chapter 59

151 13 7
                                    

اَلسَّلَامُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

vote and Comen

Follow Artmanda455

Happy reading

Arkan membuka matanya secara perlahan, dengan tatapan buram ia melirik kesekitarannya yang nampak Daffa dan Nadia di samping kanan dan kirinya. Di ruangan kumuh dan gelap itu hanya di huni oleh ketiganya. Dengan posisi ter-ikat di atas kursi serta tangan yang disimpul mati dibalik sandaran dan tak lupa kaki yang juga diikat erat. Pergerakan ketiganya benar-benar di-blokir.

"Pah, Nad!" lirih Arkan yang membuat Nadia dan Daffa menoleh ke arahnya.

"Farrel!" Daffa yang tadinya nampak melamun, tiba-tiba tersadar pasca mendengarkan sapaan putra sulungnya itu.

"Kita di mana?" Tanya Arkan yang nampak lemas.

"Markas geng dementor!" Jawab Nadia yang nampak masih bertenaga seraya memberontak melepaskan tubuhnya dari ikatan kuat itu.

Krakkk

Krakkk

Krakk

Arkan melirik ke bawah kursi istrinya. "Jangan bergerak Nad! Salah satu kaki kursinya mau patah!" Ujarnya terdengar cemas.

Nadia tertunduk dengan kesusahan, "Sialan, Bara memainka permainan apa sih? Apa maksud di balik ini semua?" Gerutunya.

"kenapa hari ini saya dihantam dengan kebenaran!" Keluh Daffa yang nampak lusuh.

Arkan dan Nadia sontak menatap Daffa. "Kebenaran?" tanya putra sulungnya yang terlihat pucat.

"Saya sudah tau semuanya Farrel! Tepatnya kejadian yang menjadi alasan mengapa saya mengasingkan kamu ke bandung!"

Arkan terlihat tersenyum, sekaligus dibuat bingung. "papa tau dari mana?"

"Sebelum disekap, Danish datang ke kantor papa dan menjelaskan semuanya sekaligus membawa rekaman CCTV!" Jawab Daffa dengan mata memerah.

Arkan tersenyum haru. Drama ditiga tahun lalu sudah berakhir dengan ending yang baik, Ternyata di balik Danish yang cuek dan tak memperdulikannya, ada perjuangan yang ia lakukan secara diam-diam. "Huh, Alhamdulillah. Aku engga nyangka semua akan berakhir dengan baik!" Tuturnya terdengar lega.

"Tapi, yang menjadi masalah, apa kamu akan memaafkan saya? Jujur, saya malu mengatakan kalimat ini. Setelah semua perbuatan jahat saya ke kamu, mulai dari mengasingkan kamu ke Bandung, memaki habis-habisan, sampai saya tak mengakui kamu sebagai putra saya!" Tutur Daffa yang terdengar sesak.

Arkam tersenyum kecut. "Sedikit pun aku engga pernah benci sama Papa, aku engga penah taruh dendam untuk Papa! Justru aku yang mau minta maaf, soalnya aku engga pernah buat Papa bangga dengan aku.Tapi, aku janji nanti aku akan berguna dan membanggakan Papa!"

"Mengapa kata-kata itu begitu ringan di bibir kamu? Rasanya begitu tak adil Farrel!" Ucap Daffa  dengan rasa sesak yang sedikit mencekam.

Arkan menggeleng. "Rasanya aku senang banget karena papa udah tau yang sebenarnya! Memang yah, kalo kita sudah menyerahkan urusan kita sama Allah, pasti selalu dikasi jalan keluar!"

Mendengar itu, Daffa tertunduk. Ia seolah kehabisan kata-kata dengan responan putra sulunya itu. Entahlah, ia merasa tak adil jika langsung dimaafkan begitu saja, sedangkan kesalahannya yang begitu banyak, dan tak manusiawi.

Sementara Nadia, ia terlihat merenung, Ia tak habis pikir jawaban suaminya, Karena jika ia dihadapi situasi yang sama, belum tentu ia bisa menerima permintaan maaf tersebut, itu pun jika ia ingin memaafkan mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama. Rasanya ia begitu bersyukur, karena takdir terlalu baik memberikannya suami yang memiliki stok kesabaran seluas samudra. Sedangkan ia memiliki stok kesabaran setipis tisu dibagi dua.

ARKAN |END| Belum RevisiWhere stories live. Discover now