6

127 11 0
                                    


Waktu tidak akan pernah berhenti apapun yang terjadi dan bagaimanapun keadaannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Waktu tidak akan pernah berhenti apapun yang terjadi dan bagaimanapun keadaannya. Waktu adalah hak mutlak sebuah kehidupan.

Martha menghampiri kamarnya setelah mendapat kabar putranya terbangun dan menangis mencarinya. Untung saja kegiatan sarapan bersama sudah selesai.

"Sudah bangun, Sayang," diraihnya tubuh kecil itu dan menggendongnya. Anak itu menangis karena tidak mendapati sang ibu di kamarnya saat bangun tadi. "Ini ibu, Sayang. Sudah ya, jangan menangis lagi."

Jeongin, anak itu hampir berusia dua tahun. Ia masih menyusu pada ibunya. Jadi saat bangun, yang ia cari adalah sang ibu, karena perut kecilnya selalu merasa lapar saat bangun.

Martha memenuhi kebutuhan putra kecil itu. Mengusap lembut kening si kecil yang asik dengan sarapan paginya.

Pintu terbuka keras, membuat ibu dan anak itu terkejut. Hampir saja Jeongin menangis, Martha lebih dulu menenangkannya.

"Adikkkkk!"

Dua orang anak berlari ke arah Martha dan Jeongin.

"Tenang dulu, adik sedang sarapan."

Keduanya berhenti, berdiam tepat di depan Martha dan Jeongin. Anak itu kembeli dengan kegiatannya, mengabaikan dua orang yang menatapnya dengan berbinar.

"Ibu, aku ingin bermain dengan adik!" satu diantara mereka berteriak antusias.

"Aku juga!" satunya lagi tidak mau kalah.

"Iya, tapi biarkan adik sarapan, karena dia masih lapar."

"Iya, Ibu."

Dua anak berusia empat tahun itu tetap berdiri di depan Martha. Tapi mereka berdua tidak diam saja. Yang lebih tua memainkan lengan mungil Jeongin. Sementara anak satunya memainkan pipi bulat Jeongin.

Awalnya anak itu mengabaikan dua orang itu. Tapi lama kelamaan ia merasa terganggu dan menangis, mengabaikan kegiatan awalnya yang tengah mengisi perut kecilnyaa.

Dua anak itu malah tertawa melihat Jeongin menangis.

Marthe berdiri. Menenangkan putra kecilnya yang baru saja dibuat menangis. Sekaligus menjauhi Jeongin dari dua kakaknya.

"Sayang, jangan ya. Kasihan adiknya."

"Adiknya lucu, aku gemas, Ibu."

"Iya, apalagi jika menangis, itu lebih menggemaskan, Ibu. Ya kan?"

"Heum."

"Ibu tidak suka jika kalian mainnya sampai membuat adik menangis. Kakak yang baik tidak akan membuat adiknya menangis."

"Aku minta maaf ya, Ibu."

Martha mendelik mendengarnya. Minta maaf, tapi nanti juga diulang lagi. Permintaan maaf itu tidak berguna. Karena keduanya benar-benar suka membuat Jeongin menangis. Memang si bungsu terlalu menggemaskan, tapi tidak sampai membuatnya menangis.

ARTHEIREWhere stories live. Discover now