Tidak Sendiri

38 1 0
                                    

Jane meninggalkan Malang dengan kereta dan sampai di Jakarta sekitar empat belas jam kemudian. Dia menyadari dalam tiga tahun kepergiannya, ada berbagai perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar stasiun kereta. Perubahan yang paling mencolok adalah hilangnya gerai roti sosis favorit yang selalu dia beli setiap kali datang ke stasiun. Normalnya, dia akan merasa sedih jika kehilangan gerai roti favoritnya. Namun, hari ini dia tidak peduli akan hal itu.

Jalanan Jakarta hari itu dipadati oleh kendaraan yang sibuk berlalu lalang, entah apa yang dilakukan. Setiap halte busway yang dilewatinya penuh dengan warga yang kelelahan setelah bekerja seharian. Rasanya Jakarta semakin padat dibandingkan tiga tahun lalu ketika dia memutuskan untuk pergi meninggalkannya. "Aneh sekali bisa merasa kesepian di kota yang padat penduduk ini," pikirnya. Namun, itulah yang sekarang sedang dirasakan. Dia kesepian. 

Taksi online yang ditumpanginya mulai melewati jalanan yang membangkitkan memori masa kecil. Waktu ayahnya masih hidup, mereka satu keluarga memiliki tradisi makan setiap hari minggu pagi di tempat bakmie yang baru saja dilewatinya. Dia dan kakaknya selalu tidak sabar untuk makan sambil menonton kartun pagi yang diputar di TV tempat bakmie. Dia menyadari banyak sekali yang berubah dari tempat bakmie langganan keluarganya: tempat makan yang sekarang sudah lebih mirip restoran, meja dan kursi yang sekarang sudah tidak terbuat dari plastik, dan sekarang pegawai yang sudah memakai seragam. Berbeda sekali dengan tempat bakmie rumahan kuno yang pegawainya masih merupakan anggota keluarga. 

Jane akhirnya sampai di tempat yang menjadi tujuannya. Dia turun dari mobil taksi onlinenya dan langsung bergegas masuk ke dalam. Tampak sudah familiar dengan tempat yang didatanginya ini. Seorang polisi yang sedang bekerja menyadari kedatangan Jane. "Mau ketemu?," kata si Polisi. Jane mengangguk. Polisi itu beranjak dari tempatnya duduk dan masuk ke ruangan yang lebih dalam. Tanpa disuru, Jane mengikuti. 

Jane masuk ke dalam ruangan yang berisikan bilik-bilik dengan meja dan telepon. Terdapat kaca tembus pandang yang membatasi ruangan tempat dia berdiri, dan ruangan di depannya. Tanpa disuru, Jane langsung duduk di bilik nomor 3. Menunggu.

Sepuluh menit berlalu, Jane masih duduk di kursinya. Berbagai perasaan memenuhinya. Marah. Kecewa. Sedih. Kesal. Seperti banyak sekali luapan emosi di dalam dirinya yang bisa meledak kapanpun. Jarinya mengetuk-ngetuk meja. Tidak sabar.

Pintu yang berada di ruangan di depannya terbuka. Jordan, kakaknya berada di sisi lain ruangan. Menggunakan baju tahanan. Dengan tangan terborgol. Jordan tau cepat atau lambat Jane akan datang menemuinya. Namun kali ini dia benar-benar tidak ingin bertemu siapapun. Kejadian pertama saja sudah membuatnya malu, apalagi sekarang? Kembali masuk bui dengan masalah yang sama. Jordan duduk di depan Jane, dengan wajah yang terus menunduk. 

Jane mengangkat telepon. Tidak bicara apapun. Menunggu Jordan bicara. Namun Jordan tidak kunjung mengangkat teleponnya. Jane berdiri lalu memukul kaca yang membatasi mereka dengan sangat keras. Polisi yang berdiri di belakang Jordan menatap dengan tajam. Jane lebih tenang dan kembali duduk di kursinya. Akhirnya Jordan mengangkat teleponnya. 

"Maaf," kata pertama yang keluar dari mulut Jordan. 

"Maaf itu gak cuma dari perkataan. Udah kedua kali lo begini, bang!" Mata Jane mulai berkaca-kaca. "Kenapa sih lo ulangin lagi? Apa yang ada di otak lo? Gak mikirin perasaan ibu?"

"Gue... Gak bisa... Gue gak kuat!" kata Jordan dengan nada meninggi. 

"Lo gak usah tanggung semuanya sendiri! Cerita aja! Masih ada gue sama ibu yang selalu sayang sama lo."  teriak Jane. "Gue tau lo kesepian sejak kehilangan bokap. Lu gak tau kan? Gue juga! Gue berusaha nyari orang  baru di Malang yang bisa ngisi kesepian gue setelah bokap gak ada dan gue gak nemuin itu!" 

Mata Jordan mulai berkaca-kaca. 

"Kehilangan bokap juga berat buat gue, Bang" Jane mulai menangis. "Gue kangen diisengin bokap setiap pagi sebelom sekolah! Gue kangen kesel sama bokap karena sambel yang gue irit-irit diabisin gitu aja sama dia, gue kangen roti sosis stasiun kesukaan bokap yang selalu dia beli kalo kerja keluar kota... Banyak yang berubah semejak dia gak ada, rasanya sepi banget. Gue kangen sama dia."

"Gue kangen sama dia," Jordan mulai menangis tersedu-sedu. Tangis mereka berdua pecah.

Mereka berdua saling berbagi cerita tentang kenangan dengan sang ayah. Mulai dari kenangan paling penting sampai kenangan paling receh. Masing-masing sadar kalau mereka memiliki perasaan yang sama. Perasaan kesepian setelah ditinggal sang ayah tercinta. 

Tidak terasa waktu mereka sudah habis, Jordan harus kembali ke sel nya. Namun, pertemuan singkat yang penuh cerita ini perlahan mengurangi beban di hati mereka. Sebesar apapun rasa kesepian yang mereka alami, seberapa berubahnya lingkungan yang ada di sekitar, mereka paham satu hal: bercerita membuat mereka merasa tidak sendiri. 

Cerita MingguanWhere stories live. Discover now