18. WANGI

8.4K 831 84
                                    

"Udah hubungin perusahaan advertnya?" tanya Ada saat menanyakan progres report dari bawahannya.

"Udah, tapi menurut saya desain advertnya nggak sesuai sama target konsumen kita sih, Bu," ucap salah satu bawahannya yang merupakan fresh graduate. Meskipun fresh graduate, laki-laki ini cukup vokal mengenai opininya dan Ada senang dengan hasil kerjanya. Hanya saja, bawahannya yang bernama Carlo ini terlalu kekinian untuk perusahaan yang serba ketat dan kuno itu.

"Terlalu Gen Z ya?" gumam Ada dengan penuh pertimbangan ketika kelihat profil perusahaan yang menggarap pemasaran hunian rumah rendah bunga di kawasan Tangerang.

"Yang saya kasih Instagram-nya kemarin itu gimana? Udah kamu hubungin?" tanya Ada lagi sambil memainkan pulpennya.

"Itu... basisnya udah Singapur, Bu," gumam  Carlo sambil meringis.

"Coba tanya dulu rate-nya, nanti kalau nggak sesuai budget, kita ambil yang pilihan pertama aja," balas Ada sambil menganggukkan kepalanya pada bawahannya. Ada menyadari seberapa jomplangnya pekerjaannya di Marriot dan di Darma Permai. Ketika di Marriot, seberapa aneh dan tidak masuk akalnya ide dan strategi Ada, pasti akan selaku tersedia tenaga kerja yang mumpuni, asal rencananya jelas dan terarah. Namun, ketika di Darma Permai, pilihannya sangat terbatas dan seringkali adalah yang minimal saja.

Ada melirik jam tangannya dan menyadari sudah waktunya untuk jam makan siang. Ia berjalan keluar dari ruangannya, ke arah lift. Ketika lift itu terbuka, ia langsung berhadapan dengan Arya yang tersenyum ke arahnya. Ada membalas senyuman pria itu dengan senyuman tipisnya. Ada melangkah masuk dan berdiri tepat di sebelah Arya. Karena jam makan siang, lift itu cukup ramai dengan karyawan lain.

Tiba-tiba saja, Arya mencondongkan tubuhnya ke arah Ada dan mengendus endus wangi di sekitar Ada. Ada menoleh bingung sambil bergeser sedikit ke arah lain, karena merasa tidak nyaman. "Wangi kamu kok bisa samaan kayak wanginya Pak Dan?"

Pertanyaan itu membuat jantung Ada berhenti. Ia spontan langsung mencium cium wangi tubuhnya sendiri dan baru menyadari jika memang wangi Daniel cukup kuat dalam dirinya. Karyawan di situ pun juga langsung melihat Ada dan tampak mengangguk setuju. Sialnya lagi, ada karyawan HRD di sana dan hal ini bisa berhembus menjadi gosip yang tidak enak.

"Perasaan kamu aja deh," jawab Ada dengan tawa pelannya. "Kebanyakan bergaul sama Pak Dan sih."

"Tapi sungguan wangi kamu tu... benaran..."

"Arya," panggil Ada lembut, memotong perkataan pria itu. "Sebaiknya jangan dilanjutkan, sebelum jadi gosip tidak enak. Saya dan Pak Dan bahkan tidak dekat sama sekali selain urusan pekerjaan di kantor. Paham?"

Mendengar kecaman Ada yang cukup keras, Arya langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan akhirnya mengangguk. "Hanya kaget aja sih."

"That's fine," balas Ada dengan senyuman manisnya, meskipun jantungnya sudah seperti ingin lompat.

***

"Nggak!" seru Ada marah ketika ia melihat asisten Daniel memintanya untuk pulang diantar dengan mobil pria itu. Awalnya Ada mengira Daniel membutuhkannya malam ini. Namun, ternyata pria itu bahkan masih di Shanghai, lalu untuk apa ia dijemput. Kata Toni, asisten Daniel, semua perintah itu berasal dari Daniel sendiri. Toni beserta sang supir, Kusno, harus menjemput dan mengantar Ada setiap pagi dan menuruti semua perkataan Ada.

"Bu," mohon Toni dengan wajah paniknya.

"Kalau saya masuk ke mobil itu, saya bisa semakin disangka punya hubungan spesial," geram Ada sambil melangkah secepat mungkin menjauh dari lobi.

"Tapi kalau Ibu tidak ikut pulang bersama kami, kami yang dalam bahaya," ucap Toni dengan wajah memelasnya, berusaha agar Ada mau mengerti situasinya.

"Bilang sama Pak Dan..."

OFF TO THE RACESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang