61 Mempengaruhi

779 22 36
                                    

Sejak kejadian dimana Barlon dan perusahaannya bangkrut, semenjak itu pria paruh bayah itu mulai terang-terangan membalaskan dendamnya pada Haris.

Sejak tau bahwa orang yang membuat dirinya bangkrut adalah Haris, membuat Barlon semakin emosi dan marah. Barlon kemudian mulai menyusun rencana untuk menjatuhkan Haris.

Berbagai rencana telah Barlon susun tinggal menunggu persiapan matang dan semuanya akan sesuai rencananya.

"Bagaimana apa kalian sudah mengikuti apa yang ku katakan?" tanya Barlon pada orang di depannya.

"Sudah, tinggal menyuruhnya melakukan apa yang kita suruh pasti dia mau. Apalagi dengan diimingi sejumlah uang, tidak mudah untuk dia tolak." Kata orang yang sedang berbicara yang tak lain adalah Rania.

Wanita itu dengan kekasihnya Charlos telah merencanakan balas dendam untuk Haris. Rania begitu tidak sabar menunggu bom itu meledak.

"Kalian yakin? Rencana itu akan berhasil? Bagaimana kalau tidak berhasil?" tanya Barlon kembali.

Rania dengan tersenyum miring menatap Barlon. "Tenang, akan kupastikan rencana ini berhasil. Kau tidak tau betapa bodohnya Haris akan cinta. Jadi, mudah bagi kita membalasnya lewat istrinya itu." Terang Rania.

"Baiklah, aku serahkan tugas ini padamu, Rania. Dan kau, Charlos. Ingat, jika rencana ini sudah berjalan lancar, suruh anak buahmu untuk mencari kedua orangtua Haris. Kita tidak tau bagaimana jika mereka bertemu lebih dulu dengan Haris. Akan sangat berbahaya jika mereka bertemu." Tegas Barlon yang diangguki oleh Rania dan Charlon.

Setelah itu Rania dan Charlos pergi meninggalkan Barlon yang sedang memikirkan ide jahat membalaskan dendamnya pada Haris.

*********

Di sebuah Rumah, seorang wanita tengah memoleskan cat kuku di jari-jari lentiknya. Hingga seorang wanita tua berdecak sebal melihat kelakuan putrinya tersebut.

"Ck, kamu ini Safira kerjaannya hanya itu-itu saja. Kenapa kamu tidak mencari pekerjaan! Liat sekarang, Mama bahkan tidak punya uang untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan lain. Semenjak Ayahmu meninggal, hidup kita jadi sengsara. Setidaknya, kamu sebagai anak, harus bisa menyenangkan hati Ibumu ini. Bukannya malah berleha-leha tidak jelas!" omel Sarah pada putrinya.

Mendengar omelan Sarah membuat Safira memutar bola matanya malas. Setiap hari, hanya itu-itu saja yang dibahas oleh Ibunya. Memikirkannya saja membuat Safira pusing karena harus kemana lagi mencari kerja. Apalagi, dirinya baru saja di pecat dan dikeluarkan dari tempatnya kerja.

"Ya, mau gimana lagi Ma? Aku sudah berusaha mencari pekerjaan kesana-kemari, tapi tidak ada yang menerimaku! Mama, juga jangan membuatku pusing terus, Ma dengan ocehan Mama itu. Aku jadi pusing dengarnya. Memangnya cari pekerjaan itu mudah apa? Seperti memetik apel dipohonnya?!" kesal Safira kepada Sarah.

Mendengar omelan Safira membuat Sarah meradang. "Bodoh! Punya anak kok bodoh banget. Sejak kapan kamu jadi bodoh, Safira?! Gunakan otak pintarmu itu. Percuma Mama sekolahkan kamu tinggi-tinggi, tapi hasilnya nihil. Sekarang telepon Tiara, dan katakan padanya kalau Mana sakit."

"Apa urusannya sama gadis bodoh itu, Ma? Dan kalo emang Mama sakit, kenapa nggak pergi saja ke Rumah Sakit?!" omel Safira dengan menatap Sarah.

Mendengar itu Sarah tambah meradang karena Safira tambah bodoh.

"Sudah! Jangan banyak omong. Ikuti saja ucapan Mama. Sekarang telepon Tiara. Mama mau ke kamar dulu," ucap Sarah lalu pergi meninggalkan Safira yang kesal.

"Ck, dasar wanita tua!" umpat Safira kesal.

Lalu dengan perasaan kesalnya Safira pun mengambil handphonenya. Namun, saat hendak menelepon Tiara, sebuah bel pintu berbunyi membuat Safira berdecak sebal.

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang