yang begitu parah, mendengar jika istrinya dilecehkan, anaknya yang harusnya lahir 2 bulan lagi meninggal, dan Al Birru tidak tahu harus bagaimana menghadapi semua pertanyaan Zoya setelah nanti ia sadar.

Tiga jam berlalu dan pintu ruangan terbuka. Belum sempat Al Birru berbicara, brankar Zoya sudah keluar. Perempuan itu masih menutup mata, bibirnya pucat sekali. Tidak ada yang bisa Al Birru lakukan kecuali menggenggam jemari dingin Zoya dan mengikuti kemana brankar ini di pindahkan.

"Tolong jangan mengeluarkan suara keras di ruangan ini," titah suster. "Pasien akan sadar dalam beberapa menit lagi."

"Terima kasih, Sus," jawab Zahwa.

Mereka semua berdiri di sebelah brankar Zoya. Menunggu perempuan itu sadar mungkin akan membutuhkan waktu yang lama. Dan Jasmine sarta Zahwa memilih untuk keluar sebentar. Al Birru tidak mau makan, dan itu bukan hal yang harus diabaikan oleh Jasmine.

Tidak ada yang lebih sakit dari hari ini, melihat Zoya terbaring lemah di atas brankar, wajahnya pucat, bahkan bibir Zoya masih terluka. Al Birru berharap genggaman tangannya akan membuat Zoya sadar, tapi ternyata tidak sama sekali.

"Maafin aku, Zo. Maaf karena aku udah ninggalin kamu. Harusnya aku bawa kamu. Maafin aku, tolong."

Suara Al Birru bergetar sesak ketika mengatakan itu. Tetesan cairan di slang infus masih terus berjalan. Seiring dengan itu, jari telunjuk Zoya terangkat sedikit. Dan Al Birru menyadari pergerakan tersebut.

"Zo?"

Kali ini bukan hanya jari telunjuk yang bergerak, tapi kedua mata Zoya mulai terbuka. Al Birru berusaha mengajak Zoya berbicara agar ia bisa membuka matanya dengan sempurna.

"Buka matanya, Sayang."

Ketika kedua mata Zoya terbuka sayu. Ia menatap Al Birru dengan tatapan yang terlihat kosong. Sesekali Zoya menatap ke lain arah, namun pandangannya tetap saja berakhir pada laki-laki yang duduk di sebelahnya dan mencium tangannya.

Laut Birru (Selesai)Where stories live. Discover now