7. Anonymous Letter

31 6 0
                                    

"Hai, Saya Ruelle, silakan tinggalkan pesan Anda. Saya akan mengontak Anda dalam 24 jam. Bye."

Magnus menutup teleponnya dengan kasar, lalu mencampakkan benda mutakhir itu ke atas tempat tidur. Saat itu nyaris tengah malam dan dia sama sekali belum menerima pesan dari Ruelle. Bahkan setelah sesi reading hari itu berakhir sekitar sejam yang lalu. Sebetulnya, Magnus tahu, Ruelle ada di suatu tempat, karena diam-diam manager paling kompeten seantero Alegra itu masih menyiapkan keperluannya, meninggalkan beberapa barang, pakaian, serta menu makan malam sehat di apartemennya. Namun, Ruelle seolah enggan berbicara dengannya. Dan, hal ini membuat Magnus benar-benar frustasi.

Setelah mengenakan piyama sutera yang telah dipilihkan Ruelle untuk istirahatnya malam itu, alih-alih langsung tertidur, Magnus justru berdiri di depan jendela kaca panjang di kamar apartemennya. Gorden beludru merah telah ia sibakkan ke samping, membiarkan jendela besar itu menampilkan pemandangan kota yang bermandikan cahaya.

Letak apartemen sang aktor yang berada di ketinggian lantai 159, membuat kerlip cahaya lampu mirip bintang-gemintang yang bertaburan di atas bentangan karpet hitam pekat. Magnus amat menyukai ketinggian hingga ia sering membayangkan dirinya terbang menyongsong langit. Akan tetapi, meski memiliki kemampuan Dewata, Magnus jelas tidak bisa terbang. Punggungnya sama seperti punggung kebanyakan manusia, polos tanpa sayap, tetapi Magnus dapat melompat dari ketinggian dengan presisi yang mencengangkan.

Memandang ketinggian dari kamar apartemennya malam itu tiba-tiba saja membuat Magnus membayangkan dirinya melompat turun. Magnus bahkan berjengit ketika membayangkan sensasi yang ditimbulkan ketika melompat turun dari ketinggian tersebut. Sang aktor sadar jika keinginannya itu sungguh sangat tidak manusiawi. Kedewaannya terlalu mencolok.

Pemikiran itu mau tidak mau kembali membuat Magnus memikirkan identitasnya. Baron bahkan telah menyadarinya sebelum ia benar-benar memahami jati dirinya sendiri. Tertampar oleh kesadaran itu, Magnus lantas meraih tumpukan koran yang telah dikumpulkan Ruelle, kemudian membaca tajuk beritanya satu persatu.

"Aktor Peraih Lima Penghargaan Onar ternyata Bukan Manusia"

"Profil Lengkap Magnus Harr; Aktor yang Diduga Bersekutu dengan Iblis dan Menggunakan Sihir"

"Aktor MH Diduga Menggunakan Sihir Hitam"

Magnus terkekeh geli ketika membaca beberapa tajuk berita pada tumpukan koran paling atas. Judul-judul persuasif yang sebagian besar dilebih-lebihkan, tetapi jela sangat menghibur.

Mengabaikan koran-koran lainnya, Magnus Harr membawa tumpukan koran itu ke arah jendela. Gerakan tergesanya membuat satu bundel koran jatuh ke lantai. Tajuk berita yang ditulis dalam huruf hitam tebal segera saja menarik atensinya.

"Aktor MH Menghajar Seorang Penguntit Tanpa Menyentuhnya"

Magnus menatap gambar besar yang dipajang dibawah tajuk berita. Gambar yang diambil dari kejauhan itu, meski tidak begitu samar, menampilkan dirinya sedang mengarahkan lengan ke arah sesosok lelaki berjaket kulit. Sosok lelaki itu tengah terangkat ke udara. Pikiran Magnus sontak mengingat penyerangan yang dialaminya pada malam latihan di Jean Paul Starter. Ruelle terlambat menjemput, sementara seseorang menembaknya, sehingga hal mengerikan itu harus terjadi.

"Sialan! Baron keparat!" desis Magnus seraya memungkut bundel koran yang jatuh dari kumpulannnya.

Magnus membawa setumpuk koran itu ke beranda kecil jendelanya yang telah terbuka. Angin malam berembus, membawa hawa dingin musim panas yang lembab dan melenakan. Dengan sedikit upaya keras, Magnus memantik api, kemudian menyulutnya ke arah tumbukan koran. Lidah-lidah api segera menyambar kertas-kertas koran yang telah disiram dengan setengah botol tequila. Hanya dalam hitungan detik, api telah berhasil melahap setengah tumbukan koran.

"Inilah yang akan terjadi kalau kau bermain-main denganku Baron. Kau mengusikku, maka akan kutunjukkan siapa aku sebenarnya."

Setelah tumbukan koran itu hangus dan menyisakan tumpukan abu, Magnus bergerak menjauhi jendela. Ia sengaja membiarkan apartemennya gelap gulita dan hanya menyisakan lampu baca kecil di samping televisi dan remang-remang lampu kota dari jendela sebagai penerangan. Sepasang mata Magnus justru bekerja lebih baik di dalam kegelapan, salah satu anugerah kedewaannya, jika ia benar-benar titisan dewa, ketika ia meraih kunci mobilnya.

Akan tetapi, Magnus terusik ketika tiba-tiba suara gemerincing bel dari pintu depan apartemennya terdengar. Siapa yang bertamu selarut ini?

Magnus menjadi siaga. Dengan langkah gegas tanpa suara, Magnus segera menuju pintu luar apartemennya.

"Ruelle?" sapa Magnus. "Apakah itu kau?"

Tidak ada jawaban selain keheningan. Magnus semakin siaga. Ia mengintip dari lubang di pintunya, tetapi alih-alih melihat seseorang di depan pintu apartemennya, Magnus justru melihat sesuatu tergeletak di sana. Benda segi empat berwarna putih polos yang terlihat begitu mencolok di antara cahaya lorong yang redup.

Magnus segera membuka pintu apartemennya, berharap dapat menemukan seseorang yang telah meletakkan benda itu di sana. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, tetapi hanya menemukan lorong menuju lift yang kosong. Tidak ada tanda-tanda siapa pun pernah mendatangi pintu apartemennya.

Setelah berhasil mengabaikan rasa penasarannya, Magnus lantas meraih amplop putih yang tergeletak di depan pintunya dan membawa benda itu ke dalam. Di ruang tamu apartemennya yang bergaya rustic dengan high ceiling, Magnus duduk di sofa putih tulangnya untuk mengamati amplop temuannya.

Amplop itu putih polos seperti amplop pada umumnya. Namun, ketika Magnus membaliknya, terdapat sebuah segel lengket berwarna merah darah yang membentuk lambang tertentu. Segel itu mengingatkan Magnus pada salah satu film laga fantasi yang pernah dibintanginya beberapa tahun yang lalu, segel kerajaan atau semacamnya.

Tanpa bisa dicegah, salah satu sudut bibir Magnus tertarik. Siapa yang ingin bermain-main dengannya di saat seperti ini? Tentu saja, benak Magnus telah menggunakan nama Baron, sebagai satu-satunya manusia yang cukup bernyali untuk mengancamnya secara terang-terangan.

Magnus melepas segel surat itu tanpa keraguan, lalu mengeluarkan secarik kertas putih polos dari dalamnya. Sederet tulisan tangan terangkai di tengah-tengah halaman. Seharusnya tidak begitu sulit jika ia ingin mencari tahu dalang dibalik surat kaleng misterius ini.

Dear Magnus Harr titisan Loki,

Ketika kau menemukan surat ini, barangkali kau sedang mempertanyakan jati dirimu. Biar kutegaskan, kau memang bukan manusia biasa. Aku sangat mengenalmu, karena di kehidupan kita yang lain, kau adalah darah dagingku.

Jika kau sudah membahas hal ini dan banyak hal lainnya, pintu kasinoku selalu terbuka lebar untukmu.

Tertanda,
Pemilik The Royal Masquarade

Magnus membelalak, kemudian tertegun sesaat. Omong kosong seperti apa lagi yang harus dihadapinya setelah tajuk-tajuk berita sialan yang menggelikan? Apakah ini bentuk ancaman lainnya? Namun, surat ini jelas-jelas bukan berasal dari Baron, tetapi pemilik The Royal Masquarade. Ternyata, bajingan lainnya, selain Baron.

"Sialan!"

Tepat saat Magnus hendak meremas kertas putih itu, sebuah nyala api muncul dari salah satu sudut kertas. Lidah api dengan cepat melahap kertas itu.

Magnus yang terperanjat refleks melepaskan kertas yang berada di dalam genggamannya. Kertas putih yang tengah dilahap api itu mengambang di udara untuk sesaat, sebelum hilang sepenuhnya menjadi kehampaan. Kertas pada umumnya akan menjadi abu ketika dilahap api, tetapi tidak dengan kertas ini.

Kertas putih itu menghilang tanpa jejak, begitu pula dengan amplop yang bersegel lambang aneh tadi. Magnus mencari sekali lagi di sekitar Sofanya, lalu ke sofa panjang lain di sebelahnya. Magnus juga membalik-balik bantal sofa berharap dapat menemukan jejak amplop putih misterius itu. Lantai ubin berwarna putih pastel pun tak luput dari lahan pencariannya. Namun, kertas dan amplop itu hilang tanpa jejak.

Magnus akan menemukan siapa pun pemilik The Royal Masquarade. Dalam hati, sang aktor berjanji, bahwa ia akan membungkamnya.

















Pontianak, belum revisi, 28 Juni 2023 pukul 07:26

LOKI; The Actor of Mischief (END)Where stories live. Discover now