BAB 2: Pemeran Utama Pria

60 13 5
                                    

|Word: 2152|
|Orca ingatkan lagi jangan lupa vomment-nya. Aman, gak ada bom disini, paling molotov, hehe|

Mulutku terbuka lebar sambil memandang Diana dengan tatapan horor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mulutku terbuka lebar sambil memandang Diana dengan tatapan horor. Sebagai sahabat Naraya yang baik, ia mulai menenangkanku sambil memelukku dari samping. Ia mengelus-elus kepalaku sambil menyampaikan kata-kata penenang.

Aku sendiri tidak mengalami trauma apapun. Toh, aku masuk kedalam tubuh ini setelah perbuatan itu terjadi, jadi tidak berefek apapun bagiku. Aku hanya syok.

Naraya ini jika dihitung-hitung usianya baru 16 tahun kan ya? On the way 17 tahun. Bisa-bisanya dia melakukan kegiatan reproduksi tetapi tidak tahu-menahu apa arti k*ntol?

Sekali lagi kutekankan, aku sudah lama membaca novel ini dan lupa-lupa ingat dengan adegan didalamnya. Yang kuingat hanya alur klise dan tanda baca acakadut yang menyakitkan mata. Siapa juga yang bisa mengingat adegan cerita romansa jika sedang berada dibawah pelatihan militer?

Memainkan ponsel saja aku dibatasi. Apalagi bisa membaca aplikasi oranye seharian, seperti sebelum masuk ke akademi. Jika ketahuan, yang ada ponselku langsung digepruk hingga menjadi abu.

Seingatku Naraya hanya bermain video game dan menumpang tidur saja. Tapi ada kemungkinan mereka juga bermain di ranjang, karena aku telah melupakan hampir setengah dari adegan novelnya.

Ingatkan aku untuk check up ke dokter kandungan setelah ini. Semoga saja tidak ada spermatozoa yang berkembang di dalam tubuhku.

Damn, jika begini cara aku akan kesulitan untuk mendaftar sekolah kedinasan atau kegiatan militer. Di duniaku sebelumnya tes keperawanan itu telah dihilangkan, tetapi belum tentu disini juga begitu. Kalau begini ceritanya, aku terpaksa daftar UTBK untuk plan B. Lebih parah, harus bersiap-siap menjadi ibu rumah tangga.

Kupijit dahiku yang terasa pening. Masalahku bukan hanya masuk ke tubuh orang lain, melainkan adanya kemungkinan aku ditendang keluar sekolah jika sungguhan hamil. Inilah mengapa seharusnya anak remaja dilarang berpacaran. Jika kelepasan 'kan malah membawa bencana.

Ya terus terang saja, aku pernah berpacaran sebelumnya. Mantanku ada tiga, masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Mantan pertama terlalu bucin dan overprotektif, saat kami putus pun dia malah melempari rumahku dengan batu. Mantan kedua posesif parah, bahkan sepupuku pernah ditonjok olehnya karena salah paham. Mantan ketiga terlihat pendiam dan lembut, namun aslinya tukang selingkuh.

Lalu terakhir Mas Harfan. Ah, I miss that guy.

Tapi ya kalian lihat ending-nya. Aku malah dikhianati oleh para lelaki itu. Hubungan yang hanya berdasarkan perasaan suka sama suka itu, tidak lebih dari sebuah pedang bermata dua. Bisa menyerang orang lain, bisa pula menyerang dirimu sendiri.

Tapi ya, kembali lagi ke diri masing-masing. Yang merasakan kamu, yang menjalani juga kamu. Baik-buruknya kamu sendiri yang merasakan, termasuk konsekuensi. Berani mengambil keputusan, berarti sudah siap bertanggung jawab.

Velox et Exactus: I Become The Stupid ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang