14. Crown Prince

982 137 6
                                    

Taman yang luas itu, ia kelilingi dengan mata terus mencari-cari. Sophia selalu terlihat jelas bentuknya jika sedang di taman saat musim seperti ini, seperti tumpukkan salju yang tersesat. Namun, sehelai rambut pun Lyle tidak dapat menemukannya. Alisnya mengerut, dan akhirnya menyerah berkeliling. Ia sempat berpikir bahwa Sophia keluar gerbang, namun dengan cepat menepis pikiran tersebut karena itu tidak mungkin. Entahlah, Sophia sering sekali hilang dari genggamannya.

"Yang Mulia," sapa seorang pekebun yang membawa tong kosong beserta gayung, sapaannya membuat Lyle yang hampir kembali tersebut urung sejenak.

"Kau melihat istriku, tidak?" tanya Lyle pada pekebun tersebut.

Pekebun itu nampak mengingat-ingat sesuatu, lalu ia menjatuhkan tatapannya ke tanah. "Sedari tadi tidak ada siapa pun di sini, selain saya, Pangeran."

Lyle menghela napas, kemudian pergi meninggalkan taman seraya mengintip langit yang menjingga. Ia beberapa kali menghela napas lagi. Dari kejauhan saat dirinya menginjakkan kaki di koridor, seorang pelayan pria membawa baki dan menunjukkan baki tersebut ke hadapannya.

"Yang Mulia, ada surat dari Putra Mahkota," kata pria itu dengan patuh, namun seperti biasanya, mata mereka akan mengencang jika berhadapan dengan Duke Muda D'Lupus. Seolah jelas menunjukkan bahwa mereka tunduk karena takut, itu tidak bisa menjamin akan ketulusan hati mereka dalam menghormati sosok Correy Lyle.

Tangan lelaki itu terhulur tegas dan mengambil amplop dengan cap angsa yang keemasan, kemudian berlalu menyusuri koridor. Ia sudah terlalu biasa menerima surat Putra Mahkota ketika tengah berulang tahun, isi suratnya pun selalu sama meskipun dengan kalimat yang berbeda-beda. Tanpa berniat membuka, ia meletakkan surat ke atas meja kamar.

Duduk di tepi peraduan, ia melepas salah satu sepatunya dan mendorong tubuh ke belakang sembari meletakkan kaki tersebut ke atas peraduan. Lepas sejenak dari pikiran sang istri yang entah ke mana, dirinya teringat kembali pada peristiwa yang akan terjadi pada negerinya, sehingga langit-langit kamar seolah berubah menjadi sebuah layar yang menampilkan kenangan-kenangannya sebelum memutar waktu.

Perlahan, kelopak matanya semakin turun dan sayu, dan tanpa sadar tertutup rapat dengan lengan yang menekan dahinya.

Derapan kaki yang pelan, membuat dirinya terbangun namun masih menutup mata, kemudian derapan tersebut menjauh dari sisinya setelah terdengar bunyi benda ditaruh ke meja. Ia tahu, itu Sophia dan dua pelayan. Langkah Sophia terarah ke kamar mandi, di saat dua pelayan pergi keluar kamar.

Lyle menunggu gadis tersebut kembali, rasanya ingin sekali menggulung gadis tersebut agar tidak pergi menjauh lagi darinya. Jelas ia mendengar Sophia izin akan berkeliling taman, namun saat dicari gadis tersebut ternyata seakan berbohong. Sepertinya, istrinya yang masih seperti anak kecil tersebut tergoda akan permainan lain.

"Sudah selesai mandinya? Kenapa mandi seorang diri?" tanya Lyle yang masih menutup wajah dengan lengan.

"Sejak kapan bangun?" Gadis itu terkejut, langkahnya yang mengarah ke tempat tidur pun terhenti sejenak. Hanya sejenak, karena akhirnya ia melangkan kaki lagi.

"Dari mana saja, Sophia? Aku sudah lama menunggu. Mencarimu di taman, tapi tidak ada," keluhnya.

"Itu tidak penting, yang penting, sebaiknya bangun, dan buka matamu!"

Tentu saja dia akan bangun. Ia tersenyum manis hingga giginya terlihat, Sophia selalu menggemaskan baginya meskipun tengah berbicara dengan nada menegas. Lantas pemuda tersebut bangkit untuk menuruti perintah istri kecilnya. Secara mendadak, ia menarik pinggang Sophia dan mendekatkan wajahnya ke perut seraya mengumpulkan nyawa yang baru saja kembali dari alam tidur

Sampai terasa tangan Sophia yang mebelai lembut rambutnya. Saking seringnya memainkan rambut miliknya, ia berpikir, apa sebegitu sukanya gadis itu menyentuh rambut?

The Cursed Duke's MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang