Lembur

32 0 0
                                    

Dia masih duduk di depan laptopnya ketika beberapa pekerja lain sudah menyelempangkan tas mereka. 

Suasana kantor yang tadinya tenang berubah gaduh. Terdengar para pekerja sedang bercanda, merencanakan makan malam, sampai saling konsultasi masalah hidup. Bahagia sekali kelihatannya, punya kantor yang karyawannya sejahtera. Namun kantor yang memberikan makan siang untuk pekerja, yang memiliki budaya saling mendukung, yang tidak pernah terlambat memberikan gaji, dan punya atasan yang tidak pernah menyalahkan bawahan, tidak bisa mengobati rasa jenuh di dalam hati Surya yang sedang fokus dengan deck presentasi di depannya. Dia sudah bekerja di kantor ini selama lima tahun, dan sudah melakukan banyak kerja lembur; tidak peduli akhir bulan ketika gaji sudah banyak berkurang, atau awal bulan ketika baru mendapatkan gaji, perasaannya selalu sama: Dia benci pekerjaannya, dia benci kerja lembur.

Surya bukan orang yang suka menghabiskan waktunya untuk mengenal orang lebih dalam. Dia lebih suka menghabiskan jam istirahatnya untuk maraton menonton anime. Waktu kecil, dia mempunyai cita-cita menjadi desainer karakter anime. Namun karena pekerjaan itu tidak terlihat menjanjikan oleh kedua orang tuanya, dia harus mengubur mimpi itu dalam-dalam. Setelah dewasa, menonton anime menjadi satu hal yang dilakukan untuk mengobati rasa jenuh.

Anime legendaris yang ditonton Surya akan merilis episode baru pada pukul tujuh malam ini. Desas-desusnya, episode ini akan memperlihatkan sedikit mengenai apa yang akan terjadi di ending dari anime yang sudah berjalan selama dua puluh tahun itu. Tiga minggu sebelum episode ini akan rilis, Surya sudah mematikan seluruh media sosialnya. Dia tidak ingin sedikitpun mendapat bocoran tentang apa yang akan terjadi untuk merasakan keseruan menonton kala episode itu rilis. Surya sudah merencanakan malam ini dengan baik: secepat mungkin menyelesaikan pekerjaan, secepat mungkin pulang ke rumah, secepat mungkin mengisi perutnya, mandi air hangat, lalu menonton episode yang dinantikan. Tidak lupa juga setelah itu membahas teori dan easter egg  yang dia temui dengan teman-teman komunitas anime. 

Jam sudah menunjukan pukul setengah delapan dan Surya masih terjebak di kantor karena harus menyelesaikan deck presentasi titipan bosnya. Semua yang direncanakannya gagal. Dia tidak  berani membuka handphone karena takut dapat notifikasi berupa spoiler dari teman-teman komunitasnya. 

"Sialan," pikirnya. "Enak banget jadi bos, kerjaannya cuma nyusahin orang."

Surya menutup laptopnya lalu meregangkan tubuhnya. Pekerjaannya belum semua selesai. Kantor sudah sepi, hanya pekerja-pekerja ambisius yang masih betah. "Makan dulu deh, ngapain kerja terus. Lembur lagi," pikir Surya yang langsung beranjak dari kursinya. 

Di dekat kantor terdapat sebuah warteg dua puluh empat jam yang selalu menjadi tempat favorit para pekerja. Letaknya hanya 5 menit jalan kaki. Di dalam perjalanan ke sana, Surya  berpikir: "Gak mau kerja", "Gue gak suka pekerjaan gue", "Ngapain sih gue kerja sampe malam?", "Bos tai", "Ngapain gue harus sungguh-sungguh di kerjaan yang gue gak suka?". Semua umpatan kekesalan keluar di dalam pikirannya. 

Sebelum Surya masuk ke dalam warteg, dia melihat seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahun masuk lebih dulu. Laki-laki itu duduk di depan etalase gorengan. Tentu, karena sudah malam gorengan yang dijual sudah lembek dan basah. Surya menunggu Ibu warteg melayani pria paruh baya itu. Ternyata, pria paruh baya itu hanya memesan air putih. 

Malam itu Surya memesan lauk kesukaannya: Rendang, orek kering, tahu, dan telur dadar. Tidak lupa dengan satu gelas es teh manis untuk menyegarkan dahaga. Sebuah pilihan menu yang cukup mewah untuk ukuran makan di warteg. Surya menyantap makanannya dengan lahap. Sambil menikmati makanan, dia memperhatikan pria paruh baya yang dari tadi hanya mengambil gorengan. Tidak memesan makanan apapun, hanya gorengan. 

Setelah empat gorengan, pria itu menghabiskan air putihnya. "Gorengannya empat," kata pria itu kepada Ibu warteg. 

"Empat ribu," si Ibu warteg menjawab. Ketika pria paruh baya itu hendak mengambil uang, ibu warteg kembali bicara, "Sudah dapat, Pak?". 

Pria paruh baya itu menggeleng. Wajahnya lesu. "Belum. Cari kerjaan lagi susah... Pusing, Bu. Mana anak saya harus masuk kuliah." Setelah membayar pria paruh baya itu melemparkan senyum tipis. Sebelum pergi, matanya sempat bertemu dengan mata Surya. 

Malam ini, entah mengapa, Surya lebih bisa merasakan enaknya makanan yang dia pesan. Dia menghabiskan makanan itu sampai tidak tersisa satu butir nasi. Surya membayar makanannya lalu bergegas kembali ke kantor. Sesampainya di depan kantor, dia berhenti sebentar untuk memandangi gedung kantornya yang terlihat lebih megah di malam hari. 

Masuk ke dalam, Surya bertemu dengan atasannya --orang yang memberikan kerjaan sampai harus lembur-- yang masih berada di kantor. Rambutnya acak-acakan, kemejanya pun tidak rapi, dan matanya sayu sekali. Tampak sudah keleahan bekerja seharian. Atasannya sedang melakukan video call. Suara dari dalam video call itu terdengar:

"Ayah kok gak pulang-pulang sih?" lalu dilanjutkan oleh tangisan anak balita. 

Malam ini, rasa jenuh yang dirasakannya berubah menjadi rasa syukur yang mendalam. Surya duduk di mejanya dan berjanji pada dirinya sendiri: akan memberikan yang terbaik di mana pun dia di tempatkan. Anime hanyalah video yang bisa ditonton lain waktu. Banyak yang berjuang mati-matian dan/atau mengorbankan waktu dengan orang terkasih untuk berada di posisinya sekarang. 

"Semua orang lagi berjuang sekuat tenaga di cerita kehidupan mereka masing-masing"

Surya menyadari, betapa beruntungnya dia mendapatkan kantor yang memberikan makan siang untuk pekerjanya, yang memiliki budaya saling mendukung, yang tidak pernah terlambat memberikan gaji, dan punya atasan yang tidak pernah menyalahkan bawahan. 

Tidak bisa dipungkiri, rasa jenuh pasti akan datang. Namun setidaknya untuk Surya, sekarang rasa syukur selalu menjadi obat paling manjur untuk kejenuhannya. 

Surya duduk di kursi dan membuka laptop. Deck presentasi yang dikerjakannya sudah hampir selesai. Hari itu, entah mengapa, Surya benar-benar menikmati malam lemburnya. 





Cerita MingguanWhere stories live. Discover now